Rabu, 23 September 2015

Sepenggal Kisah dari Desa Lumbung Gabah

17 – 20 September 2015

Akhirnya, aku dan rekan-rekan seangkatanku telah menjalani seluruh rangkaian orientasi fakultas ekonomi dan bisnis. Dimulai dari dua hari orientasi pengenalan kampus, yang memiliki nilai-nilai inspirasi dari para pembicara yang merupakan “orang yang sudah jadi” sekaligus menjadi senior-senior kita di FEB UI. Dilanjutkan dengan paska OPK yang seluruh maba FEB UI mengenakan jakun dan name tag di lingkungan kampus. Setelah itu ada ospek agama yang mengharuskan mahasiswa baru menginap di kelas. Dan yang terakhir, kami menjalani kegiatan Sos Act di Karawang.

Tentu sudah menjadi bagian dari tujuan yang tercantum dalam tri dharma bahwa mahasiswa harus mengabdi kepada masyarakat. Dengan kegiatan yang digelar 4 hari 3 malam, sedikit banyak kami sudah menjalani hal tersebut.

Banyak sekali pengalaman-pengalaman yang kita peroleh ketika tiba di Karawang. Memang awalnya terasa menjengkelkan ketika jam keberangkatan yang molor hingga dua jam (jadwal berangkat jam 1 siang dan kita baru berangkat jam 3 sore). Di perjalanan, kita tertahan oleh kepadatan kendaraan di jalan Lenteng Agung, baru setelah memasuki kolong jembatan daerah Tanjung Barat, bus kita melaju dengan cukup lancar.

Kita baru tiba di tempat pemberhentian bus pukul setengah enam sore. Letak daerahnya cukup jauh dari pintu tol Karawang Timur dan jalur pantura. Sepanjang jalan memandang, akses menuju desa sebenarnya cukup sulit untuk kendaraan sebesar bus dan kendaraan jenis roda empat atau lebih untuk berpapasan tanpa harus mengurangi kecepatan. Namun, untungnya kondisi jalan yang sudah di cor membuat perjalanan menuju desa Darangwolo cukup lancar.

Setelah tiba di shipping point bus-bus rombongan sos act, kami berjalan kaki dengan segala barang bawaan  seperti setelan baju dan berbagai macam makanan yang menjadi bekal di perjalanan. Tidak begitu dekat jarak antara shipping point bus dengan cluster yang kita tinggali. Namun, jika merujuk kepada cluster 4 atau 5, saya pribadi merasa bersyukur bisa menempati rumah penginapan yang strategis.

Saya, ka Bal, Septa, Oka, Gilang, Akbar, dan Ervan mendapati sambutan yang hangat dari si Aa (panggilan sehariannya) yang ditemani perempuan yang diketahui sebagai istri Aa, sang pemilik rumah yang akan kami tinggali beberapa hari kedepan. Lalu dengan sigapnya, Aa langsung menyajikan cemilan kecil kepada kami semua. Selang beberapa saat, muncul pasangan yang perawakannya cukup tua, yang ternyata merupakan orang tua dari Aa.

Kami yang memang sudah kelelahan di perjalanan tadi langsung beristirahat di house fam. Ervan langsung terbaring di kasur pojok. Keadaannya tidak terlalu bagus, bahkan ketika kami masih di FE Ervan sudah terlihat pucat dan lemas. Mayoritas kami juga masih malu-malu untuk melakukan sesuatu di rumah ini. Karena bagaimanapun, kami berada di lingkungan baru yang orang-orangnya masih belum kami kenal.

Namun, dengan kedewasaannya, kak Bal memecah kebekuan situasi dengan berinisiatif untuk mengobrol dengan ayah Aa.

Ternyata, mayoritas anggota keluarga besar Aa bekerja di pabrik baja. Ayah Aa merupakan seorang sekuriti di pabrik tersebut, sedangkan Aa bekerja sebagai pegawai pabrik baja yang sama dengan ayahnya.

Waktu pekerjaan mereka juga bergantian. Si Aa bekerja dua shift, yakni shift pagi dan shift siang yang biasanya dimulai dari pukul 8 hingga 6 sore. Lalu ayahnya bekerja di shift malam, yakni dari jam 11 malam hingga 6 pagi.

Selain pekerjaan menjadi pegawai pabrik, keluarga Aa memiliki mata pencaharian lain. Yakni di bidang pertanian. Ketika musim tanam dan panen tiba, istri dari ayah Aa dan istri Aa sendiri langsung terjun ke sawah untuk mengurus padi. Begitu pula ketika si Aa dan ayahnya memiliki jam kosong juga ikut membantu istrinya di sawah.

Ketika kami sedang asyik-asyikan mengobrol di balkon depan rumah Aa, datang seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih. Bapak ini juga merupakan tetangga dari Aa. Letak rumahnya juga hanya selemparan batu dari balkon yang kami singgahi. Beliau banyak bercerita mengenai kehidupan mahasiswanya di IKIP (sekarang UNJ). Selain itu kami juga sering membahas kejadian-kejadian yang berada di daerah ini, seperti keadaan pemilu di desa Darawolong, hasil panen padi, hingga pengalaman beliau ketika menjadi kepala sekolah.

Jam tanganku sudah menunjukan pukul sebelas malam, satu persatu tuan rumah sudah mulai pamit ke tempatnya masing-masing. Kami segerombolan pun bergegas masuk ke dalam rumah. Lalu, Akbar berinisiatif untuk mandi terlebih dahulu. Setelah beberapa menit terlewati, Akbar balik  ke ruang kami tidur dengan keadaan yang masih belum menunjukan tanda-tanda orang yang sudah mandi.

Keadaan kamar mandi yang seperti itu menjadi alasan Akbar untuk hanya sekedar membasuh mukanya saja. Lalu aku berusaha untuk mengetahui ada apa di kamar mandi tersebut. Ternyata, posisi kamar mandi agak terbuka dan tidak memiliki pintu. Orang yang berada di dapur bisa melihat siapa yang sedang di kamar mandi, karena tembok kamar mandi yang hanya bisa menutupi sebagian wajah hingga ujung kaki.

Keadaan yang seperti itu tidak menyurutkan niatku untuk mandi di malam pertama di desa Darawolong. Karena bagaimanapun, suasana di dalam bus selama perjalanan menuju desa tersebut cukup panas jika bus yang kami tumpangi tidak melaju kencang, maklum kami hanya mengandalkan angina dari luar untuk menyegarkan udara di dalam bus.

Setelah semuanya sudah berurusan dengan hajatnya di kamar mandi, kami langsung bermain kartu remi yang sebenarnya termasuk barang yang tidak diperbolehkan untuk dibawa pada kegiatan sos act kali ini.

Tetapi biarlah, toh dengan bermain kartu juga ada manfaatnya bukan? Bisa membuat orang-orang semakin dekat karena bermain bersama.

Kami tidak terlalu lama bermain kartu di malam ini. Terlebih karena kondisi fisik kami yang membutuhkan istirahat yang cukup untuk meladeni berbagai kegiatan esok hari.

Keesokan harinya, agenda yang kami akan lakukan adalah melukis tas dengan anak-anak SD kelas 6 di pagi hari dan dilanjutkan dengan membuat tong sampah.

Dengan menggunakan pick-up Suzuki Carry, kami menuju lokasi yang sudah direncanakan sebelumnya. Setibanya di sekolah tersebut, kami disambut dengan meriah oleh para siswa-siswi yang telah menunggu di pekarangan sekolah.

Para siswa-siswi sangat antusias sekali untuk mengikuti kegiatan melukis tas ini. Beberapa murid laki-laki menunjukan kecintaannya atas hobinya dengan melukis lambang tim sepakbola asal Bandung yakni Persib. Selain itu ada juga yang suka dengan musik bergenre reggae. Sehingga mereka melukis bendera Jamaika. Kegiatan kami di sini ditutup dengan foto bersama dengan seluruh anggota kelompok dan kelas 6.

Setelah itu kami menunju ke house fam masing-masing dengan menggunakan pick up. Setibanya di house fam. Kami langsung mengambil jatah nanpan nasi yang menjadi menu makan siang kami. Baru setelah itu, kami akan melanjutkan agenda kedua di hari pertama sos act.

Berbeda dengan kegiatan pertama tadi yang menggunakan pick up sebagai akomodasi untuk menuju tempat tujuan. Kali ini kami langsung berjalan kaki menuju sekolah dasar Darawolong.

Untungnya letak SD kali ini tidak begitu jauh. Ketika sampai di sekolah yang dimaksud, banyak sekali rekan-rekan maba FEB 2015 yang berada di lokasi, tidak seperti sekolah sebelumnya yang hanya terdapat kelompok 5 dan 6 saja yang bertugas disana.

Pada sesi 2 kali ini kami memiliki agenda untuk membuat tempat pembuangan sampah. Saya kira kami akan membuat tong sampah dari kayu, tetapi tebakanku salah. Karena di dekat lokasi pembuatan tempat sampah terdapat gundukan pasir dan 2 sak semen.

Setibanya di tkp, beberapa maba dan mentor membuat adukan semen, sedangkan sisanya membantu bapak berusia paruh baya untuk menyusun batu-bata hingga menjadi tempat sampah. Namun, sampai waktu kami sudah habis, ternyata tempat sampah yang dibuat belum selesai. Padahal, mungkin jika dikerjakan oleh orang yang sudah mengerti, mungkin hanya memerlukan waktu sehari saja.

Lalu kami kembali ke housefam dengan kondisi yang agak kotor. Langsung saja kami bergantian untuk mandi. Sehabis semua mandi, beberapa anggota kelompok cewek yang berada di house fam lainnya juga ikut bergabung di house fam laki-laki.

Diawali oleh makan malam bareng, lalu kami bermain kartu remi, namun jenis permainannya berbeda dengan apa yang dilakukan di malam pertama.

Sangat menyenangkan bermain kartu di malam kedua ini. Ketika masing-masing pemain (kartu) meniru hal yang dilakukan oleh pemain yang menang. Selain itu juga ketika ada pemain yang kalah (Lilian), dia harus melakukan sesuatu sebagai bentuk hukuman bagi pemain yang kalah. Ketika itu Lilian harus mengambil foto selfie dengan kelompok yang tinggal di sebelah house fam laki-laki. 

Dilihat dari hasil jepretan foto selfienya, nampak ekspresi para anggota kelompok sebelah terperangah  tanda kaget dengan apa yang dilakukan oleh Lilian. Selang beberapa menit, tiba-tiba datang salah satu anggota kelompok sebelah (Evan namanya). Dia langsung menggombali anggota kelompok kita yang bernama Fira.

“Nama kamu siapa?” tanya Ervan ke Fira.
“Nam ague Fira.” Jawab Fira sedikit ogah-ogahan.
“Kamu tahu nggak kenapa bulan hanya setengah?” Ervan memulai gombalannya.
“Nggak tahu.” Jawab Fira dengan cueknya.
“Karena yang sebelah lagi ada di mata kamu..” pungkas Evan.
“Cieee…” kami spontan meneriaki Fira yang menjadi korban gombalan di malam ini.

Lanjut kita bermain kartu lagi. Sedang enak-enaknya menikmati permainan berlangsung, beberapa diantara kita melihat keluar pagar. Akupun juga ikut-ikutan melihat yang ternyata disana ada seorang cewek (mungkin grup anggota sebelah) yang berjalan pelan sambil menatap kearah kami. Kami yang hanya menatap, tiba-tiba dikejutkan dengan suara lantang cewek tadi.

“Yang namanya Balindo keluar kau!” kira-kira begitulah kalimatnya.

Sesaat, kamipun tampak hening. Lalu kemudian disusul tawa yang memecah keheningan yang meriung sebelumnya.

Ekspresi ka Bal nampak datar sekali, seakan-akan seperti ketinggalan momentum kejadian. Itulah malam yang benar-benar berkesan selama ini.

Kami melanjutkan permainan kartu lagi. Permainan sebentar lagi berakhir, ada beberapa rekanku yang sebentar lagi akan kalah dan brakk!! Lilian terlihat tersungkur ke tanah disaat para pemain lain sudah berlarian ke pekarangan rumah. Akhirnya, Lilian kembali kalah di penghujung permainan ini.
Beberapa diantara kami merumuskan apa hukuman yang tepat untuknya. Daaan bang!! Ide usil beberapa rekanku keluar di tengah malam yang dingin ini.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Lilian adalah mirip seperti apa yang dilakukan oleh cewek kelompok sebelah tadi, yakni meneriaki mereka dari depan pagar rumah kelompok mereka.

Ketika Lilian bersiap untuk mengeksekusi hukuman tersebut. FO dari pengurus sos act datang menghadap kami semua. Kami semua sudah dianggap melanggar jam malam (maksimal jam 9) yang sudah diatur oleh mereka (PI). Yahh dengan keadaan terpaksa karena juga terbelit rasa penasaran dengan kejadian yang akan terjadi dengan aksi Lilian, kamipun bubar dengan tertib. Malam yang menyenangkan.

Di hari terakhir sos act, agenda kami adalah kembali ke sekolah dasar yang pertama untuk melakukan penyuluhan. Namun bedanya kami akan berinteraksi dengan anak-anak kelas 1 dan 2. Setelah itu kami akan menanam brokoli di sawah.

Dengan kendaaraan yang sama, kami pun menuju SD yang pertama kali kami kunjungi. Beberapa anak-anak SD kelas 6 masih ingat kami, terutama Lilian yang memiliki banyak “penggemar cilik” di sekolah ini.

Agenda pertama ini cukup banyak. Diawali oleh pemberian materi mencuci tangan, lalu ada permainan kartu (bukan remi yaa), dan diakhiri oleh menyanyi bersama. Selepas itu kami langsung kembali ke house fam masing-masing untuk mempersiapkan kegiatan terakhir.

Setelah beristirahat dan makan siang, kami langsung menuju sawah dengan berjalan kaki. Cuaca cukup terik sekali pada saat itu, ditambah tidak ada tempat berteduh di sawah. Pada awalnya kami dan kelompok lain tidak mau untuk turun ke sawah yang dipenuhi dengan lumpur. Namun beberapa orang mulai mencoba untuk nyebur ke sawah dan hal itu diikuti oleh beberapa orang lainnya. Dan tak terasa, sebagian besar anggota kelompok kami ikut nyemplung di sawah.

Cukup dalam ketinggian dari lumpur itu hingga menyentuh tulang kering (beberapa mencapai lutut). Harus diakui tidak mudah untuk berjalan di jalanan berlumpur, kaki kami harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melangkah ke depan. Sepanjang mata memandang, ada beberapa orang yang melakukan perang lumpur. Alhasil, mereka keluar dengan keadaan yang sangat kotor.. Namun nampak sebanding dengan keseruan yang mereka dapat.

Sudah selesai menanam brokoli, kami langsung menuju house fam untuk membersihkan badan yang kotor. Setelah itu, kami kembali makan bersama di malam harinya.

Teringat dengan tugas wawancara kepada pemilik rumah inap, kami yang menempati rumah ini langsung meminta Aa dan bapaknya untuk di wawancarai. Dari beberapa pertanyaan yang menjadi daftar pertanyaan, harus diakui memang ada pertanyaan yang agak “menohok” sang narasumber, karena berhubungan langsung dengan kondisi keluarganya. Tetapi, di awal mereka sudah kami beritahu dan kami juga tidak memaksa mereka untuk menjawab pertanyaan yang menurut mereka tidak perlu dijawab.

Sudah sesuai perkiraan, bahwa keluarga Aa ini merupakan orang asli desa Darangwolo. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ada yang bekerja sebagai buruh di pabrik dan lainnya di pertanian menjadi petani. Biasanya perbulan keluarga Aa mendapatkan penghasilan sebesar 4-5 juta rupiah perbulannya. Tetapi, jika di musim panen, maka mereka mendapatkan pendapatan ekstra sebesar 20 juta rupiah. Biasanya musim panen ini terjadi selama dua kali dalam setahun. Memang mayoritas orang Indonesia masih kesulitan menabung, karena memang kebutuhan hidupnya yang besar dan terkadang pendapatan yang diperoleh keluarga Aa masih belum bisa menutupi pengeluarannya, sehingga terpaksa harus mencari hutangan di koperasi untuk mengimbangi jumlah pengeluaran keluarganya yang memiliki 6 orang anggota.

Harapan sang bapak kepada anaknya adalah supaya anaknya bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat, karena bapaknya merasa tidak mampu untuk mewariskan harta benda kepada anaknya.
Dengan keadaan seperti ini, si Aa belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Keinginannya beras raskin diperbanyak dari yang sekarang. Lalu ketika musim panen tiba, keluarga Aa menyisihkan setidaknya 6 kuintal beras untuk kebutuhan keluarganya.

Usaha bengkel adalah salah satu cara Aa untuk meningkatkan penghasilan keluarganya. Si Aa beserta keluarganya juga memiliki hubungan yang baik dengan para tetangga. Mahasiswa jaman sekarang menurut keluarga Aa sopan dan ramah. Aa juga menaruh harapan kepada mahasiswa jika perekonomian Indonesia lebih baik lagi kedepannya.

Setelah menyelesaikan rangkaian wawancara, kami langsung menuju dalam rumah yang sedang permainan kartu seperti kemarin. Namun permainan ini tidak berlangsung lama, karena ada permainan truth or truth yang menjadi penutup malam di Darawolong.

Semua orang mendapati giliran untuk menjawab pertanyaan dari masing-masing orang. Namun, yang paling banyak adalah jawaban dari kedua mentor kami yang mereview satu persatu para mentee menteenya.

Oleh ka Bal, aku disebut sebagai orang yang procras. Ya, agak sulit untuk menghilangkan kebiasaan jelek ini. Kalau tidak termotivasi, gangguan ini siap menghantui saya di setiap waktu. Dan tentu saya juga kaget ketika ka Bal memiliki ekspektasi yang besar terhadapku, padahal aku sendiri merasa tidak begitu bertalenta spesial untuk diharapkan sesuatu yang tinggi. Itu dari ka Bal, jika dari ka Tika, di awal ka Tika sudah mengakui jika dia kurang bisa memahami sifat-sifat menteenya. Kurang waktu bersama, itulah yang menjadi salah satu faktor ka Tika kurang bisa memberikan penjelasan panjang lebar terhadap satu persatu dari anggota kelompok kami.

Sehabis segmen truth or truth, aku lupa apa yang kami lakukan. Yang kuingat adalah ketika kami bermain kartu remi (lagi) lalu beberapa staf FO datang kerumah untuk kembali membubarkan kami yang sedang berkumpul. Memang jam sudah menunjukan pukul setengah 12, untungnya mereka tidak marah-marah ketika kami melanggar aturannya lagi.

Malam terakhir ini agak berbeda dengan malam pertama dan kedua. Dimana pada kedua malam pertama kami cekikikan, tertawa riang. Namun, kontras sekali dengan apa yang terjadi di malam ketiga. Dimana ketika ruang tamu rumah inap kami hanya tersisa anggota laki-laki. Ka Bal memulai cerita yang sama sekali aku tidak sadar sebelumnya. Banyak sekali hal-hal yang kemudian terlontar dari mulut ka Bal sepanjang tengah malam itu. Tentu saya pun ‘ngeh’ karena apa yang ka Bal rasakan juga kurasakan sebelumnya. Hal yang membedakan adalah ka Bal sudah mengungkapkan apa yang seharusnya diungkapkan, tetapi saya belum melakukannya. Entah karena saya hanya tidak ingin ‘merusak’ apa yang sudah terjalin, atau karena ada sesuatu yang belum aku miliki (re: nyali). Karena aku yakin, ini bukan trade off yang setiap senin pagi aku dengarkan di kelas. Konsep trade off bukankah kita mendapatkan satu hal yang baik lalu sesuatu yang kita tinggalkan juga nyaris setara dengan sesuatu yang kita dapatkan?


Well, malam terakhir ini memang tidak seriang malam-malam sebelumnya. Namun, di malam yang sendu ini aku sadar jika memang jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus berani mengatakannya. Walaupun pahit yang dirasa. 

06 Car di SDN Darawolong 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar