Rabu, 26 Oktober 2016

Sektor Pariwisata Sebagai Salah Satu Sektor Alternatif Pembangunan Ekonomi Bangsa

1. Pendahuluan

Indonesia memang tidak mengalami dampak yang signifikan ketika terjadi krisis ekonomi global tahun 2008 lalu, setidaknya negara kita masuk jajaran top three dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di bawah China dan India pada tahun 2009 dimana negara-negara maju seperti Amerika Serikat, kawasan Eropa, Jepang pertumbuhan ekonominya langsung merosot tajam.

Tapi, ternyata efek krisis global yang dirasa Indonesia kecil malah berangsur-angsur membesar. Krisis di Amerika Serikat membuat penduduknya mengerem konsumsi barang dan jasa, serta melunasi utang-utang yang menumpuk kala ekonomi sedang bergairah sebelum krisis menghantam. Sehingga, China sebagai pemasok utama barang-barang konsumsi di AS, banyak pabriknya yang mengalami kelebihan kapasitas produksi. Tentu mereka tidak akan bisa mempertahankan tingkat produksi seperti saat ekonomi mengalami masa boom, tingkat produksi pun diturunkan cukup signifikan dan tentunya akan mengurangi permintaan bahan baku produksi yang mayoritasnya kebanyakan disuplai oleh negara-negara berkembang, Indonesia salah satunya. Akhirnya, Indonesia (dan beberapa negara penghasil komoditas) merasakan imbas dari krisis ekonomi global (efeknya pun masih dirasa sampai saat ini). Pendek kata, saat ini perekonomian global memasuki siklus commodity bear market (suatu kondisi dimana harga dan permintaan suatu barang dan jasa rendah), setelah sejak sekitar tahun 2000 hingga 2011 (ya, 2011. Karena pada paska krisis hingga tahun tersebut banyak sekali komoditas yang di spekulasikan oleh pelaku pasar) kita menikmati commodity bull market (situasi dimana harga dan permintaan barang dan jasa sedang tinggi-tingginya).

Indonesia jelas berada di posisi yang tidak menguntungkan dengan situasi seperti ini. Peran Indonesia juga amat sangat tergantung kepada negara-negara industri (seperti China, Jepang, AS dan negara industri lainnya) untuk menjual bahan baku produksi guna mendapatkan devisa.

Strategi yang sama dengan kondisi perekonomian dunia yang telah berubah, bukanlah kebijakan yang rasional dan efektif. Jika dulu, Indonesia bisa mengandalkan ekspor barang komoditas sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi nasional yang diformulasikan sebagai berikut.

PDB = C + I + G + (X-M)

Dimana C merupakan konsumsi rumah tangga, I adalah investasi swasta, kemudian ada belanja pemerintah (lewat APBN yang dirancang tiap tahun) dan yang terakhir adalah nilai net ekspor.
Kenapa saya sebut strategi mengandalkan komoditi tidaklah bijak? Karena harga-harga barang ekspor andalan Indonesia sedang berada di titik yang rendah dan juga permintaan akan komoditas tersebut juga menurun.  

Harga Batu Bara

Harga Kelapa Sawit (sahamok.com)


Harga Karet 

Terlihat dari ketiga chart dari pergerakan harga komoditas andalan Indonesia mengalami penurunan. Namun, tidak hanya harga dari hasil alam saja yang trennya menurun, tetapi juga dari nilai ekspor ke negara China yang notabene merupakan salah satu negara yang menjadi partner serasi bagi Indonesia.

Pendapatan Hasil Ekspor Batu Bara ke China (data BPS, diolah)

Penerimaan Hasil Ekspor Karet


Nilai Ekspor Kelapa Sawit 

Penurunan harga komoditas cukup berpengaruh terhadap total pendapatan yang Indonesia terima dari perdagangan luar negeri. Sehingga berujung kepada pertumbuhan ekonomi yang juga melambat.

Pertumbuhan GDP Indonesia Tahun 2008-2014

Fenomena ini tentu menjadi perhatian bagi kalangan pengambil kebijakan, pelaku pasar, hingga media massa. Faktanya, Indonesia memang masih berstatus sebagai negara berkembang yang mengandalkan sumber daya alam yang melimpah. Namun, “barang dagangan” kita tidak terlalu laku di pasaran, karena pembelinya juga mengikatkan pinggang untuk membuat barang produksi. Di sisi lain, untuk merevolusi bangsa ini menjadi negara industri juga tidak bisa dalam sekejap. Butuh pembangunan yang masif dari segi kesiapan infrastruktur, teknologi hingga sumber daya manusianya. Menyiapkan hal-hal tersebut juga tidaklah murah, dalam arti butuh dana yang tidak sedikit untuk berinvestasi, menyediakan faktor-faktor penunjang untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri. Sehingga, alternatif yang relatif lebih rasional dan memungkinkan adalah dengan memanfaatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Mengapa demikian? Dan apakah pariwisata bisa menjadi sektor alternatif bagi pertumbuhan ekonomi negeri ini? Hal tersebut coba saya kupas dalam bagian berikut ini.

Pengaruh Sektor Pariwisata dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Indonesia merupakan negeri yang cukup diberkahi. Setidaknya, ketika ekspor barang-barang mentah bukanlah menjadi primadona lagi, Indonesia masih memiliki berbagai tempat-tempat yang menarik dan sangat potensial untuk dijadikan destinasi wisata baik bagi turis lokal maupun turis asing. 

Wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Indonesia di dalam tinjauan ekonomi makro merupakan sebagai variabel ekspor (invisible export), sedangkan sebaliknya (WNI yang pergi keluar negeri merupakan impor). Sehingga dalam hal ini, saya agak terfokus dengan jumlah turis asing. Karena posisinya sebagai pengganti (alternatif) dari ekspor barang-barang komoditas yang sedang menurun baik harga maupun pendapatannya.

Presiden Joko Widodo menaruh perhatian cukup intens terhadap sektor pariwisata. Dengan slogan “10 Bali baru” merupakan sebuah harapan akan masa depan sektor ini. Karena dengan dibangunnya 10 destinasi wisata layaknya seperti Bali, maka akan ada kecenderungan untuk memperbaiki infrastruktur, akomodasi serta promosi sehingga 10 destinasi baru tadi bisa menyamai level Bali sebagai destinasi paling populer di mancanegara. Atau jika memang tidak bisa menyamai Bali, Indonesia akan memilki tambahan tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi bagi wisatawan asing. Selain memunculkan istilah “10 Bali baru”, bukti konkrit pemerintah lainnya adalah dengan memberlakukan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan menjadi 169 negara, dimana sebelumnya hanya 90 negara. Tentu kebijakan ini menarik para wisatawan asing dan memperluas cakupan negara-negara luar untuk berkunjung ke Indonesia. 

Sumber: BPS, data diolah

Dalam dua tahun terakhir dari data yang tersedia, terjadi lonjakan yang cukup signifikan jumlahnya. Jumlah wisatawan asing meningkat 62,3 persen di tahun 2013 dan kemudian masih meneruskan tren positifnya sebesar 7,2 persen. Sudah barang tentu jika semakin banyak wisatawan (asing terutama, karena untuk mendapatkan devisa) 

Itu dari segi kebijakan pemerintah, lalu bagaimana dengan posisi sektor pariwisata yang menjadi alternatif penggerak perekonomian nasional?

Sumber: BPS, diolah

Dari tahun 2007 hingga data terakhir di tahun 2013 menunjukan bahwa ada kenaikan tren dari produksi barang dan jasa di sektor pariwisata. Hal ini juga mencerminkan, bahwa perekonomian di daerah yang memiliki tempat unggulan semakin menggeliat. Keberadaan wisatawan (baik lokal maupun asing) ternyata mampu membuat produsen yang bersinggungan langsung dengan pariwisata (seperti akomodasi dan souvenir) menjadi lebih bergairah. Karena jumlah pendapatan secara total semakin meningkat (walaupun distribusi pertambahannya tidak sama antara industri besar dan kecil).

Sumber: BPS, data diolah

Jika dalam data produksi barang dan jasa menunjukan hasil yang menggembirakan, maka hal tersebut juga akan dialami oleh jumlah PDB di sektor pariwisata. Sempat ada penurunan sedikit di tahun 2009 (karena dampak dari krisis ekonomi global), PDB di sektor ini dari tahun ke tahun semakin meningkat nilanya. Namun, porsi PDB dari sektor pariwisata masih bisa dibilang kecil bagi PDB keseluruhan yang nilainya berada di kisaran 3,9%-4,7% (BPS). Walaupun demikian, dengan jumlah wisatawan dan makin geliatnya industri yang berhubungan di sektor ini, seharusnya memotivasi pemerintah sebagai pemangku kebijakan guna memeberdayakan sektor ini.

Sumber: BPS

Selain dari nilai output barang dan jasa yang semakin meningkat, ternyata hal ini juga menjadi salah satu alternatif pekerjaan dimana memang dengan semakin menggairahnya sektor ini, maka juga dibutuhkan orang-orang yang terlatih untuk bisa menyediakan jasa kepada para wisatawan dan juga berpotensi bisa memacu konsumsi rumah tangga (di daerah wisata) yang menjadi salah satu variabel perhitungan PDB. 

Sumber: BPS, data diolah

Kemudian faktor yang terakhir menjadi salah satu yang penting bagi perekonomian negara. Yakni penerimaan pajak dari sektor ini yang semakin meningkat. Kita semua tahu bahwa pajak adalah pendapatan pemerintah yang utama dan digunakan sedemikian rupa untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi bangsa. 

Kesimpulan

Sektor pariwisata masih terlalu kecil untuk menjadi pengganti sepenuhnya dari sektor komoditas. Tetapi, perkembangan di sektor ini cukup memberikan gambaran, bahwa masa depannya cukup cerah. Sedikit berbeda dengan sektor lain (seperti membangun sektor industri yang membutuhkan modal yang banyak, teknologi canggih dan SDM yang handal), membangun sektor pariwisata relatif tidak membutuhkan biaya yang sama besarnya dengan membangun sektor industri. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak destinasi wisata yang belum terkenal di mancanegara. Promosi mesti makin digencarkan sambil menyediakan infrastruktur yang baik yang pada akhirnya membuat wisatawan (terutama dari luar negeri) merasa nyaman dan terikat sehingga ada kecenderungan baginya untuk datang kembali ke Indonesia serta bisa menjadi agen pemasaran kepada rekan-rekannya di negara asalnya, jika memang berwisata di Indonesia merupakan pengalaman yang menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar