Senin, 17 Agustus 2015

Menelisik Reshuflle Kabinet Kerja Jokowi-JK

Di tengah perekonomian Indonesia yang lesu darah, Presiden Joko Widodo memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan reshuffle kabinet untuk yang pertama kali pada susunan Kabinet Kerja. Soal pergantian kabinet pasti terselip harapan dari Presiden maupun rakyat untuk membawa perubahan (di bidang ekonomi khususnya) yang lebih baik.

Ada 4 wajah baru yang muncul di Kabinet Kerja, yakni Darmin Nasution yang menjadi Menko Bidang Perekonomian menggantikan posisi Sofyan Djalil. Lalu ada Rizal Ramli menggusur posisi Indroyono Soesilo dari jabatan Menko Kemaritiman. Selanjutnya, Tedjo Edhy Purdjianto yang digantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan RI. Dan yang terakhir muncul nama Thomas Lembong yang usianya masih tergolong muda menjadi Menteri Perdagangan menggusur Rachmat Gobel.

Tantangan yang dihadapi oleh menteri baru ini tidaklah mudah, bahkan sangat rumit. Sudah diawali dengan kondisi ekonomi Indonesia yang menurun, ditambah dengan kondisi ekonomi global yang gonjang-ganjing tak menentu akibat manuver China yang mendevaluasi nilai tukar Yuan di pasar valas yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi currency war antarnegara di dunia.

Di tengah penurunan nilai mata uang Yuan yang dilakukan pemerintah China, pasti akan memengaruhi negara-negara berorientasi ekspor seperti Uni Eropa yang perkonomiannya belum pulih benar, lalu Amerika Serikat yang juga akan kena getah dengan kebijakan China tersebut. Dan negara-negara lain di belahan dunia (termasuk Indonesia) juga akan dibanjiri oleh produk made in China karena harga produknya lebih murah akibat nilai Yuan yang sengaja dilemahkan.

Itu menjadi keadaan yang kurang bersahabat bagi Indonesia. Untungnya para menteri baru ini merupakan orang yang memiliki pengalaman yang tidak bisa dibilang sedikit, mulai dari Menko Perekonomian Darmin Nasution sudah malang melintang menjabat di posisi strategis di bidang ekonomi, seperti Gubernur Bank Indonesia, Dirjen Pajak, hingga di Kementrian Keuangan.

Lalu Menko Kemaritiman Rizal Ramli juga pernah menjadi Menteri Keuangan di era Presiden Abdurrahman Wahid. Sementara, Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang sebelumnya malang melintang di bidang keuangan, seperti Deutsche Bank, Morgan Stanley hingga menjadi Kepala DIvisi di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dengan kondisi ekonomi yang penuh dengan instabilitas, para menteri baru ini diyakini memiliki kompetensi yang cukup untuk menghadapi gejolak ekonomi. Tidak hanya sebagai individu, tetapi juga sebagai tim kabinet yang kompak. Hal yang tidak terlalu terlihat dari Kabinet Kerja sebelum ini.

Namun, kompetensi para menteri baru juga harus diuji ketika perekonomian Indonesia dihantam dari sektor eksternal dan juga digerogoti dari dalam negeri sendiri.

Masalah internal tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di kuartal hanya di angka 4,67 persen. Lebih rendah jika dibandingkan kuartal pertama tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi bisalah menjadi indikator mudah kinerja dari menteri terutama di bidang ekonomi.
Besaran konsumsi masyarakat yang menurun dan juga harga komoditas ekspor yang anjlok menjadi masalah untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Disaat seperti ini, belanja pemerintahlah yang menjadi harapan besar untuk mendongkrak ekonomi.

Jika dilihat dari faktor eksternal, langkah Tiongkok yang memperlemah mata uangnya mengejutkan banyak pihak di dunia. Karena banyak yang terpaku dengan kapan The Fed akan menaikan suku bunga yang rencananya akan dilakukan pada bulan September. Sehingga, agak sulit melihat The Fed akan menaikan suku bunganya, karena Amerika Serikat akan kembali tertahan ekonominya diakibatkan ekspor barang Amerika Serikat yang akan menurun karena barang-barang dari China makin murah. Hal yang sama juga berlaku pada negara lainnya.

Singkat kata, menteri (di bidang ekonomi) menghadapi situasi yang tidak mengenakan. Butuh terobosan-terobosan yang mampu meredam gejolak ekonomi Indonesia. Membuat target-target yang agak realistis sehingga masih bisa dipercaya pelaku pasar.

Waktu yang bisa menjawab bagaimana menteri-menteri ekonomi baru ini bisa tanggap dan responsif dalam menghadapi pelemahan nilai tukar Rupiah (dan bursa saham) hingga perlambatan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Beralih dari isu ekonomi, terdapat nama Luhut Binsar Pandjaitan yang membawahi bidang politik, hukum dan HAM.
Luhut merupakan salah satu anggota 'Trio Singa' selain Rini Soemarmo yang menjadi Menteri BUMN dan mantan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Istilah 'Trio Macan' merupakan istilah para elite di Koalisi Indonesia Hebat yang konon merupakan orang-orang yang tidak begitu disukai untuk menduduki jabatan dan juga merupakan orang kepercayaan Jokowi di istana. Maklum, Rini dan Andi adalah orang yang berperan aktif di tim transisi dulu, begitu juga dengan Luhut Pandjaitan yang merupakan penasihat di tim transisi dan mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar.

Sebelum menjadi Menkopolhukam, Luhut mengisi jabatan sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Memang bukan termasuk kedalam jajaran anggota kabinet menteri, tetapi wewenang dan kekuasaan Luhut juga sangat kuat. Bagaimana tidak, ada empat tugas dan fungsi yang dijalankan Luhut ketika mejadi kepala staf , yaitu:
- Memastikan program prioritas nasional dilaksanakan sesuai visi-misi Presiden
- Menyelesaikan hambatan-hambatan pelaksanaan program-program prioritas
- Percepatan program prioritas
- Memantau perkembangan program-program prioritas.

Wewenang Kepala Staf Kepresidenan juga sempat dikritik oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Mungki nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada intansi lagi yang bisa mengoordinasi pemerintahan, berlebihan nanti, kalau berlebihan bisa simpang siur,'' kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Rabu (4/3/2015).

Adanya tambahan struktur baru dalam lingkungan Presiden sendiri juga memperkeruh hubungan Presiden dengan Wakilnya. Belum lagi, Luhut yang pernah menjabat disana (sekarang Menkopolhukan) juga di cap sebagai Trio Macan oleh KIH. Akankah langkah Presiden Jokowi untuk menaruh orang-orang kepercayaannya di kabinet untuk membantu membela dirinya ditengah terjangan kritik kepada Presiden yang intensitasnya juga tidak kunjung surut? Atau memang, ini sebagai 'perlawanan' Jokowi kepada elit KIH agar menyiratkan bahwa seorang Jokowi tidak mudah disetir oleh atasannya di partai? Mengingat, posisi Jokowi di PDIP hanyalah sebagai anggota, dan hal itu sering diutarakan oleh Megawati di berbagai kesempatan bahwa anggota partai harus menurut kepada partai.

Menarik untuk dilihat perkembangan aungan Trio Macan dengan elit KIH, selain tentunya kinerja para menteri baru di bidang ekonomi