Senin, 24 Oktober 2016

Menyingkap Peluang Indonesia Sebagai Pemain Utama Mutiara Laut Selatan di Kancah Dunia Internasional



Negara yang dilintasi oleh garis ekuator, diapit oleh dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) dan dua benua (benua Asia dan benua Australia), belum lagi panjang dari barat ke timur yang sekitar 4.500 km dan 2.000 km untuk jarak dari utara ke selatan dan juga garis pantai terpanjang di dunia (95.181 km) tak heran membuat Indonesia menjadi negara yang sangat kaya akan biodiversitas lautnya, seperti ikan, terumbu karang, hingga tiram.

Tiram merupakan penghasil mutiara, salah satu perhiasan yang nilainya sangat tinggi bahkan sejak zaman mulainya peradaban manusia yang direpresentasikan pada masa Mesopotamia, Babylonia, Kerajaan Mesir, hingga China 3000 tahun sebelum masehi. Kemudian mutiara menjadi simbol ‘kelas elit’ di masa kerajaan Romawi, karena hanya orang-orang yang memiliki kualifikasi tertentu saja (orang kaya dan penguasa) yang boleh memakai perhiasan mutiara.

Jadi, tentu selayaknya kita bangga karena Indonesia menjadi negara yang menjadi pembuat mutiara laut selatan terbesar di dunia. Karena barang ini merupakan sesuatu yang sangat berharga. Tetapi, apakah kita semua sudah tahu dan paham seberapa berharganya mutiara ini? Dan seberapa vital dampak dari Indonesia sebagai pemain utama di pasar mutiara internasional? Dalam tulisan ini saya akan berusaha untuk mengulik jawaban dari kedua pertanyaan tersebut.

Apa itu Mutiara?

Mutiara adalah sebuah bahan yang membentuk lapisan-lapisan dalam cangkang tiram. Kemudian, bahan itu akan membentuk mutiara induk. Jika ada bahan dari mutiara induk yang terlepas, maka bahan itu disebut mutiara. Cakupan warna mutira cukup luas, mulai dari hitam, putih hingga emas. Jika dilihat dari bentuknya, maka yang paling sering dijumpai adalah yang berebentuk bulat, simetris (bentuk buah pir) dan baraque (bentuk bangunan mutiara abstrak, terdapat tonjolan di sana0sini dan tidak simetris. Biasanya ditemukan di mutiara alami). Umumnya berat mutiara diukur dengan carat, grain dan momme. Selain itu, untuk mengukur dengan berat biasanya dilakukan untuk pembelian dengan jumlah yang banyak, sehingga mayoritas mutiara budidaya diukur dengan ukuran milimeter selain karena faktor kualitas lainnya.

1 carat = 4 grain = 200 miligram = 1/5 gram
1 grain = ¼ carat = 50miligram = 1/20 gram
1 momme = 18.75 carat = 3.750 miligram = 3.75 gram

Mutiara. Sumber: news.kkp.go.id

Nah, secara umum mutiara terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah “aragonite” yang merupakan beberapa lapisan mineral yang mengandung kalsium karbonat dan bagian lain adalah zat perekat “chonchiolin” yang menahan aragonite di dalam mutiara. Karena aragonite merupakan zat yang setengah tembus cahaya, maka zat inilah yang menyebabkan mutiara tampak bersinar.

Kedua zat yang terkandung di dalam mutiara

Kita sudah tahu bagian-bagian di dalam mutiara secara sederhana, lalu bagaimana dengan proses pembuatan mutiara itu sendiri?


Proses Pembentukan Mutiara

Pada tahap awal, terjadi proses biomineralisasi yang berarti masuknya zat asing seperti sebutir pasir, benda asing ini akan merangsang sekresi getah nakreas. Kemudian getah ini akan membentuk lapisan nakreas yang akan membungkus butiran pasir sehingga butiran pasir ini akan tergulung oleh jaringan mantel dan berbentuk bulat. Hingga beberapa waktu, terbentuk butiran pasir yang terbentuk oleh lapisan nakreas yang kemudian disebut mutiara.

Nahh, itu sekilas mengenai apa itu mutiara. Tadi sudah sempat disinggung di awal jika Indonesia mejadi produsen mutiara terbesar di dunia. Lalu seperti apa sih model tiram yang menjadikan Indonesia di posisi yang cukup terpandang di dunia internasional?

Ternyata, tiram tersebut adalah tiram jenis Pinctada Maxima yang merupakan satu-satunya jenis tiram yang meghasilkan mutiara laut selatan yang juga dikenal sebagai mutiara yang memiliki kelas tinggi. Selain Pinctada Maxima, Indonesia juga memiliki jenis-jenis tiram mutiara lainnya, seperti Pinctada Margaritifera, Pinctada Fucata, Pinctada Chemnitzi dan Pteria Penguin. Namun dari banyaknya jenis tiram yang dimiliki Indonesia, tiram Pinctada Maxima merupakan jenis tiram yang paling terkenal dan berharga dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Perairan Indonesia merupakan tempat yang sangat cocok untuk membudidayakan tiram jenis itu, mengapa? Ini dia faktor-faktornya:

1.      Sirkulasi air di lautan Indonesia sangat baik, sehingga pertumbuhan plankton dan zooplankton sebagai makanan kerang tersedia cukup melimpah.
2.      Arus air dan angin yang tenang dan terhindar dari gelombang dan angin musim.
3.      Bebas dari pencemaran atau polusi.
4.      Dasar perairan yang terletak di pulau-pulau kecil serta memiliki karang dan berpasir cocok untuk dijadikan tempat budidaya tiram.
5.      Suhu yang baik untuk tiram berkisar antara 25-30 derajat celcius dan suhu air 27-31 derajat celcius alias sangat cocok jika dengan keadaan suhu di Indonesia. Apabila terjadi perubahan suhu yang signifikan, maka akan mengakibatkan kematian tiram karena suhu air dan udara akan memengaruhi pola metabolisme.

Ternyata untuk membudidayakan mutiara jenis Pinctada Maxima juga butuh kondisi-kondisi tertentu yaa.. Sehingga hanya negara-negara tertentu saja yang mampu memproduksi mutiara laut selatan. Selain Indonesia, ada negara-negara lain yang juga berperan sebagai produsen mutiara laut selatan, yaitu:

1.      Australia’
2.      Filipina
3.      Thailand
4.      Myanmar
dan
5.      Vietnam

Dari list negara di atas juga menunjukan jika Pinctada Maxima merupakan aset yang berharga bagi negara-negara ekuator di kawasan Asia Tenggara dan Australia, karena jenis tiram yang menghasilkan mutiara kelas asat hanya cocok dengan iklim negara-negara tersebut.

Mungkin ada yang masih belum mengerti kenapa mutiara laut selatan ditempatkan sangat istimewa di dunia permutiaraan internasional? Untuk lebih jelasnya, mungkin infografis di bawah ini dapat menjelaskan fenomena tersebut.

Indonesian South Sea Pearls

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, jika mutiara laut selatan dihasilkan dari tiram Pinctada Maxima yang mayoritasnya diproduksi oleh Indonesia. Tiram ini biasanya hanya menghasilkan 1 butir mutiara dalam waktu yang cukup lama (sekitar 4-6 tahun) sehingga hal ini membuat harganya di pasaran menjadi tinggi, yakni sekitar USD 25- USD 100. Selain itu, kualitas yang terkandung di dalamnya juga sudah diakui dunia internasional sebagai mutiara dengan kualitas yang tinggi dan hal ini menyebabkan mutiara laut selatan menjadi populer di dunia internasional.

Jika kita bandingkan dengan mutiara dari negara luar, seperti Chinese Fresh Water Pearls, kualitasnya masih belum bisa menandingi Indonesian South Sea Pearls. Mengapa demikian? Melalui infografis di bawah ini coba saya uraikan hal tersebut sekaligus mengenalkan sekilas apa itu mutiara air tawar China.
Chinese Fresh Water Pearls

Tidak seperti Indonesian South Sea Pearls yang tiramnya hanya mampu memproduksi 1 butir mutiara, mutiara air tawar China dalam sekali budidaya bisa menghasilkan 40 butir mutiara! Sehingga tidak heran jika hukum penawaran berlaku, dimana semakin banyak barang maka akan semakin murah harganya. Mutiara laut selatan Indonesia bisa menjadi mahal karena untuk sekali berproduksi hanya menghasilkan sedikit mutiara.

Selain dari jumlah dan waktu produksi mutiaranya, kualitas yang lebih rendah dari Indonesian South Sea Pearls membuat harga mutiara air tawar China berada di bawah harga dari mutiara yang dihasilkan oleh Pinctada Maxima.

Menelisik Lebih dalam Indonesian South Sea Pearls

Mutiara laut selatan memang merupakan jenis mutiara yang memiliki kualitas terbaik, hal ini bukan asal memberi label kepadanya, melainkan juga melalui serangkaian tahap dan uji kriteria hingga akhirnya bisa menjadi mutiara yang paling berharga di muka bumi ini.

Mutu dari South Sea Pearls

Mutiara yang juga dijuluki sebagai The Queen of Pearls ini umumnya memiliki kilauan yang relatif lebih kuat pancarannya jika dibandingkan dengan mutiara jenis lain, karena memiliki lapisan nacre yang tebal. Permukaan mutiara laut selatan juga relatif bersih dari noda, lubang atau benjolan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari bulat, tidak simetrin, circle. Dan biasanya bentuk bulat menjadi harga yang paling mahal diantara bentuk-bentuk mutiara lainnya.  Jika dilihat dari warna, Australian South Sea Pearls memiliki corak umum bewarna putih. Sedangkan mutiara laut selatan dari Indonesia dan kawasan ASEAN lainnya cenderung bewarna keemasan, walaupun juga ada yang bewarna putih. Yang terakhir, ukuran mutiara laut selatan memiliki ukuran yang relatif lebih besar, berkisar antara 8-22 mm dengan ukuran rata-rata 15 mm. Walaupun tidak jarang ditemukan pula jika terdapat mutiara yang berukuran lebih kecil dari 8 mm.

Perkembangan Bisnis Mutiara di Indonesia

Komoditas mutiara memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan komoditas kelautan lainnya. Karena mutiara merupakan komoditas yang unik dan eksklusif, yang berarti antara satu mutiara dengan mutiara yang lain memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing dan juga suatu jenis mutiara tidak dapat berkembang secara optimal jika tidak pada habitat aslinya.

Mutiara pada dasarnya bisa didapatkan secara alamiah. Namun, berkat kemajuan teknologi saat ini, budidaya mutiara sudah bisa dilakukan. Sehingga meningkatkan nilai produksi serta nilai komersial, selain itu budidaya mutiara itu sendiri dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan devisa negara akibat hasil dari ekspor mutiara. Bagi lingkungan, budidaya ini juga positif karena ekosistem laut yang semakin dijaga demi kelancaran budidaya mutiara itu sendiri.

Jenis tiram Pinctada Maxima Silver dan Pinctada Maxima Gold merupakan produk andalan Indonesia. Jenis tiram ini banyak dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.

Indonesia, seperti sudah disebut di awal, jika memiliki berbagai keuntungan untuk membudidayakan mutiara laut selatan. Sehingga produksi mutiara sepanjang tahun masih bisa berjalan sesuai dengan permintaan mutiara itu sendiri, tidak perlu mengkhwatirkan resiko dari bencana alam.

Secara umum, dalam budidaya mutiara laut selatan Indonesia cukup terkonsentrasi di wilayah timur Indonesia. Berikut daftar wilayah penghasil Indonesian South Sea Pearls:

1.      Papua Barat
2.      Nusa Tenggara Barat
3.      Bali
4.      Nusa Tenggara Timur
5.      Maluku Selatan dan Maluku Utara
6.      Sulawesi (Manado / Bitung / Sulawesi Tengah / Kendari)

Dalam data ekspor mutiara, Jepang menduduki peringkat pertama sebagai destinasi ekspor mutiara laut selatan Indonesia. Hal ini wajar, mengingat saat ini pusat perdagangan mutiara skala internasional masih berada di Jepang dan hampir 80 persen jenis mutiara laut (South Sea Pearls, Black Pearls dan Akoya Pearls) akan singgah di Jepang sebelum di distribusikan ke negara-negara lain. Tetapi, untuk nilai ekspor mutiara ke Jepang sangat fluktuatif. Pada tahun 2005, nilai eskpor mencapai 88 ribu USD. Kemudian setahun berikutnya malah tidak ada satu sen pun dollar yang didapat hasil dari ekspor (BPS, 2007).

Permasalahan Aktual

Ada beberapa masalah yang menyangkut sumber daya yang sangat berharga bagi Indonesia ini. Masalah yang dimaksud dijabarkan pada infografis di bawah ini.

Permasalahan aktual ISSP

Pendapatan warga lokal yang kebanyakan masih berada di kelas menengah ke bawah membuat mereka tidak tertarik kepada mutiara laut selatan Indonesia yang dikenal memiliki harga yang cukup mahal. Maka untuk tetap memenuhi keingiannya memiliki mutiara, mereka lebih memilih mutiara dengan harga yang lebih murah dimana mutiara itu adalah mutiara air tawar China.

Indonesia bukanlah satu-satunya produsen mutiara laut selatan, sehingga harus bersaing untuk memperebutkan market share dari mutiara laut selatan di kancah dunia. Persaingan bisa termasuk dari segi harga, kualitas, hingga pelayanan bagi para konsumen yang membeli langusng di sentra-sentra budidaya mutiara laut selatan.

Sebagai komoditas ekspor (Indonesian South Sea Pearls) yang memegang nilai prestise tinggi, maka membuat negara-negara lain tergiur untuk melabeli mutiara dari Indonesia dengan nama atau produksi lokal negara tersebut. Hal ini diakui oleh Joseph Taylor yang merupakan pelaku di industri mutiara laut selatan saat di wawancara oleh CNN Indonesia. Tentu ini merupakan sebuah kerugian bagi Indonesia karena produk kita diakui secara sepihak oleh negara luar. Sehingga hal ini akan berdampak kepada hilangnya pendapatan potensial yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan budidaya mutiara Indonesia dan jika keadaan lebih buruk lagi, maka pendapatan mereka akan semakin berkurang karena adanya pengurangan ekspor mutiara ke luar negeri akibat adanya pengakuan kepemilikan secara sepihak oleh negara lain.

Selain masalah lisensi, ternyata masalah ekspor yang ilegal menjadi hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam kutipan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti di laman Suara Merdeka di awal tahun, ekspor mutiara yang tercatat hanya 28 juta dolar AS, padahal potensi yang seharusnya di dapat oleh Indonesia bisa mencapai 200 juta - 300 juta dolar AS, karena Indonesia memproduksi 60%-80% South Sea Pearls di dunia. Jika dibandingkan dengan Australia yang hanya meproduksi 13% mutiara laut selatan, maka nilai ekspor Indonesia benar-benar jauh tertinggal, Australia mampu mendapatkan sekitar 122 juta USD. 

Upaya untuk Mengatasi Masalah

Dalam usaha untuk mengatasi masalah yang pertama, yakni masalah kecenderungan warga lokal yang memilih mutiara dari China. Pemerintah tidak mungkin untuk memaksa rakyatnya guna membeli mutiara laut selatan Indonesia, karena tidak terjangkau. Solusi jangka pendeknya adalah pemerintah bekerja sama dengan para pelaku di pasar mutiara untuk memanfaatkan potensi pasar yang terdapat di luar negeri. Sembari menunggu pendapatan warga lokal semakin baik hingga pada akhirnya mampu untuk membeli mutiara Indonesia.

Kemudian untuk masalah yang kedua, pemerintah sebaiknya memberikan semacam lisensi atau sertifikasi sebagai bukti bahwa mutiara yang di ekspor adalah mutiara asli Indonesia. Karena Joseph Taylor menyatakan pada kesempatan yang sama, bahwa eksportir tidak memiliki sertifikasi mengenai mutiara yang di ekspor ini. Sehingga sangat rawan dengan pengakuan sepihak oleh negara lain. Dan pemecahan masalah nomor tiga, pemerintah bisa memberikan berbagai macam insentif seperti bea keluar yang digratiskan atau dengan memberdayakan industri mutiara laut selatan Indonesia dengan berbagai macam pelatihan ataupun juga peningkatan kapasitas produksi sehingga industri mutiara dapat menghasilkan mutiara lebih banyak dan juga berkualitas. Sehingga efek multipliernya adalah pendapatan perusahaan bisa meningkat seiring dengan pemberdayaan yang pemerintah lakukan kepada industri mutiara nusantara.


Upaya Guna Mengatasi Masalah. Grafis: Penulis

Untuk menghadapi masalah pendapatan ekspor yang belum mencapai potensi maksimalnya, pemerintah dalam hal ini Kementrian KKP tidak bisa sendirian, perlu koordinasi dengan lembaga lain seperti PemDa di daerah tempat budidaya South Sea Pearls. Karena, dengan adanya kerjasama yang intensif antara Kementrian KKP dan PemDa maka diharapkan tidak ada lagi kasus kecolongan jumlah produksi mutiara yang kemudian di ekspor. Lalu kerjasama bisa dilakukan dengan Bea Cukai dan Pelabuhan yang menjadi pintu keluar mutiara yang akan di eskpor. Kemudian, untuk memberikan efek jera terhadap eksportir yang nakal, Kementrian KKP menggandeng kepolisian guna menyelidiki dan memberikan hukuman kepada mereka.

Penutup

Mutiara laut selatan adalah salah satu aset yang bernilai sangat tinggi yang dimiliki oleh Indonesia. Sudah sepatutnya jika pemerintah meningkatkan perhatian kepada industri di bidang ini. Salah satu bukti nyatanya adalah Pemerintah (dalam hal ini direpresntasikan oleh Menteri KKP) mengadakan Indonesian Pearl Festival yang ke 6 kalinya. Tujuannya agar Indonesian South Sea Pearls makin dikenal di dunia internasional hingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang dikenal sebagai pemain utama pada bisnis mutiara laut selatan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan devisa negara dari ekspor mutiara laut selatan. Singkatnya, peluang Indonesia untuk menjadi raja mutiara laut selatan bisa semakin diperkukuh!

DAFTAR REFERENSI

- http://www.lesterandbrown.com/cms/project/10-interesting-facts-about-pearls/
- Data dinas perindustrian dan perdagangan NTB
- Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan NTB
- Buku Profil Dinas Kelautan dan Perikanan
- Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab. Lombok Barat
- Indonesian South Sea Pearls by Ministry of Trade of RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar