Kamis, 10 November 2016

Pembebasan Tanah yang Menjadi Pengganjal Akselerasi Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Sudah menjadi tanggung jawab dari pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya. Hal ini juga tak luput dari visi misi masa kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang tertuang dalam Nawa Cita dalam poin nomor enam (6) dan tujuh (7).

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Kedua poin di atas sangat berkenaan dengan sektor sosial-ekonomi bangsa Indonesia, sehingga dalam artikel ini (akan) sedikit banyak akan dibahas dengan pendekatan dua disiplin ilmu tersebut.

Untuk mewujudkan kedua misi tersebut, jelas bukanlah sebuah hal yang mudah namun juga tidaklah mustahil. Terdapat banyak instrumen dalam teori ekonomi yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna mempercepat perputaran roda perekonomiannya. Seperti kebijakan moneter (peredaran uang. Namun tugas ini diemban oleh Bank Indonesia) dan juga kebijakan fiskal (lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau biasa kita sebut APBN).

Wacana yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK bukanlah hanya angin surga belaka, tetapi dituangkan dalam kebijakan strategis APBN 2016. Dimana dalam APBN 2016 yang dapat diakses di situs Kementrian Keuangan terpampang jelas tujuan penggunaan anggaran negara, yakni untuk ”Mempercepat Pembangunan Infrastruktur untuk Memperkuat Pondasi Pembangunan yang Bekualitas".

Sumber: Kementrian Keuangan

Lewat APBN, pemerintah bisa menjadi motor pembangunan infrastruktur nasional. Mengapa alokasi anggaran untuk infrastruktur begitu penting, dan bahkan alokasi anggaran untuk infrastruktur tahun 2016 melonjak drastis hingga mencapai 300 triliun (Kemenkeu). Karena pembangunan infrastrukur merupakan salah satu jalan bagi pemerintah (dimanapun) untuk  memacu pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat dari segi mikro, maka ketersediaan infrastruktur dapat mengurangi biaya produksi, bayangkan betapa mubazirnya ongkos transportasi jika untuk mencapai suatu daerah (yang terpencil dan minim fasilitas infrastruktur) harus memakan waktu yang lama dan dibutuhkan usaha yang lebih keras. 

Pertamina saat Menyalurkan BBM ke Pedalaman Papua
Sumber: Detik.com
Contoh nyatanya adalah ketika Pertamina mendistribusikan bahan bakar minyak ke pelosok Papua. Bahkan Pertamina harus rela mengeluarkan biaya tambahan Rp 30.000 untuk setiap liter bensin yang diantarnya. Sehingga contoh ini menjadi bukti konkrit jika dengan minimnya infrastruktur maka akan ada kecenderungan untuk menambah biaya produksi yang dalam kasus lain lazimnya “beban tambahan” distribusi tersebut akan diakumulasikan pada harga jual, sehingga harga jual di pasaran akan jauh lebih mahal. Pada akhirnya, bagaimana suatu produsen bisa bersaing secara kompetitif dengan barang-barang impor sambil mematok harga jual yang mahal?

Kemudian, jika dilihat dari cakupan yang lebih luas lagi, pembangunan infrastruktur kemudian bisa meningkatkan produktifitas dari perusahaan. Sehingga akibatnya jelas, perusahaan yang efisien dapat bersaing dalam persaingan pasar global ini.

Pembangunan infrastruktur tidak hanya menawarkan itu saja, tetapi disi lain dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia yang dapat terwujud karena makin meningkatnya akses lapangan kerja serta peningkatan nilai pendapatan dan konsumsi.

Pengalaman Berharga dari Negeri Sakura

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, jika peran pemerintah dalam melakukan percepatan perekonomiannya merupakan hal yang lumrah dilakukan di berbagai negara, salah satu negara yang patut diteladani adalah Jepang.

Paska perang dunia kedua, pemerintah Jepang memiliki peran yang dominan dalam pembangunan perekonominya. Dimana pemerintah Jepang di zaman Meiji terlibat secara masif dalam menyediakan segala fasilitas umum seperti pembangunan jalan kereta api, telekomunikasi dan yang lainnya, sehingga hal tersebut membuat pemerintah Jepang harus menyediakan modal yang relatif cukup besar. Sembari membangun berbagai macam fasilitas publik, pemerintah Jepang juga mempelopori industrialisasi dimana pabrik-pabrik yang mendapatkan transfer teknologi dari barat diserahkan oleh pihak swasta.

Hasil pembangunan infrastruktur dan industri yang dimana terdapat peran vital dari pemerintah Jepang terlihat pada tahun 90an. Dimana pada saat itu Jepang menjadi kekuatan ekonomi baru di dunia dan juga berstatus sebagai negara kaya jika diukur dengan menggunakan metode Produk Domestik Bruto.

Hambatan dalam Pembangunan Infrastruktur

Indonesia kala melihat kisah keberhasilan Jepang dalam perekonominya lewat pembangunan yang menyeluruh pastinya akan memiliki tendensi untuk mengikuti jejak yang sama. Namun, apakah hal tersebut relatif mudah dilakukan seperti membalikan telapak tangan? Tentu tidak.

Masalah yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia dalam mempercepat pembangunan infrastrukturnya cukup beragam. Namun, salah satu yang paling memberatkan adalah masalah pembebasan lahan.

Persoalan ini merupakan hal yang sangat klasik. Karena dalam banyak proyek yang dibuat pemerintah seringkali terjadi permasalahan pembebasan lahan. Lahan yang negara kita miliki padahal merupakan anugerah dari Tuhan yang juga tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 ayat 3 yang intinya adalah dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Tetapi, tanah malah menjadi sumber masalah yang cukup pelik ketika pembangunan dilakukan secara intensif dan tentu saja membutuhkan lahan sebagai tempat untuk membangun fasilitas infrastruktur.
Warga Depok Menuntut Ganti Rugi Tanah yang Layak.
Sumber: viva.co.id

Jika dirunut lebih dalam lagi, persoalan ganti rugi tanah menjadi salah satu faktor penyebab rumitnya pembebasan lahan untuk pembangunan. Sehingga seringkali hal tersebut menyebabkan terjadinya sengketa tanah. 

Sebuah tanah yang diketahui akan dibangun infrastruktur seringkali menjadi bahan spekulasi dari para pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab guna memanfaatkan kebutuhan mendesak dari pihak yang membangun infrastruktur dengan cara menaikan harga tanah yang diluar nalar. Hal ini dapat digolongkan sebagai faktor eksternal, yang berarti harga tanah dipengaruhi oleh tindakan manusia.


Mafia Tanah. Sumber: tataruangpertanahan.com



Di sisi lain, faktor internal yang dapat mempengaruhi harga tanah adalah ciri yang alami seperti lokasi kondisi geografis, daya dukung tanah serta kondisi fisik lainnya. 

Solusi atas Permasalahan

Kejadian di atas kemungkinan dapat dicegah dengan perencanaan tata guna tanah yang bisa mengantisipasi sejak awal kepentingan pemerintah pusat maupun daerah dalam pemnbangunan infrastruktur. 

Dalam Peraturan Pemertintah No. 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, penatagunaan tanah adalah pemanfaatan, pengolahan dan penguasaan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyaraakt secara adil.

Sehingga, dalam PP ini Pemerintah dapat melakukan pembangunan yang sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).  Selain itu, maka dapat dilakukan kegiatan inventarisasi kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang pada akhirnya akan menghasilkan peta kepemilikan tanah di masyarakat. Dengan mengetahui itu, maka pemerintah bisa gerak cepat untuk menaksir harga dan pihak-pihak mana saja yang tanahnya akan dibebaskan. Sehingga praktik calo dapat diminimalisir.

Kemudian, solusi selanjutnya adalah dengan mengadakan bank tanah. Prinsipnya sama dengan bank konvensional yang seringkali kita jumpai, yakni bank tanah menghimpun tanah dari masyarakat dan juga tanah negara yang menganggur untuk kemudian didistribusikan kembali sesuai dengan rancangan penggunaan tanah sehingga tanah bisa menjadi lebih produktif. 


Bank Tanah. Sumber: Jokopedia

Solusi ini juga sama-sama mengatasi mafia calo. Mengapa demikian? Karena dengan adanya bank tanah ini bisa dengan jelas diketahui pihak-pihak yang memiliki tanah dan juga bank tanah-lah yang kemudian langsung menjadi distributor kepada pihak lain yang ingin memanfaatkan tanah tersebut. 

Artikel ini dilombakan dalam GPR Blog Competition

Tidak ada komentar:

Posting Komentar