Rabu, 11 November 2015

Resume Buku Ajar 1 MPKT A


MPKT A
“Resume Buku Ajar 1”


Oleh:
Felix Darmawan
1506750056
Ilmu Ekonomi Islam



1.     Pendahuluan
Selama kami semua berkuliah di Universitas Indonesia, mengambil mata kuliah wajib universitas adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Di semester pertama ini, mata kuliah MPKT A menjadi salah satu mata kuliah wajib universitas yang kami pilih di semester satu ini.
Mata kuliah MPKT A sendiri memiliki lima buku ajar yang digunakan untuk kegiatan perkuliahan. Misalnya dari buku ajar 1 yang berwarna kuning membahas tentang kekuatan dan keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika. Lalu ada materi tentang Manusia sebagai Individu, Kelompok dan Masyarakat yang tersurat dalam buku ajar 2 yang memiliki warna dominan abu-abu. Buku ajar 3 memuat tentang Bangsa, Negara dan Pancasila. Dan kedua buku lainnya yang berciri khas warna hijau (baik tua maupun muda) memiliki topik utama yaitu Bahasa Indonesia.
Pada makalah ini, saya akan mencoba untuk mereview kembali apa yang sudah kami pelajari di kelas dengan buku ajar 1 sebagai pedoman utama, yakni Kekuatan dan Keutamaan Karakter Filsafat, Logika dan Etika.
Untuk pembahasan buku ajar 1 ini saya akan menuliskan sedikit pengertian masing-masing sub bahasan, kemudian setelah itu saya akan menghubungkan sub bahasan tersebut dengan berbagai film yang sudah kami tonton sebelumnya.

2.     Isi
Pada bab pertama di buku ajar 1 dibahas mengenai kekuatan dan keutamaan karakter. Di bab ini, kami kemudian diinstruksikan untuk mencari tokoh pahlawan yang dianggap memiliki jiwa kepemimpinan dan karakter yang kuat. Waktu itu saya memilih Bung Karno sebagai seorang figur yang memiliki sifat tersebut. Ada beberapa alasan mengapa kami memilih Bung Karno, yakni karena Bung Karno sebagai salah satu tokoh utama dalam perjuangan Indonesia lepas dari cengkeraman penjajah memiliki beberapa aksi heroik yang disajikan di literature sejarah kemerdekaan Indonesia. Salah satu contoh ketika Bung Karno beberapa kali diasingkan di tempat terpencil, namun hal tersebut tidak menyurutkan tekad beliau untuk memerdekakan Indonesia.  Berarti dalam diri Bung Karno terdapat karakter yang kuat dan sikap ksatriaan yang merupakan salah dua sifat-sifat yang merupakan cerminan sebagai kekuatan dan keutamaan karakter.
Selain memiliki karakter yang kuat dan sikap kesatriaan, Bung Karno juga di kenal sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi dan kebijaksanaan seperti tercantum dalam kriteria karakter yang kuat. Hal itu tercermin ketika Bung Karno seringkali pergi ke perpustakaan untuk membaca buku-buku sembari melanjutkan perjuangannya dalam memerdekakan bangsa ini.
Lalu kita beralih ke bab dua yang membahas tentang dasar-dasar filsafat. Terdapat tiga poin utama dalam pembahasan filsafat, yakni etika, epistemologi dan logika. Film The Social Network menjadi suatu objek yang digunakan untuk mengaitkan materi di bab ini. Film ini menceritakan perjalanan Mark Zuckeberg ketika mendirikan situs jejaring sosial yang kita kenal dengan nama Facebook.
Jika merujuk pada alur film tersebut, tersirat bahwa kesuksesan Mark saat ini juga diawali dengan perjuangan yang berliku-liku. Misalnya ketika Mark dituduh oleh rekan kerjanya bahwa Mark telah melanggar peraturan kampus dan juga mencuri idenya sehingga Mark menghabiskan banyak waktu dan biaya dalam proses pengadilan. Namun, Mark juga bisa kita sebut berpikir filsafati, karena dia telah melihat peluang kecil yang membuat dia terpikir untuk membuat jejaring sosial yang dapat menghubungkan teman-teman di kampusnya. Disisi lain, ada satu point dari sifat filsafati yang dilanggar oleh Mark. Yakni etika, yak karena dalam film tersebut ditayangkan bagaimana Mark menganggu privasi dari teman wanita di kampusnya dengan memajang foto serta disertai dengan artikel yang memojokan mereka.
Kemudian di bab ketiga buku ajar 1 dibahas mengenai logika dengan film 3 idiots. Dari pengertian logika yang saya pahami dari buku, logika bisa diartikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji prinsip, metode yang benar dan lurus. Nah, dalam film 3 idiots terdapat suatu momen dimana Ranco memiliki pandangan yang sesuai dengan apa yang terjadi di dunia ini, yakni “jadikanlah hobimu menjadi pekerjaanmu, maka bekerja seperti bermain”. Kenapa saya bisa bilang pernyataan itu sesuai dengan kaidah yang berlaku di kehidupan kita? Karena apapun aktifitas yang kita lakukan jika kita tidak terbebani maka kita tidak akan mengeluh jika menghadapi kesulitan atau cobaan.  Nah, dalam film itu juga dicuplikan beberapa teman sekampus Ranco yang bunuh diri akibat mengalami stress.
Belum lagi ketika rekan Ranco, yakni Farhan yang memiliki hobi sebagai fotografer tetapi sempat ditolak oleh ayahnya. Namun, berkat penjelasan dari Farhan yang merasa bahwa fotografer adalah profesi yang memberikan kepuasan batin bagi dirinya, maka ayahnya pun setuju dengan keinginan anaknya tersebut.
Lalu, ada etika yang merupakan penutup dari buku yang berwarna kuning yang menjadi warna dominan di covernya. Dalam bagian ini terdapat dua film yang menjadi penunjang kami untuk mengelaborasi materi ini, yakni Ma Malind Su Hilang dan Alangkah Lucunya Negeri Ini.
Pengertian singkat dari etika dalah merupakan perilaku tentang baik dan buruk dan mengatur secara filosofis bagaimana cara kita bertindak. Ketika saya melihat kedua film tersebut, secara garis besar bahwa perilaku orang-orang pendatang di pulau Papua melanggar etika yang kita sudah pahami bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya dalam film Ma Malind Su Hilang terdapat perusahaan (Medco) yang dengan semena-mena merusak hutan yang menjadi penyangga hidup dari warga lokal. Ya, rakyat lokal Papua masih cukup bergantung terhadap hasil alamnya, mulai dari memenuhi kebutuhan makanan pokok seperti sagu, hingga untuk menghilangkan dahaga, mereka tinggal menyibak air di sungai atau danau tanpa harus diolah terlebih dahulu. Akibat dari ekspansi bisnis Medco serta disertai tindakan yang tidak bersahabat dengan lingkungan, maka warga lokal benar-benar kebingungan untuk menghadapi situasi ini. Jika hal itu bisa ditukar dengan terjaminnya warga lokal untuk bekerja di posisi yang baik mungkin masih bisa diterima, tetapi pada kenyataanya warga lokal hanya menjadi pekerja kasar di perusahaan tersebut. Sudah tidak bisa dipungkiri jika apa yang dilakukan Medco melanggar etika.
Di film yang kedua, yang berjudul Alangkah Lucunya Negeri Ini juga dikaitkan dengan etika. Film ini juga mengandung unsur dilema bagi para tokoh-tokoh  yang ada di dalam film tersebut.
Mulai dari tokoh utamanya, yaitu Muluk yang merupakan sarjana manajemen yang masih berstatus sebagai pengangguran. Lalu tiba-tiba dia memiliki ide untuk mengajak bos dari para maling untuk bekerja sama. Tujuan dari Muluk sebenarnya sangat mulia, yakni untuk merubah anak-anak jalanan yang saat ini menjadi maling di pasar, sekolah maupun transportasi umum menjadi pedagang asongan. Namun, si Muluk butuh bantuan dari teman-temannya untuk mencapai misi tersebut. Yang pertama ada Samsul, dia merupakan sarjana pendidikan yang kesehariannya bermain gaple di poskamling. Disini dia akan mengajarkan anak-anak jalanan itu tentang pendidikan. Lalu yang kedua ada Pipit. Dia menjadi pengajar spiritual, sebelumnya Pipit seringkali mengikuti kuis berhadiah di televisi.
Awalnya memang tidak mudah bagi mereka bertiga untuk mendidik anak-anak yang sebelumnya tidak pernah menempuh pendidikan (baik umum maupun spiritual) dan juga sudah terbiasa hidup “semau gue”. Namun, berkat keuletan dan ketahanan hati dari mereka, akhirnya anak-anak jalanan didikan mereka sudah berkembang menjadi anak-anak yang lebih baik daripada sebelumnya.
Namun, dilemma ini muncul ketika orang tua Muluk, Pipit, beserta calon mertua Muluk datang ke tempat Muluk dan teman-teman ‘bekerja’. Akhirnya terungkap lah oleh mereka jika Muluk, Pipit dan Samsul mendapatkan uang dari uang yang haram (karena merupakan hasil uang curian). Sehingga hal itu membuat Muluk, Pipit dan Samsul kebingungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan ini. Karena, jika mereka keluar dari pekerjaan itu maka mereka akan kembali menjadi pengangguran.
Namun, jangan lupa bahwa kedatangan mereka ke markas para maling itu bisa diibaratkan sebagai kedatangan ‘malaikat’ penyelamat yang bisa merubah nasib mereka kelak. Dalam sesi akhir film tersebut, beberapa anak berganti profesi yang tadinya merupakan maling di tempat umum menjadi pedagang asongan. Ketika mereka menjajakan dagangan mereka di jalanan ibukota, anak-anak pedagang asongan ini malah dikejar-kejar oleh satpol PP dengan dalih mereka mengganggu ketertiban umum. Di sini juga kita bisa menemukan situasi yang dilematis, kenapa? Karena jika mereka sebagai pedagang asongan saja ditangkap, yang notabene tidak mengambil hak orang lain. Apalagi mereka hidup sebagai maling di tempat-tempat umum? Kesannya mereka itu seperti hidup segan mati tak mau. Padahal di cuplikan terakhir ditampilkan salah satu pasal yang intinya jika setiap warga negara dilindungi oleh negara.

3.     Penutup
Apa yang saya pelajari tentang materi di buku satu ini, seperti Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika dan Etika membuka wawasan tambahan dalam cara pandang saya mengenal kehidupan ini. Misalnya dalam topik yang pertama, yakni karakter. Banyak dari tokoh-tokoh sukses di negara maupun dunia ini yang memiliki karakter yang kuat dan menjadi ciri khas sehingga membuat tokoh-tokoh tersebut sukses hingga menjadi salah satu inspirasi bagi kita semua. Lalu yang kedua ada berpikir secara filsafati, yang menunjukan jika apa yang kita lakukan ini harus sesuai dengan keinginan hati kita yang paling dalam seperti yang dicontohkan dalam film 3 Idiots. Kemudian, Mark Zuckerberg juga mencontohkan cara berpikir logika yang menghantarkannya sebagai anak muda yang sudah menjadi milliarder. Serta yang terakhir terdapat etika. Dalam film yang berlatar di Papua mengingatkan kita jika memang harus ada sesuatu yang dipilih. Misalnya ketika kita ingin mengejar keuntungan secara materi, maka alam lah yang menjadi korban dari usaha kita untuk mendapatkan keuntungan tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar