Minggu, 25 Desember 2016

Trisula Satanic Finance yang Menggerogoti Kemakmuran Rakyat (dan Negara)

Terdampar di sebuah Pulau X dengan hanya bermodalkan kapal yang rusak akibat terjangan badai dan pakaian yang Fisher, Budi dan Dimas kenakan membuat mereka kelimpungan. Bagaimana tidak, perjalanan menuju pulau lain dengan harapan bisa menemukan tempat yang lebih baik dari sebelumnya, berubah menjadi nestapa yang seutuhnya.

Life must go on, mereka bertiga kemudian mengelilingi pulau guna mencari sumber potensi yang dapat digunakan untuk setidaknya bertahan hidup. Fisher, yang dulunya seorang nelayan cukup percaya diri jika di laut yang mengelilingi pulau ini terdapat banyak ikan. Kemudian, ketika Fisher sedang sibuk membuat jaring sederhana guna menangkap ikan, Budi dan Dimas pergi ke tengah pulau. Ketika berkeliling, alangkah bersyukurnya mereka bahwa terdapat banyak sumber daya yang terkandung di pulau ini. Alhasil, Budi dengan keahlian sebagai peternak merasa yakin untuk bisa beternak. Dimas juga tidak kalah optimisnya kala mengetahui tanah di sana sangat cocok untuk ditanami berbagai macam jenis buah-buahan dan hasil pertanian. Singkatnya, ada sedikit harapan terpancar kepada mereka dari musibah yang telah dialami.

Pada awalnya, mereka bertiga mengeluarkan segenap kemampuan mereka untuk mendapatkan hasil dari usahanya. Dengan alat pancing sederhana, Fisher rela untuk berjam-jam menangkap ikan di bawah terik sinar matahari walaupun hasilnya tidak sebanyak di masa lalu. Budi masih harus bersabar untuk merasakan hasil dari usaha ternaknya. Hal yang sama dialami oleh Dimas, yang harus menunggu waktu yang cukup lama untuk menanti hasil panennya. Segala kebutuhan dasar mereka bertiga (seperti makan, tempat tinggal dan pakaian) dikerjakan secara gotong royong. Membuat pakaian serta membangun tempat tinggal dibuat ala kadarnya ketika mereka ada waktu senggang dari aktivitas utamanya masing-masing.

Seiring berjalannya waktu, hasil dari pertanian yang ditekuni oleh Dimas bisa dinikmati. Selain itu, Budi juga bisa menghasilkan output yang menjanjikan dari sektor peternakan. Demikian juga dengan Fisher yang mampu meng-upgrade peralatan memancingnya sehingga mampu menangkap ikan lebih banyak dari sebelumnya. Singkat cerita, berkat usaha yang gigih dari mereka, membuat kehidupan ekonominya lebih baik daripada saat pertama kali menginjakan kaki di pulau asing ini. Segala kebutuhan yang diperlukan untuk hidup sehari-hari sudah dapat terpenuhi dengan baik dan bahkan terdapat kelebihan produksi, sebagian darinya kemudian disimpan dan sebagian yang lain dijadikan barter. Namun, ketika melakukan transaksi barter, terdapat banyak hambatan. Seperti dalam setiap transaksinya, nilai barang yang ditukarkan belum tentu nilainya setara. Nilai satu ekor ikan belum tentu sama dengan nilai 10 apel bukan?

“Hei Dim,, aku ingin memakan buah, dan kebetulan kamu sedang panen apel. Bagaimana jika 10 apel ini aku ambil dengan memberikan 2 ekor ikan ini kepadamu?” Tawar Fisher kepada Dimas.

“2 ekor ikan terlalu sedikit jika dibandingkan dengan 10 apelku ini. Bagaimana kalau kamu memberikan 5 ekor ikan, baru aku mau menukarkan apel ini denganmu.” Dimas membantah tawaran awal Fisher.

*Kemudian negosiasi terus berlanjut..........

Belum lagi jika di antara mereka tidak membutuhkan barang yang tersedia untuk di barter atau sebaliknya, tidak ada barang yang diinginkan dalam transaksi barter.

“Aku punya 1 ekor ayam, bagaimana jika kau memberikan 2 ekor ikanmu itu kepadaku?” Tanya Budi kepada Fisher.

“Maaf Bud, tetapi aku tidak mau memakan ayam hari ini.” Tolak Fisher atas penawaran dari Budi.
“Lagipula, aku saat ini menginginkan bebek dibandingkan dengan ayam untuk makan malamku nanti. Jika kau memiliki seekor bebek, maka aku mau menukarkannya dengan kedua ikanku ini.” Fisher balik bertanya kepada Budi.

“Bebek yang ada saat ini belum bisa untuk aku tukarkan, karena masih diperlukan sebagai induk.” Pupuslah sudah negosiasi antara Fisher dan Budi ini.

Tetapi, dari berbagai macam constrain (keterbatasan) yang mereka hadapi, mereka sadar jika setidaknya mereka bisa bertahan hidup yang awalnya dipandang sebagai sesuatu yang hampir mustahil.  Sehingga, mereka tetap mengandalkan barter sebagai cara untuk bertransaksi.

Boleh dibilang jika mereka “lebih kaya” (jika dibandingkan dengan titik awal cerita ini) jika dinilai dari sisi keberadaan barang-barang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti makanan, rumah dan lain-lain. Tanpa dibantu dengan adanya bank, uang kertas ataupun sistem keuangan yang rumit.

Apa yang menjadi batu sandungan kecil saat melakukan transaksi barter ternyata semakin pelik. Tidak adanya satuan ukur untuk menilai sebuah barang cukup menyulitkan mereka. Hingga pada akhirnya, datanglah seseorang dengan kapalnya yang kemudian berlabuh di pantai pulau asing tersebut. Tak ayal, Fisher, Budi dan Dimas menyambut orang baru ini dengan suka cita. Karena dianggap sebagai sang penyelamat yang terdeskripsikan dalam doa mereka. Sambil memohon bantuan atas kesulitan yang dihadapi, mereka kemudian menceritakan ini kepada pendatang baru yang dikenal sebagai Bobby.

“Baik, saya mengerti masalah yang kalian alami beberapa waktu belakangan ini. Kebetulan, saya memiliki sebuah benda yang mampu menjadi solusi atas permasalahan kalian.” Bobby langsung paham inti masalah dari tiga kawanan yang terdampar di pulau ini, mungkin juga karena faktor latar belakang pendidikan di bidang ekonomi yang ditempuhnya.

“Benda apa yang Anda maksud Bob?” Tanya Fisher penasaran dengan benda tersebut.

Kemudian, Bobby kembali naik ke kapalnya dan turun dengan membawa satu dirigen dan sebuah mesin cetak.

Dengan benda inilah, persoalan kalian akan terselesaikan” Jawab Bobby dengan menunjuk benda di dalam dirigen yang diketahui sebagai emas.

Berarti, mulai saat ini kita akan menggunakan emas untuk membeli sesuatu?” Tanya Budi kepada Bobby dengan antusiasnya.

“Tentu tidak, emas ini akan aku simpan di tempat yang aman. Sebagai gantinya, aku akan membuat secarik kertas bermotif menarik yang mewakili emas di dirigen ini.” Sanggah Bobby atas pertanyaan Budi.

Kalian tidak perlu khawatir, jumlah emas di dalam sini cukup bagi kalian semua untuk melakukan kegiatan ekonomi sehari-hari.” Ucap Bobby sembari meyakinkan mereka semua.

“Lalu, kira-kira berapa nilai yang kalian hasilkan dari memproduksi semua barang ini?” Bobby bertanya.

“Kurang lebih sekitar Rp 600.” Sahut Fisher setelah berdiskusi dengan Budi dan Dimas.

Tidak lama kemudian, Bobby menuju mesin cetaknya dan kemudian mencetak uang hingga mencapai Rp 600. Setelah itu, kemudian dibagikan kepada mereka bertiga secara rata.

“Potongan kertas ini mulai saat ini bisa digunakan untuk pembayaran, sehingga kalian tidak perlu melakukan barter lagi.” Jelas Bobby saat membagikan kertas yang berfungsi sebagai alat pembayaran yang baru.

“Tetapi, karena uang kertas ini dibuat oleh saya, maka sayalah yang menjadi pemiliknya. Namun jangan khawatir, aku bersedia untuk meminjamkan uang ini kepada kalian dan pada saat kalian mengembalikan uang ini, kalian harus membayar biaya sewa uang ini (atau yang saat ini kita kenal dengan bunga) sebesar 10% dari total pinjaman kamu.” Bobby memberikan penjelasan tambahan kepada mereka.

Baiklah kalau begitu Bobby.” Sahut ketiga orang tersebut.

Karena bisnis tetaplah bisnis, jika bagi kalian yang gagal dalam membayar utang kepadaku, maka aku berhak untuk mengambil alih harta kalian.” Kata Bobby tentang mekanisme peminjaman uang ini.

Di dalam pikiran Fisher, Budi dan Dimas masa depan akan semakin cerah lagi. Karena transaksi kini akan semakin mudah dan tidak perlu mengalami masalah saat menggunakan skema barter. Di sisi lain, Bobby juga bahagia bukan kepalang, mengingat dia hanya dengan mencetak kertas bergambar namun bisa mendapatkan barang-barang yang ia butuhkan di pulau itu (ketika mereka gagal melunasi pinjaman mereka. Dan memang Budi dan kawan-kawan sengaja di desain untuk tidak bisa membayar utang-utangnya).

Fisher, Budi dan Dimas merasakan betapa mudahnya bertransaksi dengan menggunakan uang kertas ini, tidak ada lagi perdebatan sengit seperti saat melakukan barter dulu. Perekonomian berputar secara cepat dan Bobby melihat ini sebagai peluang yang tepat. Sehingga, kemudian Bobby menelepon 2 kawannya yang merupakan seorang bankir di luar pulau untuk mengunjungi pulau X.

Setelah beberapa lama kemudian, datanglah kedua kawannya ini yang bernama Bobo dan Bubu. Saudara kembar yang dikenal sebagai pebankir handal dari negeri asalnya. Kemudian, mereka bertemu kepada Bobby untuk membangun struktur finansial yang lebih kompleks daripada saat ini.

Pendek cerita, saudara kembar ini mendirikan bank yang dinamai Bank BB yang fungsi dasarnya adalah sebagai tempat penyimpanan uang dan peminjaman (serta pembayaran) utang. Bank BB mengawali perjalanan usahanya dengan modal sebesar Rp 400. Antusiasme Fisher, Dimas dan Budi yang belum padam usai mendapatkan solusi alternatif alat pembayaran, kemudian ditambah lagi dengan disediakannya tempat penyimpanan dan peminjaman uang, membuat 3 sekawan yang berpendidikan rendah ini kesulitan tidur beberapa hari kemudian karena saking girangnya dengan diperkenalkannya sistem keuangan yang membawa banyak manfaat.

***

Masa tempo peminjaman ketiga sekawan tersebut sudah hampir usai. Berarti, mereka harus membayar utang pokok dan bunganya sebesar masing-masing Rp 220. Padahal, uang yang dibuat oleh Bobby secara keseluruhan hanya sebesar Rp 600. Sehingga, terjadi kekurangan suplai uang sebesar Rp 60 guna melunasi utangnya. Nasib Fisher kurang beruntung jika dibandingkan dengan yang lain, dia tidak memiliki uang yang cukup guna melunasi utangnya kepada Bobby. Fisher pun memohon kepada Bobby untuk menangguhkan pembayarannya, beruntung sang Bankir sedang berbaik hati, lalu mengiyakan permintaanya.

Karena merasa ditipu dengan sistem ini, 3 sekawan marah kepada Bobby.. Namun, dengan tenangnya Bobby menyuruh mereka untuk meminjam uang kembali kepada Bank BB. Agar uang ini masih tetap beredar di tangan tiga orang ini yang digunakan untuk melakukan transaksi dan membayar jumlah (bunga) utang yang memang tidak dicetak oleh Bobby.

Kemudian, para sekawan ini meminjam uang kepada Bank BB. Bank BB juga mengenakan bunga kepada mereka sebesar 10%. Tidak ada pilihan lain bagi mereka, pilihannya ada dua. Pertama, membayar utang kepada Bobby dengan uang pinjaman dari Bank BB atau merelakan aset-aset yang mereka bangun susah payah jatuh ke tangan Bobby. Mereka pun lantas memilih pilihan pertama. Seakan-akan, tiga sekawan ini terjebak dalam lingkaran setan (Satanic Finance) yang pertama dan kedua, yakni uang kertas berbasis utang dan riba.

Konflik antara para sekawan dengan Bobby mereda, kemudian mereka kembali melakukan aktifitas masing-masing. Karena ekonomi masih tumbuh dengan cepat, maka kemudian Budi dan Dimas memiliki uang yang berlebih sebanyak Rp 200 per kepala. Kemudian, mereka menitipkannya di Bank BB. Alhasil, total simpanan Bank BB ini mencapai Rp 800 (Rp 400 merupakan modal Bank BB ditambah dengan simpanan Dimas dan Budi sebesar Rp 400). Sesuai dengan peraturan awal, Bank BB boleh hanya menyisihkan 10% dari total simpanan nasabahnya, angka ini didapat dari pengalaman B bersaudara ini di masa lalu. Kala itu jarang sekali nasabah yang mengambil uangnya dalam jumlah yang banyak. (istilah riilnya adalah Giro Wajib Minimum). Lalu sisanya (90%) dapat dipinjamkan kepada nasabah lain guna mendapatkan profit dari bunga peminjaman uang. Jadi, total uang yang bisa dipinjamkan kepada nasabah lain sebanyak Rp 720 dan simpanan yang ada di bank sebesar Rp 80.
***
Fisher rupanya tak puas dengan produktivitasnya saat ini, dia berniat untuk mempercanggih alat-alat memancing dan kemudian dia memutuskan untuk meminjam uang kepada Bank BB sebesar Rp 300.

Lalu, Dimas yang membutuhkan uang tunai segera menuju Bank BB untuk mengambil seluruh uangnya (sebanyak Rp 200). Karena Bank BB tidak memiliki jumlah uang yang diminta Dimas (bank hanya menyimpan Rp 80), maka Dimas tidak bisa mengambil uangnya. Tak pelak, Bank BB menjadi sasaran kemarahan Dimas yang kemudian diikuti dengan kedua kawan lainnya. Mereka (kembali) merasa dibohongi oleh para bankir namun dengan praktik yang berbeda, kepercayaan mereka kepada bank seketika runtuh. Praktik perbankan ini dalam dunia ekonomi disebut sebagai Fractional Reserve Banking (Satanic Finance nomor 3).

Akhirnya, ketiga sekawan ini sudah muak dengan permainan yang dibawa oleh para bankir ini, mereka kemudian diusir dari Pulau X dan para tiga sekawan kembali menata kehidupan ekonominya tanpa para bankir. Walaupun terasa berat pada awalnya ketika mereka harus kembali menggunakan barter dalam setiap transaksi. Namun karena mereka merasakan pedihnya menggunakan sistem tersebut, maka mereka menjalaninya dengan tabah.

*The End*

Sikap yang diambil oleh para 3 sekawan tersebut sangatlah tepat, karena mereka keluar dari jeratan perbudakan yang dialaminya sepanjang para bankir datang ke Pulau X. Tetapi, solusi yang dilakukan oleh ketiga sekawan tersebut memang agak kurang memiliki inovasi. Mereka hanya melakukan apa yang pernah mereka lakukan sebelum adanya perbudakan. Hal ini dirasa wajar, karena mereka bukanlah orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Apa yang dilakukan oleh para bankir di masa lalu saat tinggal di Pulau X:
  1. ·        Fiat Money berbasis utang
  2. ·         Riba  
  3. ·         Fractional Reserve Banking

Yang memang secara jelas dilarang dalam kitab suci Agama Islam, Al-Quran.
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” QS: Al-Baqarah 276
Dalam Islam, riba walaupun sedikit kadarnya tetaplah dilarang. Beberapa ahli seperti Bernard Lietaer dan Tarek el-Diwany mengklasifikasikan dampak utama dari praktik riba dalam perekonomian:
1.      Riba mensyaratkan pertumbuhan ekonomi yang tidak ada ujungnya walaupun standar hidup masyarakat tetap konstan
2.      Riba mendorong kompetisi yang sangat ketat sesama pelaku ekonomi
3.      Riba juga membuat harta hanya berputar di tangan-tangan kelompok minoritas yang dominan dari kelompok mayoritas.
Untuk mengukur sektor moneter dengan sektor riilnya, rumus kuantitas uang Irving Fisher dapat menjelaskan fenomena ini dengan baik:
M x V = P x Q

- M = Jumlah uang yang beredar                                - V = Kecepatan peredaran uang
- P = Harga dari suatu barang                                     - Q = Kuantitas barang dan jasa

Dalam persamaan di atas, maka ketika sayap kiri (M x V) jumlahnya naik, maka harus diikuti oleh sayap kanan (P x T). Begitu pula sebaliknya. Ketika trisula satanic finance berlaku, maka kecenderungan jumlah M meningkat sangat lah mungkin, bahkan harus (dalam cerita tadi, 3 sekawan harus berhutang jika ingin melunasi utang pokok beserta bunganya). Jika tidak, maka sistem tidak akan jalan seperti cerita di atas, dimana Bobby menjadi sasaran amarah parah tiga sekawan.


Islam mengenalkan konsep uang dengan menggunakan Dinar dan Dirham. Kedua benda tersebut (emas dan perak) merupakan sesuatu yang tidak mudah dibuat dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga, jika dimasukkan dalam persamaan Fisher di atas, jumlah M tidak meningkat secara drastis. Maka, ketika sektor riil berkembang, Islam sangat menekankan sekali agar harta tidak hanya dikuasai atau beredar di golongan minoritas. Sehingga percepatan perputaran uang juga semakin tinggi karena ruas kanan (M.V) harus sama dengan ruas kanan (P.T). Akibatnya, poin ketiga dari efek utama riba dapat diminimalisir demi kemaslahatan umat. Wallahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar