Sabtu, 31 Desember 2016

Inspirasi 60 tahun Astra: Harmonisasi Langkah Bersama Bangsa




Napak Tilas Perjalanan Astra International

Haloo pembaca yang budiman, seberapa seringkah kita melihat mobil bermerek Toyota atau Daihatsu di jalanan? Bisa dipastikan jawabannya sering dong? Atau mungkin bagi para pembaca yang menggeluti dunia tambang sudah tidak asing lagi dengan alat-alat berat dari United Tractors bukan? Sedikit bergeser ke sektor agribisnis, nama Astra Agro Lestari menjadi salah satu perusahaan terkemuka di bidangnya dan mungkin sebagian dari pembaca juga tidak asing lagi dengan kiprah Bank Permata, selain itu bagi masyarakat yang pernah melakukan pembelian motor secara kredit tidak asing lagi dengan FIF. Sebenarnya masih banyak lagi anak perusahaan dari Astra ini yang jika ditotal semuanya berjumlah sekitar 200 perusahaan (termasuk anak perusahaan, perusahaan asosiasi dan badan hukum yang dikendalikan bersama/jointly controlled entities) dan lebih dari 200.000 tenaga kerja di tahun 2016. Yap, berbagai contoh yang sudah penulis sebutkan merupakan anak perusahaan dari sebuah korporasi lokal bernama PT. Astra International Tbk atau yang seringkali disebut Astra.

Dari banyaknya anak perusahaan Astra yang bergerak di berbagai sektor industri, maka tak heran jika kita memandang bahwa Astra merupakan perusahaan yang sangat besar. Salah satu bukti nyatanya, nilai kapitalisasi pasar Astra mencapai sekitar Rp 300 triliun di tahun 2016 dengan harga saham Rp 8.275 per lembarnya (setelah melakukan pemecahan saham 1:10). Alhasil, saham perusahaan yang berkode “ASII” ini menjadi primadona bagi kalangan investor saham.

Pencapaian yang luar biasa tadi bukan dicapai dengan mudah atau dengan waktu singkat, namun Astra juga melalui berbagai lika-liku kehidupan bisnis hingga bisa menjadi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia saat ini.

Astra lahir pada tahun 1957 oleh William Soeryadjaya. Bisnis awal Astra kala itu adalah distributor minuman ringan dan ekspor komoditas. Selang beberapa tahun kemudian, sektor yang otomotif dirambah oleh Om William dan kolega saat mengerjakan proyek pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan mengimpor truk Amerika.

Pengerjaan proyek Stadion Utama Gelora Bung Karno menjadi titik inti dalam perkembangan perusahaan, selang beberapa tahun kemudian Om William sukses menggandeng Toyota sebagai mitra Astra untuk memasarkan mobil Toyota di Indonesia. Pada tahun 1972, Astra juga kembali berhasil melakukan kerja sama dengan Honda untuk menjual motor Honda di Indonesia. Ekspansi perusahaan tidak berhenti dalam dunia otomotif saja, pasca 2 tahun mendapatkan hak distributor dari Honda, Astra mendirikan perusahaan di bidang alat berat dengan anak perusahaan yang bernama United Tractors. 

Om William, sang pendiri perusahaan memahami bahwa perusahaan tidak bisa sejahtera sendiri, melainkan sejahtera bersama masyarakatnya. Oleh karena itu, Astra mendirikan Yayasan Toyota Astra yang menjadi representatif perusahaan dalam sosial masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan.

Yayasan ini berperan dalam penyediaan beasiswa pelajar ataupun mahasiswa, menyalurkan dana riset serta dana infrastruktur pendidikan.

Roda bisnis Astra yang seperti rantai, saling terhubung antara satu sektor dengan sektor yang lain membuat Astra mendirikan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) di tahun 1980. Inti dari kegiatan yang dilakukan YDBA ini adalah melakukan pengembangan dan pembinaan bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang berkutat pada sektor bahan baku industri.

Dalam kurun waktu 1980 hingga 1982, Astra mendirikan dua perusahaan sekaligus. Yaitu, PT. Raharja Sedaya yang bergerak di sektor pembiayaan dan Astra Agro Lestari di bidang perkebunan kelapa sawit.

Melihat kinerja perusahaan yang ciamik, para pengambil kebijakan Astra semakin mantap untuk mencari dana dari pasar modal. Hal tersebut menjadi kenyataan di tahun 1990 dan karena investor sangat yakin dengan prospek perusahaan ini membuat harga saham di hari pertama naik menjadi Rp. 33.000 per lembar dari harga ketika IPO (intial public offering) pada harga Rp 14.850 per lembar saham.

Namun, sama seperti roda yang berputar yang pada suatu waktu berada di atas dan kemudian berada di bawah. Hal ini juga berlaku terhadap Astra. Bangkrutnya Bank Summa milik keluarga Om William membuat beliau harus melepaskan seluruh saham Astra yang telah ia lahir dan kembangkan guna menutupi kerugian bank tersebut. Krisis moneter di tahun 1998 yang menerjang wilayah Asia menjadi badai yang meluluh lantakkan kegiatan perekonomian (dan berbagai dimensi kehidupan) bangsa Indonesia. Astra yang notabene merupakan perusahaan yang menjanjikan tidak bisa lepas dari bayang-bayang gelap krismon 98.

Dikala kegiatan bisnis sedang mengalami kontraksi berat, nilai rupiah terdepresiasi (melemah) ditambah bunga utang yang meninggi, membuat Astra mengalami kerugian sebesar Rp 3,7 triliun. Alhasil, perusahaan melakukan efisiensi besar-besaran dengan mengurangi tenaga kerja dan menjual beberapa anak perusahaannya seperti PT Berau Coal, PT Astra Micro Technology dan lain-lain.

Paska krisis, Astra melakukan berbagai macam pembenahan, seperti melakukan restrukturisasi utang, merilis mobil tipe terbaru yakni Taruna dan Legenda untuk sepeda motor.

Pembenahan tidak berhenti sampai disitu, pada tahun 2001 Astra berkomitmen untuk menjadi Good Corporate Gobernance (GCG) dengan melakukan pembaharuan Buku Panduan dalam Etika Bisnis dan Etika Kerja.

Selang 6 tahun paska krismon 98, Astra yang melihat pasar mobil telah pulih meluncurkan Toyota Avanza dan Daihatsu Terios yang sampai tulisan ini dibuat kedua merek hasil kolaborasi Toyota, Daihatsu dan Astra masih merajai penjualan mobil di Indonesia.  

Kolaborasi antara ketiga entitas terus berlanjut ketika Astra merilis Toyota Rush dan Daihatsu Terios hingga yang terakhir Toyota Agya dan Daihatsu Ayla yang merupakan mobil yang mengandung mayoritas komponen lokal.

Seperti yang sudah dilakukan Astra di masa lalu ketika ingin mengembangkan kegiatan usaha yang saling berkaitan dengan usaha lainnya, Astra kemudian mendirikan PT Toyota Astra Financial Services pada tahun 2006 untuk pembiayaan mobil serta pembiayaan untuk sepeda motor yakni Federal International Services (FIF).

Vitalnya Peran Om William dalam Membangun Astra

Dari suksesnya sebuah perusahaan, pasti terdapat seseorang yang berada di balik layar. Jika Apple memiliki mendiang Steve Jobs dan Microsoft terdapat Bill Gates, begitu pula dengan Astra yang merupakan hasil binaan dari Om William.

Filosofis Om William dalam menjalankan bisnisnya menjadikan Astra seperti perusahaan yang kita kenal sekarang. Filosofis beliau kemudian diterjemahkan ke dalam Catur Dharma Astra.


Nilai-nilai perusahaan yang diinternalisasikan oleh Om William melekat sangat kuat walau kini sudah tidak dalam kendali beliau lagi karena nilai-nilai perusahaan sudah terpatri dengan baik pada berbagai lapisan manajemen dan karyawan Astra. Sehingga wajar jika Astra menjadi salah satu perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance terbaik di Indonesia yang menerapkan profesionalisme, transparan, hingga membangun SDM yang handal.


Bercermin pada Catur Dharma Astra yang pertama, yakni “menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara” membuat Astra sangat peka terhadap masalah-masalah sosial terutama di bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan dan usaha kecil menengah. Penulis akan menguraikan kontribusi Astra dalam masing-masing sektor CSR (Corporate Social Responbility).

CSR Astra di Bidang Pendidikan

Sudah lazim kita ketahui, bahwa pendidikan merupakan salah satu tools yang dapat digunakan untuk membangun manusia. Karena dengan pendidikan manusia bisa memiliki pengetahuan dan keahlian yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau membuka usaha sendiri.


Pada tahun 2015, Astra melalui berbagai Yayasan yang bergerak khusus di sektor pendidikan melakukan berbagai kegiatan tanggung jawab sosial seperti memberikan beasiswa reguler kepada 2.960 anak sekolah dan 543 mahasiswa serta bantuan biaya peneilitian disertasi. Jika digabung, terdapat 3.518 orang yang menerima manfaat dari kegiatan yang dibawahi oleh Yayasan Toyota dan Astra dengan dana kelolaan Rp 45 miliar.

Pemberian Beasiswa oleh YIA pada Ulang Tahun Fakultas Teknik UI

Kemudian kontribusi Astra bagi bangsa di bidang pendidikan juga dilakukan oleh Yayasan Astra Bina Ilmu yang telah memberikan beasiswa kepada 2.718 mahasiswa Polman Astra sejak tahun 1995 serta total dana pengelolaa sebesar Rp 33, 908 milliar.

Pemberian Beasiswa kepada Salah Satu Mahasiswa Polman

Mengetahui jika inti bisnis Astra adalah di bidang otomotif, membuat Astra juga turut berkontribusi dalam melakukan pendidikan dalam hal berlalu lintas. Kegiatan ini dihandle oleh Yayasan Astra Honda Motor, yayasan yang mengelola dana sosial sebesar Rp 5,16 milliar ini telah memberikan manfaat kepada 1.812 orang di tahun lalu. Selain beasiswa, Yayasan Astra Honda Motor juga memberikan bantuan pembangunan ruang kelas di SMP Fajar Sentosa (Cileungsi) dan perbaikan talud di SDIN Samigaluh (Yogyakarta). Selain itu, yayasan ini juga telah mengadakan training road safety dan mendistribusikan buku panduan safety riding di Bali, Jambi dan Yogyakarta.

Dengan terbatasnya dana pemerintah untuk sektor pendidikan (30 persen dari APBN) tentu membatasi manuver pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas pendidikan yang juga sedikit banyak akan berpengaruh kepada jumlah manusia terdidik di Indonesia. Maka, kehadiran Astra lewat berbagai yayasan dan kegiatannya patut disyukuri dan diapresiasi oleh masyarakat. Selain itu, dari sisi perushaan dengan melakukan kegiatan sosial di bidang pendidikan berarti memenuhi Catur Dharma Astra yang pertama. Karena Astra sadar, dengan meningkatkan taraf pendidikan para penerima beasiswa, maka di masa depan mereka yang saat ini mendapatkan bantuan bisa menyongsong masa depan dengan lebih cerah.

CSR Astra di Bidang Lingkungan

Pada dasarnya, aktifitas ekonomi dengan lingkungan memiliki hubungan yang negatif. Artinya, jika suatu bangsa atau perusahaan ingin mempercepat pertumbuhan ekonominya, maka mau tidak mau lingkungan akan lebih rusak. Begitu pula sebaliknya, jika para pengambil kebijakan sangat concern terhadap lingkungan, maka kegiatan bisnislah yang musti dikurangi. Dari kedua pilihan tersebut, yang terbaik adalah yang seimbang. Ekonomi tumbuh diiringi dengan penjagaan lingkungan.

Dalam skala perusahaan, aktifitas perusahaan juga bisa membawa dampak negatif kepada sekitarnya (dalam kasus ini lingkungan) yang biasa disebut dalam ekonomi sebagai “eksternalitas negatif”. Ada beberapa cara yang bisa diambil untuk meminimalisir dampak negatif ini, misalnya dengan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi pengolahan limbah hingga pengenaan pajak limbah.

Astra, sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia memiliki Astra Green Company  yang menjadi pioneer dalam tanggung jawab perusahaan di bidang lingkungan hidup. Kegiatan yang dilakukan oleh Astra dalam melestarikan lingkungan ialah dengan menanam 550.000 pohon di Eco Edu Forest Bogor dan menanam 26.700 pohon mangrove. Selain itu, sekitar tahun 1960 kala wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta begitu kering, Astra memberikan kontribusi berupa pendanaan sebesar Rp 1,1 milliar kepada UGM untuk merehabilitasi hutan Wanagama. Alhasil, Wanagama dijadikan tempat pendidikan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian dan pengembangan varietas tanaman unggul.
Pada saat ini paradigma pembangunan ekonomi sudah berasaskan pembangunan yang berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan singkatan SDG (Sustainable Development Goals) yang dituju dengan konsep green economy. Untuk di Indonesia sendiri, sejak tahun 2009 dibuat Indeks Sustainable and Responsible Investment (SRI) Kehati yang menjadi indikator 25 perusahaan telah memenuhi pelestarian lingkungan. Astra sendiri lewat anak usahanya di bidang perkebunan kelapa sawit, Astra Agro Lestari (AALI) termasuk ke dalam indeks karena dalam menjalankan aktifitas bisnisnya, AALI juga memperhatikan isu lingkungan. Jika dilihat Astra secara keseluruhan, umumnys perusahaan sudah mengakomodir kepentingan lingkungan dalam menjalankan roda bisnisnya lewat berbagai macam penganugerahaan yang telah didapatnya seperti Proper Biru Hijau, ISO 14001, OHSAS 18001 dan lain-lain.

AALI saat Memperoleh Penghargaan SRI Kehati
CSR Astra di Bidang Kesehatan dan Sosial Keagamaan
Kesehatan menjadi salah satu indikator dasar yang mengukur apakah suatu kehidupan manusia. Dalam pemberdayaan di bidang kesehatan, Astra memiliki tiga jenis CSR. Yakni Posyandu, Mobil Sehat dan donor darah ke PMI.
Pada tahun 2015, Astra mengumpulkan 48.037 kantong darah. Untuk bidang sosial keagamaan, Astra memberikan bantuan kepada 605 anak penerima beasiswa. Selain beasiswa, kegiatan training motivasi, operasional rumah tahfidz, seminar parenting, santunan anak yatim dan dhuafa hingga kajian mungguan dan bulanan menjadi kegiatan Astra di bidang CSR sosial keagamaan.

Acara Seremoni Penerimaan Penghargaan CSR Astra Bersama Gubernur Jawa Barat


CSR Astra di Bidang Income Generating Activities dan Pemberdayaan UKM
Kontribusi UKM dalam pertumbuhan ekonomi nasional tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerjanya, sektor UKM mendominasi serapan tenaga kerja yang ada di Indonesia.
"Jadi kita jangan main-main dengan UMKM. Bahkan, penyerapan tenaga kerja hampir 91 persen di sektor usaha kecil," ujar staf ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Destry Damayanti
Dari fakta di atas, maka pengembangan di sektor ini menjadi alternatif yang baik bagi pemerintah guna mengurangi jumlah pengangguran di pasar kerja. Di sisi lain, Astra juga ikut berkontribusi membantu negara untuk mengembangkan sektor UKM ini. Tanggung jawab perusahaan di bidang ini diemban oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra. Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra yang mengelola dana sosial sebesar Rp 13,084 miliar sepanjang tahun 2015 lalu, yaitu:
-          Membina 8.192 UMKM dan 83 UMKM mandiri
-          Mendirikan 14 Lembaga Pengembangan Bisnis
-          Mendirikan 10 Lembanga Keuangan Mikro
-          Mengadakan 99 pelatihan
-          Pendampingan 114 UMKM
-          Memfasilitasi akses pemasaran kepada 254 UMKM
-          Memfasilitasi akses pembiayaan kepada 64 UMKM
-          Menyerap 61.385 tenaga kerja


YDBA Nyalakan Api Perdana Biogas di Kalimantan Selatan 
Penutup 
Dari uraian di atas kita secara individu bisa belajar banyak dari cerita tentang Astra International. Mulai dari awal mula serta jatuh bangunnya perjalanan Astra International hingga menjadi perusahaan besar saat ini, keuletan dan kegigihan sang pendiri perusahaan Om William dalam membangun Astra yang juga termasuk menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan Om William yang kini menjadi nilai perusahaan yang bernama Catur Dharma. Bahwa, ketika kita berada di posisi bawah roda kehidupan, jangan menyerah, terus bekerja keras dan melakukan norma-norma kebaikan yang berlaku. Lalu, ketika kita berganti posisi menjadi di atas, maka kita juga jangan lupa daratan. Kita tetap memberi kepada pihak yang tidak mampu, menawarkan bantuan apa yang bisa kita bantu.
Intinya, jangan sombong. Astra memang menjadi salah satu besar saat ini, namun hal yang membuatnya lebih bernilai adalah masih diimplementasikannya nilai-nilai Catur Dharma; Menjadi Milik yang Bermanfaat Bagi Bangsa dan Negara, Memberikan Pelayanan Terbaik kepada Pelanggan, Menghargai Individu dan Membina Kerjasama dan Berusaha Mencapai yang Terbaik, walaupun sang pendiri sudah tiada. Dengan begini, saya pribadi yakin jika Astra masih akan tetap ada hingga 1 abad kemudian. Bahkan, dengan ukuran yang lebih besar lagi.

Selamat Ulang Tahun Astra yang ke-60 
Referensi
Laporan Berkelanjutan Sustainability Report 2015
https://www.astra.co.id/

Minggu, 25 Desember 2016

Trisula Satanic Finance yang Menggerogoti Kemakmuran Rakyat (dan Negara)

Terdampar di sebuah Pulau X dengan hanya bermodalkan kapal yang rusak akibat terjangan badai dan pakaian yang Fisher, Budi dan Dimas kenakan membuat mereka kelimpungan. Bagaimana tidak, perjalanan menuju pulau lain dengan harapan bisa menemukan tempat yang lebih baik dari sebelumnya, berubah menjadi nestapa yang seutuhnya.

Life must go on, mereka bertiga kemudian mengelilingi pulau guna mencari sumber potensi yang dapat digunakan untuk setidaknya bertahan hidup. Fisher, yang dulunya seorang nelayan cukup percaya diri jika di laut yang mengelilingi pulau ini terdapat banyak ikan. Kemudian, ketika Fisher sedang sibuk membuat jaring sederhana guna menangkap ikan, Budi dan Dimas pergi ke tengah pulau. Ketika berkeliling, alangkah bersyukurnya mereka bahwa terdapat banyak sumber daya yang terkandung di pulau ini. Alhasil, Budi dengan keahlian sebagai peternak merasa yakin untuk bisa beternak. Dimas juga tidak kalah optimisnya kala mengetahui tanah di sana sangat cocok untuk ditanami berbagai macam jenis buah-buahan dan hasil pertanian. Singkatnya, ada sedikit harapan terpancar kepada mereka dari musibah yang telah dialami.

Pada awalnya, mereka bertiga mengeluarkan segenap kemampuan mereka untuk mendapatkan hasil dari usahanya. Dengan alat pancing sederhana, Fisher rela untuk berjam-jam menangkap ikan di bawah terik sinar matahari walaupun hasilnya tidak sebanyak di masa lalu. Budi masih harus bersabar untuk merasakan hasil dari usaha ternaknya. Hal yang sama dialami oleh Dimas, yang harus menunggu waktu yang cukup lama untuk menanti hasil panennya. Segala kebutuhan dasar mereka bertiga (seperti makan, tempat tinggal dan pakaian) dikerjakan secara gotong royong. Membuat pakaian serta membangun tempat tinggal dibuat ala kadarnya ketika mereka ada waktu senggang dari aktivitas utamanya masing-masing.

Seiring berjalannya waktu, hasil dari pertanian yang ditekuni oleh Dimas bisa dinikmati. Selain itu, Budi juga bisa menghasilkan output yang menjanjikan dari sektor peternakan. Demikian juga dengan Fisher yang mampu meng-upgrade peralatan memancingnya sehingga mampu menangkap ikan lebih banyak dari sebelumnya. Singkat cerita, berkat usaha yang gigih dari mereka, membuat kehidupan ekonominya lebih baik daripada saat pertama kali menginjakan kaki di pulau asing ini. Segala kebutuhan yang diperlukan untuk hidup sehari-hari sudah dapat terpenuhi dengan baik dan bahkan terdapat kelebihan produksi, sebagian darinya kemudian disimpan dan sebagian yang lain dijadikan barter. Namun, ketika melakukan transaksi barter, terdapat banyak hambatan. Seperti dalam setiap transaksinya, nilai barang yang ditukarkan belum tentu nilainya setara. Nilai satu ekor ikan belum tentu sama dengan nilai 10 apel bukan?

“Hei Dim,, aku ingin memakan buah, dan kebetulan kamu sedang panen apel. Bagaimana jika 10 apel ini aku ambil dengan memberikan 2 ekor ikan ini kepadamu?” Tawar Fisher kepada Dimas.

“2 ekor ikan terlalu sedikit jika dibandingkan dengan 10 apelku ini. Bagaimana kalau kamu memberikan 5 ekor ikan, baru aku mau menukarkan apel ini denganmu.” Dimas membantah tawaran awal Fisher.

*Kemudian negosiasi terus berlanjut..........

Belum lagi jika di antara mereka tidak membutuhkan barang yang tersedia untuk di barter atau sebaliknya, tidak ada barang yang diinginkan dalam transaksi barter.

“Aku punya 1 ekor ayam, bagaimana jika kau memberikan 2 ekor ikanmu itu kepadaku?” Tanya Budi kepada Fisher.

“Maaf Bud, tetapi aku tidak mau memakan ayam hari ini.” Tolak Fisher atas penawaran dari Budi.
“Lagipula, aku saat ini menginginkan bebek dibandingkan dengan ayam untuk makan malamku nanti. Jika kau memiliki seekor bebek, maka aku mau menukarkannya dengan kedua ikanku ini.” Fisher balik bertanya kepada Budi.

“Bebek yang ada saat ini belum bisa untuk aku tukarkan, karena masih diperlukan sebagai induk.” Pupuslah sudah negosiasi antara Fisher dan Budi ini.

Tetapi, dari berbagai macam constrain (keterbatasan) yang mereka hadapi, mereka sadar jika setidaknya mereka bisa bertahan hidup yang awalnya dipandang sebagai sesuatu yang hampir mustahil.  Sehingga, mereka tetap mengandalkan barter sebagai cara untuk bertransaksi.

Boleh dibilang jika mereka “lebih kaya” (jika dibandingkan dengan titik awal cerita ini) jika dinilai dari sisi keberadaan barang-barang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti makanan, rumah dan lain-lain. Tanpa dibantu dengan adanya bank, uang kertas ataupun sistem keuangan yang rumit.

Apa yang menjadi batu sandungan kecil saat melakukan transaksi barter ternyata semakin pelik. Tidak adanya satuan ukur untuk menilai sebuah barang cukup menyulitkan mereka. Hingga pada akhirnya, datanglah seseorang dengan kapalnya yang kemudian berlabuh di pantai pulau asing tersebut. Tak ayal, Fisher, Budi dan Dimas menyambut orang baru ini dengan suka cita. Karena dianggap sebagai sang penyelamat yang terdeskripsikan dalam doa mereka. Sambil memohon bantuan atas kesulitan yang dihadapi, mereka kemudian menceritakan ini kepada pendatang baru yang dikenal sebagai Bobby.

“Baik, saya mengerti masalah yang kalian alami beberapa waktu belakangan ini. Kebetulan, saya memiliki sebuah benda yang mampu menjadi solusi atas permasalahan kalian.” Bobby langsung paham inti masalah dari tiga kawanan yang terdampar di pulau ini, mungkin juga karena faktor latar belakang pendidikan di bidang ekonomi yang ditempuhnya.

“Benda apa yang Anda maksud Bob?” Tanya Fisher penasaran dengan benda tersebut.

Kemudian, Bobby kembali naik ke kapalnya dan turun dengan membawa satu dirigen dan sebuah mesin cetak.

Dengan benda inilah, persoalan kalian akan terselesaikan” Jawab Bobby dengan menunjuk benda di dalam dirigen yang diketahui sebagai emas.

Berarti, mulai saat ini kita akan menggunakan emas untuk membeli sesuatu?” Tanya Budi kepada Bobby dengan antusiasnya.

“Tentu tidak, emas ini akan aku simpan di tempat yang aman. Sebagai gantinya, aku akan membuat secarik kertas bermotif menarik yang mewakili emas di dirigen ini.” Sanggah Bobby atas pertanyaan Budi.

Kalian tidak perlu khawatir, jumlah emas di dalam sini cukup bagi kalian semua untuk melakukan kegiatan ekonomi sehari-hari.” Ucap Bobby sembari meyakinkan mereka semua.

“Lalu, kira-kira berapa nilai yang kalian hasilkan dari memproduksi semua barang ini?” Bobby bertanya.

“Kurang lebih sekitar Rp 600.” Sahut Fisher setelah berdiskusi dengan Budi dan Dimas.

Tidak lama kemudian, Bobby menuju mesin cetaknya dan kemudian mencetak uang hingga mencapai Rp 600. Setelah itu, kemudian dibagikan kepada mereka bertiga secara rata.

“Potongan kertas ini mulai saat ini bisa digunakan untuk pembayaran, sehingga kalian tidak perlu melakukan barter lagi.” Jelas Bobby saat membagikan kertas yang berfungsi sebagai alat pembayaran yang baru.

“Tetapi, karena uang kertas ini dibuat oleh saya, maka sayalah yang menjadi pemiliknya. Namun jangan khawatir, aku bersedia untuk meminjamkan uang ini kepada kalian dan pada saat kalian mengembalikan uang ini, kalian harus membayar biaya sewa uang ini (atau yang saat ini kita kenal dengan bunga) sebesar 10% dari total pinjaman kamu.” Bobby memberikan penjelasan tambahan kepada mereka.

Baiklah kalau begitu Bobby.” Sahut ketiga orang tersebut.

Karena bisnis tetaplah bisnis, jika bagi kalian yang gagal dalam membayar utang kepadaku, maka aku berhak untuk mengambil alih harta kalian.” Kata Bobby tentang mekanisme peminjaman uang ini.

Di dalam pikiran Fisher, Budi dan Dimas masa depan akan semakin cerah lagi. Karena transaksi kini akan semakin mudah dan tidak perlu mengalami masalah saat menggunakan skema barter. Di sisi lain, Bobby juga bahagia bukan kepalang, mengingat dia hanya dengan mencetak kertas bergambar namun bisa mendapatkan barang-barang yang ia butuhkan di pulau itu (ketika mereka gagal melunasi pinjaman mereka. Dan memang Budi dan kawan-kawan sengaja di desain untuk tidak bisa membayar utang-utangnya).

Fisher, Budi dan Dimas merasakan betapa mudahnya bertransaksi dengan menggunakan uang kertas ini, tidak ada lagi perdebatan sengit seperti saat melakukan barter dulu. Perekonomian berputar secara cepat dan Bobby melihat ini sebagai peluang yang tepat. Sehingga, kemudian Bobby menelepon 2 kawannya yang merupakan seorang bankir di luar pulau untuk mengunjungi pulau X.

Setelah beberapa lama kemudian, datanglah kedua kawannya ini yang bernama Bobo dan Bubu. Saudara kembar yang dikenal sebagai pebankir handal dari negeri asalnya. Kemudian, mereka bertemu kepada Bobby untuk membangun struktur finansial yang lebih kompleks daripada saat ini.

Pendek cerita, saudara kembar ini mendirikan bank yang dinamai Bank BB yang fungsi dasarnya adalah sebagai tempat penyimpanan uang dan peminjaman (serta pembayaran) utang. Bank BB mengawali perjalanan usahanya dengan modal sebesar Rp 400. Antusiasme Fisher, Dimas dan Budi yang belum padam usai mendapatkan solusi alternatif alat pembayaran, kemudian ditambah lagi dengan disediakannya tempat penyimpanan dan peminjaman uang, membuat 3 sekawan yang berpendidikan rendah ini kesulitan tidur beberapa hari kemudian karena saking girangnya dengan diperkenalkannya sistem keuangan yang membawa banyak manfaat.

***

Masa tempo peminjaman ketiga sekawan tersebut sudah hampir usai. Berarti, mereka harus membayar utang pokok dan bunganya sebesar masing-masing Rp 220. Padahal, uang yang dibuat oleh Bobby secara keseluruhan hanya sebesar Rp 600. Sehingga, terjadi kekurangan suplai uang sebesar Rp 60 guna melunasi utangnya. Nasib Fisher kurang beruntung jika dibandingkan dengan yang lain, dia tidak memiliki uang yang cukup guna melunasi utangnya kepada Bobby. Fisher pun memohon kepada Bobby untuk menangguhkan pembayarannya, beruntung sang Bankir sedang berbaik hati, lalu mengiyakan permintaanya.

Karena merasa ditipu dengan sistem ini, 3 sekawan marah kepada Bobby.. Namun, dengan tenangnya Bobby menyuruh mereka untuk meminjam uang kembali kepada Bank BB. Agar uang ini masih tetap beredar di tangan tiga orang ini yang digunakan untuk melakukan transaksi dan membayar jumlah (bunga) utang yang memang tidak dicetak oleh Bobby.

Kemudian, para sekawan ini meminjam uang kepada Bank BB. Bank BB juga mengenakan bunga kepada mereka sebesar 10%. Tidak ada pilihan lain bagi mereka, pilihannya ada dua. Pertama, membayar utang kepada Bobby dengan uang pinjaman dari Bank BB atau merelakan aset-aset yang mereka bangun susah payah jatuh ke tangan Bobby. Mereka pun lantas memilih pilihan pertama. Seakan-akan, tiga sekawan ini terjebak dalam lingkaran setan (Satanic Finance) yang pertama dan kedua, yakni uang kertas berbasis utang dan riba.

Konflik antara para sekawan dengan Bobby mereda, kemudian mereka kembali melakukan aktifitas masing-masing. Karena ekonomi masih tumbuh dengan cepat, maka kemudian Budi dan Dimas memiliki uang yang berlebih sebanyak Rp 200 per kepala. Kemudian, mereka menitipkannya di Bank BB. Alhasil, total simpanan Bank BB ini mencapai Rp 800 (Rp 400 merupakan modal Bank BB ditambah dengan simpanan Dimas dan Budi sebesar Rp 400). Sesuai dengan peraturan awal, Bank BB boleh hanya menyisihkan 10% dari total simpanan nasabahnya, angka ini didapat dari pengalaman B bersaudara ini di masa lalu. Kala itu jarang sekali nasabah yang mengambil uangnya dalam jumlah yang banyak. (istilah riilnya adalah Giro Wajib Minimum). Lalu sisanya (90%) dapat dipinjamkan kepada nasabah lain guna mendapatkan profit dari bunga peminjaman uang. Jadi, total uang yang bisa dipinjamkan kepada nasabah lain sebanyak Rp 720 dan simpanan yang ada di bank sebesar Rp 80.
***
Fisher rupanya tak puas dengan produktivitasnya saat ini, dia berniat untuk mempercanggih alat-alat memancing dan kemudian dia memutuskan untuk meminjam uang kepada Bank BB sebesar Rp 300.

Lalu, Dimas yang membutuhkan uang tunai segera menuju Bank BB untuk mengambil seluruh uangnya (sebanyak Rp 200). Karena Bank BB tidak memiliki jumlah uang yang diminta Dimas (bank hanya menyimpan Rp 80), maka Dimas tidak bisa mengambil uangnya. Tak pelak, Bank BB menjadi sasaran kemarahan Dimas yang kemudian diikuti dengan kedua kawan lainnya. Mereka (kembali) merasa dibohongi oleh para bankir namun dengan praktik yang berbeda, kepercayaan mereka kepada bank seketika runtuh. Praktik perbankan ini dalam dunia ekonomi disebut sebagai Fractional Reserve Banking (Satanic Finance nomor 3).

Akhirnya, ketiga sekawan ini sudah muak dengan permainan yang dibawa oleh para bankir ini, mereka kemudian diusir dari Pulau X dan para tiga sekawan kembali menata kehidupan ekonominya tanpa para bankir. Walaupun terasa berat pada awalnya ketika mereka harus kembali menggunakan barter dalam setiap transaksi. Namun karena mereka merasakan pedihnya menggunakan sistem tersebut, maka mereka menjalaninya dengan tabah.

*The End*

Sikap yang diambil oleh para 3 sekawan tersebut sangatlah tepat, karena mereka keluar dari jeratan perbudakan yang dialaminya sepanjang para bankir datang ke Pulau X. Tetapi, solusi yang dilakukan oleh ketiga sekawan tersebut memang agak kurang memiliki inovasi. Mereka hanya melakukan apa yang pernah mereka lakukan sebelum adanya perbudakan. Hal ini dirasa wajar, karena mereka bukanlah orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Apa yang dilakukan oleh para bankir di masa lalu saat tinggal di Pulau X:
  1. ·        Fiat Money berbasis utang
  2. ·         Riba  
  3. ·         Fractional Reserve Banking

Yang memang secara jelas dilarang dalam kitab suci Agama Islam, Al-Quran.
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” QS: Al-Baqarah 276
Dalam Islam, riba walaupun sedikit kadarnya tetaplah dilarang. Beberapa ahli seperti Bernard Lietaer dan Tarek el-Diwany mengklasifikasikan dampak utama dari praktik riba dalam perekonomian:
1.      Riba mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang tidak ada ujungnya walaupun standar hidup masyarakat tetap konstan
2.      Riba mendorong kompetisi yang sangat ketat sesama pelaku ekonomi
3.      Riba juga membuat harta hanya berputar di tangan-tangan kelompok minoritas yang dominan dari kelompok mayoritas.
Untuk mengukur sektor moneter dengan sektor riilnya, rumus kuantitas uang Irving Fisher dapat menjelaskan fenomena ini dengan baik:
M x V = P x Q

- M = Jumlah uang yang beredar                                - V = Kecepatan peredaran uang
- P = Harga dari suatu barang                                     - Q = Kuantitas barang dan jasa

Dalam persamaan di atas, maka ketika sayap kiri (M x V) jumlahnya naik, maka harus diikuti oleh sayap kanan (P x T). Begitu pula sebaliknya. Ketika trisula satanic finance berlaku, maka kecenderungan jumlah M meningkat sangat lah mungkin, bahkan harus (dalam cerita tadi, 3 sekawan harus berhutang jika ingin melunasi utang pokok beserta bunganya). Jika tidak, maka sistem tidak akan jalan seperti cerita di atas, dimana Bobby menjadi sasaran amarah parah tiga sekawan.


Islam mengenalkan konsep uang dengan menggunakan Dinar dan Dirham. Kedua benda tersebut (emas dan perak) merupakan sesuatu yang tidak mudah dibuat dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga, jika dimasukkan dalam persamaan Fisher di atas, jumlah M tidak meningkat secara drastis. Maka, ketika sektor riil berkembang, Islam sangat menekankan sekali agar harta tidak hanya dikuasai atau beredar di golongan minoritas. Sehingga percepatan perputaran uang juga semakin tinggi karena ruas kanan (M.V) harus sama dengan ruas kanan (P.T). Akibatnya, poin ketiga dari efek utama riba dapat diminimalisir demi kemaslahatan umat. Wallahu’alam