Minggu, 26 Juni 2016

Strategi Investasi Berbasis Syariah untuk Rumah Masa Depan yang Penuh Berkah

Pembangunan di negeri ini masih akan terus berlangsung seiring dengan berkembangnya perekonomian Indonesia yang berarti akan semakin mengurangi luas lahan-lahan kosong untuk mendirikan tempat tinggal. Kalaupun ada, harganya bisa menjulang tinggi, faktor lokasi dan akses sangat menentukan. Jika ingin mencari yang lebih terjangkau, kita perlu berjalan sedikit keluar dari hiruk pikuk keramaian (baca: perkotaan). Mungkin baik untuk tempat beristirahat, namun perlu dipikirkan lagi jika harus menempuh jarak yang relatif jauh dengan sarana fasilitas publik yang tidak selengkap di perkotaan. Selain itu, belum lagi harga bahan baku pembuatan rumah yang harganya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Ditambah lagi, setiap periode (hampir akan) selalu ada pasangan muda (maupun keluarga yang masih belum memiliki tempat tinggal sendiri) yang membutuhkan tempat tinggal baru untuk membina rumah tangga yang mandiri. Kalau dalam teori ekonomi, jika permintaan naik permintaan akan tempat tinggal) dan penawaran turun (luas lahan untuk mendirikan rumah) maka harga akan naik (faktor-faktor lain dianggap tetap). Pendeknya, harga rumah kemungkinan besar akan selalu meningkat setiap tahunnya. Dan bagi kita, rumah pribadi adalah suatu keinginan (sebenarnya kebutuhan primer jika kita kembali ke masa-masa sekolah dasar dimana ada 3 hal primer yakni sandang, pangan dan papan) yang tentunya ingin dipenuhi di  masa yang akan datang.


Ilustrasi gambar: properti.net


Seberapa pesatkah kenaikan harga rumah di Indonesia, khususnya di perkotaan? Saya mendapatkan data dari HousingEstate yang merupakan portal berita properti di Indonesia bahwa harga rumah di kawasan Cimanggis Depok tipe 36/78 pada tahun 2004 seharga Rp 94 juta dan saat ini mencapai kisaran Rp 590 juta. Kemudian untuk tipe 45/112 yang di tahun 2004 bernilai Rp 125,7 juta sekarang sudah mencapai Rp 700 juta.

Jika kita buat perhitungan pertumbuhan harga rumah di Cimanggis adalah sebesar 1211,11% selama kurang lebih 12 tahun terakhir atau rata-rata mencapai 121,11% per tahun untuk tipe 36/78 dan untuk tipe 45/112 pertumbuhan harganya mencapai 456,88% dalam kurun waktu yang sama dengan sebelumnya (12 tahun terakhir) atau jika dirata-ratakan per tahun menyentuh 45,688 persen.

Wow, saya sempat takjub diiringi rasa keheranan (ditambah sedikit kegetiran) bahwa harga rumah di Kota Depok (yang menjadi tempat tinggal saya saat ini) benar-benar meningkat pesat sekali. Makin kesini, orang-orang membutuhkan uang yang semakin banyak (hanya) untuk mendapatkan rumah dengan ukuran yang sama. Artinya, sama saja dengan nilai uang kita yang terus merosot. Memang, saya baru menjalani 2 semester di salah satu perguruan tinggi negeri yang sama dengan kota tempat saya tinggali, yang artinya saya masih memiliki rentang waktu yang relatif panjang (10 tahun bahkan lebih) untuk mempersiapkan diri (dan materi tentunya) demi menyongsong impian para keluarga di Indonesia (dan juga dunia) yakni memiliki hunian idaman dan nyaman.

Di saat yang sama, saya dan (mungkin) juga anda menyadari bahwa nilai uang yang kita miliki saat ini akan berbeda (baca: menurun) di masa yang akan datang. Dengan 700 juta rupiah sekarang, kita bisa membeli rumah tipe 45/112. Namun, apakah 10 tahun lagi kita bisa mendapatkan rumah yang sama dengan jumlah uang yang tetap? Sulit sekali untuk menjawab “bisa” dengan tren harga perumahan yang selalu naik tiap tahunnya. Atau bahkan sekedar membeli rumah tipe 36/78 pun mungkin juga tak sanggup. Hal ini terjadi akibat dari penurunan nilai uang, kawan.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Depok saja, tetapi juga melanda berbagai kota di Indonesia. Hal ini dicerminkan melalui survey Bank Indonesia terhadap pengembang proyek perumahan atau developer mengenai perkembangan harga perumahan yang dijadikan sampel. Terlihat, bahwa dalam grafik 1 mengenai Indeks Harga Properti selalu mengalami peningkatan, walaupun kecenderungan pertumbuhannya melambat sejak tahun 2014 (digambarkan pada garis berwarna abu-abu.

Sumber: Divisi Statistik Sektor Riil Bank Indonesia Triwulan 1-2016
Kita semua yang berminat untuk memiliki rumah idaman di masa depan, sudah mengetahui dan paham dengan berbagai permasalahan yang ada untuk merealisasikan impian kita. Seperti persoalan lokasi, harga bahan baku dan yang terpenting adalah masalah biaya.

Untuk permasalahan yang pertama, setiap orang memiliki selera dan pandangan masing-masing mengenai lokasi tempat huniannya. Ada yang lebih suka di pusat kota karena dekat dengan tempat kerja dan berbagai fasilitas publik lainnya, selain itu ada yang menganggap tinggal jauh dari hiruk pikuk aktifitas perkotaan sebagai tempat beristirahat yang baik. Tetapi, masalah biaya merupakan persoalan yang umum, artinya semua orang (tidak untuk orang yang mampu secara finansial) mengalami hal ini. Oleh karena itu, bagaimana kiat kita untuk menyiasati permasalahan (dari segi biaya) ini?

Perencanaan Keuangan untuk Rumah Idaman

Penting sekali bagi kita semua yang ingin memiliki rumah idaman di masa depan untuk melakukan perencanaan keuangan sejak dini (jangan pernah merasa terlambat untuk itu, walaupun usia anda sudah menyatakan demikan). Tujuannya apa? Supaya uang yang kita terima tidak bablas begitu saja terutama untuk kebutuhan yang sebenarnya tidaklah terlalu vital.

Secara umum, pengeluaran kita terbagi menjadi empat (tidak selalu, tergantung sudut pandang individu dan keluarga itu sendiri), yakni konsumsi baik untuk kebutuhan individu atau keluarga, menyediakan dana darurat, investasi (yang menjadi topik pembahasan utama artikel ini) dan yang terakhir untuk dana sosial (seperti infaq di masjid atau untuk dana kegiatan sosial yang lain).

Seringkali kebutuhan di lapangan seringkali berbeda dengan anggaran belanja yang sudah kita susun. Misalnya tiba-tiba saja banyak tawaran dari rekan-rekan kita untuk makan atau kongkow di restoran dan kafe (apalagi saat bulan Ramadhan ini dimana tawaran untuk bukber alias buka bersama datang silih berganti), karaokean, menonton bioskop atau sebagainya. Jika kita telaah lebih dalam bahwa aktifitas tersebut berpotensi membuat anggaran pengeluaran jebol, tetapi disisi lain hal tersebut juga merupakan sarana bercengkerama dengan rekan kita, terlebih pada saat acara berbuka puasa bersama yang merupakan salah satu peluang bagi kita untuk bertemu dengan gebetan dan/atau mantan kekasih maksud saya kawan lama yang sudah lama tidak dijumpai. Hehehe..

Kemudian mengapa saya memisahkan dana darurat dengan investasi dalam pengalokasian belanja? Tujuannya agar dana kita bisa difokuskan untuk meraih rumah masa depan kita. Kita tak pernah tau kapan kita sakit sehingga butuh biaya pengobatan (walau mungkin sudah ada yang melakukan tindak preventif lewat pembelian premi asuransi) atau musibah lain yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Ketika hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi dan butuh dana untuk itu, pos dana darurat bisa digunakan. Sehingga tidak mengganggu perjalanan investasi kita.
قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ


Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit.
Dalam surah Yusuf ayat 47, kita sudah dianjurkan untuk “menyisihkan” sebagian dari yang kita hasilkan. Misalnya gaji bulanan (dan jika ada THR bisa menjadi dana tambahan untuk investasi), profit dari usahanya, atau uang saku dalam kasus yang saya alami ini. Pendeknya, kita perlu mengurangi kosumsi kita saat ini demi konsumsi yang nilainya lebih besar (seperti rumah) di masa depan, itulah menabung. Kemudian dari hasil tabungan tersebut kemudian dikembang-biakkan melalui investasi di instrumen keuangan syariah, seperti misalnya di Pasar Modal Syariah. Kenapa instrumen keuangan syariah? Nanti kita akan membahasnya lebih lanjut.

ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.”
Dilanjutkan dengan ayat berikutnya, yakni ayat ke 48 dari surah Yusuf bahwa digambarkan bagaimana kita akan menghadapi masa-masa sulit di masa depan (dimana relevansi dengan kondisi nyata kita sekarang adalah harga-harga rumah yang naik secara konsisten dalam indeks harga rumah yang dibuat oleh Bank Indonesia sebelumnya) dan untuk itu kita akan menggunakan uang yang sebelumnya sudah kita investasikan sejak saat ini.

“Investasi itu ibarat menanam pohon atau tanaman. Kita tanam sekarang, kemudian dirawat semisal diberi pupuk atau pengairan yang cukup. Kemudian di masa panen kita dapat memetik hasil dari tanaman atau pohon yang sudah kita tanam dan rawat sebelumnya.”

Dari kedua ayat tadi menjadi dasar pedoman kita agar diri kita tergerak untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi kenaikan harga rumah di masa depan yang menjadi concern kita untuk mewujudkan impian kita #10TahunLagi.

Strategi Investasi Syariah untuk Meng-gol-kan Rumah Idaman

Ada banyak instrumen investasi yang dapat kita manfaatkan demi mencapai tujuan kita, seperti reksadana, sukuk (obligasi berbasis syariah) hingga saham syariah. Kita akan bahas masing-masing instrument investasi di bawah ini.

Reksadana Syariah

Reksadana merupakan gabungan dari dua konsep, yakni reksa yang berarti pelihara atau jaga dan dana yang berarti merupakan sekumpulan uang. Sehingga jika digabungkan, maka bisa diartikan kumpulan uang yang dipelihara (Asri Sitompul, 2003 hal. 2). Masyarakat yang menempatkan dananya di reksadana akan mendapatkan keuntungan atau kerugian yang tercermin dari Nilai Aktiva Bersih (NAB).

Lantas, apa bedanya reksadana syariah dan reksadana konvensional?

Reksadana konvensional berjalan dengan prinsip-prinsip ekonomi konvensional, yang membolehkan riba. Sehingga sang Manajer Investasi diperbolehkan membeli saham atau obligasi perusahaan yang berbasiskan bunga dalam mendapatkan keuntungan dari aktifitas perusahaan tersebut (seperti bank konvensional, perusahaan leasing, dsb). Selain itu, MI di reksadana konvensional juga boleh menempatkan dana yang dihimpun dari masyarakat di perusahaan yang bergerak di sektor yang diharamkan oleh ajaran syariah (bisnis minum-minuman keras, perjudian, produk yang tidak halal, pornografi dan sebagainya).

Nah, sekarang kita beralih ke reksadana syariah. Reksadana syariah adalah reksadana yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Salah satunya seperti menentang penggunaan riba (seperti yang tercantum di surah Al Baqarah ayat 275).

Ketika saya mencari lebih jauh tentang reksadana, khususnya reksadana syariah, saya mampir sejenak ke situs resmi Otoritas Jasa Keuangan. Disana terdapat data mengenai imbal hasil investasi reksadana (NAB) yang saya tampilkan di bawah ini.

Data Reksadana, Sumber: OJK

Prosentase yang terdapat di tabel merupakan porsi reksadana syariah terhadap total reksadana. Terlihat, bagaimana masih kecilnya porsi reksadana syariah di Indonesia, baik dari jumlah reksadana maupun jumlah NAB.

Sekarang, mari kita lihat pertumbuhan NAB reksadana syariah berdasarkan data dari Direktorat Pasar Modal Syariah – OJK.

Jika kita hitung dari tahun 2010 hingga bulan Mei tahun 2016, maka kita mendapatkan imbal investasi sebesar 82,88% atau sekitar 15,31% dari tahun 2010 hingga bulan Mei 2016 lalu.

Cukup lumayan bisa mendapatkan hasil investasi di kisaran 15% per tahun, jika dibandingkan dengan kita menaruh uang kita di deposito yang hanya mendapatkan bunga 7-8% belum dipotong pajak.

Jika kita bandingkan pertumbuhan NAB reksadana syariah dengan indeks harga perumahan residensial dari tahun 2010 hingga 2016, maka perbandingan pertumbuhannya adalah 81,21% banding 42,67%. Wow, ternyata pertumbuhan NAB reksadana syariah lebih besar 1,9 kali dibanding dengan indeks harga perumahan! Ini menjadi alasan yang cukup kuat bagi kita semua untuk melihat bahwa reksadana syariah merupakan salah satu instrument investasi yang tepat guna mewujudkan keinginan kita (saya untuk rumah berkah) semua #10TahunLagi.

Saham Syariah

Baik, saat ini kita akan membahas instrument investasi yang memiliki karakteristik resiko tinggi dan imbal hasil yang tinggi (high risk high return). Secara singkat, saham merupakan surat berharga tanda kepemilikan perusahaan. Jika kita punya 1 lembar saham di perusahaan A, maka kita merupakan salah satu pemilik dari perusahaan tersebut.

Lalu, bagaimana konsep dari saham syariah ini?

Tidak terlalu berbeda dengan konsep reksadana syariah sebelumnya, bahwa saham syariah merupakan kumpulan perusahaan yang berbasis pada produk yang halal dan tidak bertentangan pada ajaran Islam. Saham syariah yang ada di Indonesia saat ini berjumlah 30 perusahaan. Saham syariah punya indeks tersendiri untuk mengukur peforma dari saham syariah, yakni Jakarta Islamic Index (JII).

Kita sudah melakukan perbandingan antara pertumbuhan NAB reskadana syariah dengan indeks harga perumahan residensial (IHPR) dimana NAB reksadana syariah masih lebih besar 1,9 kali. Lalu, bagaimana kalau kita bandingkan dengan pertumbuhan saham syariah (yang direpresentasikan dengan JII)? Hasilnya adalah 186,27% banding 47,6% alias pertumbuhan JII lebih besar 3,91 kali! Masya Allah, ternyata dengan kita melakukan investasi yang sesuai dengan syariat Islam, hasil yang didapat juga berkah.

Saya sendiri memang tidak memiliki akun saham syariah, namun dalam praktik sehari-hari, saya berusaha untuk berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah (terlebih lagi, saya juga kuliah di jurusan Ekonomi Islam. Jadi antara kegiatan akademis dan dunia nyata harus selaras). Yang paling sering saya lakukan adalah membeli saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Index, walaupun terkadang saya juga pernah bertransaksi dengan saham non syariah.


Email yang Berisi Aktifasi Akun Saham Penulis

Daftar Saham yang Pernah Menjadi Koleksi Penulis

Baik, sekarang waktunya kita melakukan hitung-hitungan mengenai imbal investasi yang kita lakukan di saham syariah. Dengan menggunakan calculatorsite untuk menghitung return investasi yang kita lakukan dan asumsi return investasi saham yang hampir mencapai 25% per tahunnya, maka jika kita melakukan investasi selama 10 tahun, total uang yang kita investasikan hampir mencapai 182 juta rupiah. Jika kita memperpanjang waktu investasi kita selama 20 tahun, maka hasil investasi kita menjadi 1,8 milliar rupiah. 

Year
Year Deposits
Year Return
Total Deposits
Total Interest
Balance

1
3,600,000.00
1,720,894.33
8,600,000.00
1,720,894.33
10,320,894.33
2
3,600,000.00
3,051,117.91
12,200,000.00
4,772,012.23
16,972,012.23
3
3,600,000.00
4,713,897.38
15,800,000.00
9,485,909.62
25,285,909.62
4
3,600,000.00
6,792,371.73
19,400,000.00
16,278,281.35
35,678,281.35
5
3,600,000.00
9,390,464.66
23,000,000.00
25,668,746.01
48,668,746.01
6
3,600,000.00
12,638,080.83
26,600,000.00
38,306,826.84
64,906,826.84
7
3,600,000.00
16,697,601.04
30,200,000.00
55,004,427.87
85,204,427.87
8
3,600,000.00
21,772,001.29
33,800,000.00
76,776,429.17
110,576,429.17
9
3,600,000.00
28,115,001.62
37,400,000.00
104,891,430.79
142,291,430.79
10
3,600,000.00
36,043,752.02
41,000,000.00
140,935,182.81
181,935,182.81
Base Amount : Rp 5.000.000
Return Rate: 25%
Time : 10 Years

Lima juta merupakan setoran awal saya saat membuka rekening saham. Kemudian, dalam setiap bulan saya menyisihkan di awal 300 ribu dari uang saku yang diberikan oleh orang tua saya guna menambah investasi saya di saham. Namun, terkadang saya juga sesekali menyetorkan uang lebih dan disaat saya membutuhkan tambahan uang, saya menarik saldo dari rekening saham. Yap, seperti itulah kegiatan investasiku di pasar saham dalam kurun dua tahun terakhir secara garis besarnya.

Walaupun harga rumah juga memiliki kecenderungan untuk naik dan uang investasi kita (mungkin) tidak mencukupi untuk membeli rumah secara tunai, kita bisa menggunakan akad pembelian rumah dengan bank syariah, sehingga uang tersebut bisa dijadikan uang muka dan untuk cicilan tiap bulan bisa menggunakan pendapatan dari gaji kita.

Penutup

Kita sudah membahas dua instrumen investasi berbasis syariah, yakni reksadana syariah dan saham syariah. Tadinya, saya juga ingin membahas sukuk. Tetapi, karena keterbatasan tempat maka saya tidak membahasnya kali ini.

Kesimpulan yang bisa kita tarik adalah, baik reksadana syariah maupun saham syariah bisa menjadi instrumen investasi guna mencapai impian kita untuk rumah idaman yang berkah di masa depan. Reksadana syariah tumbuh 1,9 kali lebih besar dibandingkan indeks harga perumahan, lebih lagi saham syariah yang pertumbuhannya nyaris 4 kali dari pertumbuhan indeks harga perumahan.

Kita sudah berada di jalur yang tepat untuk berusaha mewujudkan impian kita di masa depan. Jika kita mau belajar lebih dalam mengenai investasi terutama di bidang syariah, memiliki niat dan terus berdoa untuk mencapai tujuan kita dengan investasi yang berkah ini, Insya Allah kita diberi kemudahan oleh Allah SWT demi mewujudkan keinginan kita semua. Aamiin..

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS Al Insyirah 94:5-6)