Rabu, 08 Juli 2015

Kebangkrutan Yunani dan Efeknya Terhadap Indonesia

Hari Senin kemarin (02/07/2015), Yunani resmi dinyatakan bangkrut karena tidak bisa melunai utangnya kepada International Monetary Moneter (IMF) sebesar 1,6 milliar Euro. Padahal, sebelum tenggat pembayaran utangnya yang jatuh pada 30 Juni lalu, Yunani mendapatkan tawaran utang penyelamatan baru dari Eropa dan IMF. Namun, hasil referendum yang digelar oleh pemerintah pimpinan Perdana Menteri Yunani, Alexis Spiras, sebesar 61% suara menolak adanya pengadaan utang baru.

Alasan untuk menolak utang baru karena masyarakat Yunani menilai jika syarat yang diajukan oleh Eropa dan juga IMF terlalu berat. Yaitu dengan pengurangan jaminan sosial, pemerintah harus berhemat dan menaikan pajak.

Suatu pilihan yang sulit memang untuk menerima ataupun menolak utang baru dari pihak luar. Sudah bertahun-tahun lamanya Yunani menerima utang dari berbagai pihak, misalnya dari Jerman, Prancis, IMF, Uni Eropa, Bank Sentral Eropa tetapi masih tidak bisa untuk menyelamatkan perekonomian Yunani -besar kemungkinan akibat buruknya pengelolaan utang.

Namun, jika memutuskan untuk menolak tawaran utang baru (yang menjadi pilihan di referendum kemarin lusa) ekonomi Yunani juga kolaps. Dengan ditopang (dengan utang) oleh pihak luar saja masih tertatih-tatih, bagaimana jika dilepaskan (atau Yunani memaksakan) berdiri sendiri begitu saja? Tanda-tandanya bisa dilihat dari masih tutupnya bank selama seminggu, penarikan uang di ATM yang juga dibatasi limitnya hingga menjadi 60 euro atau sekitar Rp 800 ribu per harinya.

Karena banyaknya masyarakat Yunani yang ramai-ramai menarik uangnya dari bank. Hal ini juga akan berdampak terhadap neraca bank itu sendiri. Dari tahun 2010, neraca bank Yunani secara gradual menurun. Problemnya, situasi ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dengan penolakan penerimaan utang hasil referendum rakyat Yunani, maka bank yang cadangan modalnya terus mengalir keluar bisa mengakibatkan bank-bank Yunani collapse. 

Chart 1

Yunani yang Hidup dari Utang

Faktor ini merupakan yang terpenting kenapa Yunani bisa bangkrut. Memang semua negara di dunia ini memiliki utang, bahkan sekelas negara adi daya, Amerika Serikat. Tetapi, Amerika Serikat bisa menghasilkan nilai produk yang nilanya sangat tinggi sehingga masih bisa membayar utang-utangnya. Hal ini berbeda dengan Yunani.

Chart 2.1

Perbandingan utang Yunani dengan Produk Domestik Bruto sangat buruk sekali, hingga mencapai 180%, jauh di atas batas aman pada umumnya yang dipatok sekitar 30%.

Utang memang kadang diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi suatu negara yang tidak memiliki dana melimpah. Tetapi, manajemen utang Yunani yang buruk mengakibatkan utang yang diperoleh tidak produktif.

Chart 2.2


Chart 2.3

Kenapa tidak produktif? Karena jika dilihat dari dua chart di atas, pengeluaran pemerintah di bidang sosial selalu meningkat. Padahal dengan keadaan ekonomi Yunani yang diterpa krisis seharusnya membuat Yunani berhemat (alasan ini menjadi syarat Eropa dan IMF memberikan utang baru yang ditolak oleh Yunani). Tetapi, pada awal tahun 2015, nampak jika jaminan sosial yang ditanggung pemerintah Yunani berkurang cukup drastis.


Bagaimana dengan fundamental ekonomi Yunani?

Jika kita lihat indikator-indikator yang menggambarkan fundamental ekonomi Yunani, maka kita sama sekali tidak terkejut dengan bangkrutnya negeri 1000 dewa ini. 

Dari chart 1.1 ini bisa disimpulkan bahwa kasus subprime mortgage di AS dan juga krisis Eropa yang terjadi pada 2008 merupakan penyebab terjerembabnya ekonomi Yunani (tidak hanya Yunani, tapi dampaknya juga menjalar ke seluruh dunia) ke dalam jurang krisis. Pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi akibat krisis subprime, terlihat dari chart di bawah, pertumbuhan ekonomi yang sampai menyentuh minus 10 persen paska krisis -hebatnya (atau beruntungnya) Indonesia yang masih bisa mencapai 4 persen lebih sedikit.


Chart 3.1

Pembahasan di atas tadi dapat disimpulkan sementara jika terperosoknya ekonomi Yunani merupakan akibat dari krisis di AS dan Eropa. Tetapi ada juga indikator ekonomi lainnya yang menunjukan bahwa ekonomi Yunani sedang "sakit", bahkan sudah memasuki fase kritis.

Tidak adil rasanya jika hanya meratapi faktor eksternal dalam defisitnya pertumbuhan ekonomi Yunani sejak 2008. Faktor dari dalam negeri juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Sinyal ini ditandai dengan pencapaian indeks PMI manufaktur yang tidak terlalu bergairah.


Chart 3.2
PMI Manufaktur merupakan singkatan dari Purchasing Managers Index. PMI Manufaktur ini merangkum survei bisnis di bidang manufaktur suatu negara. Selain itu Indeks PMI Manufaktur mengindikasikan kondisi iklim bisnis manufaktur di negara tersebut. Indeks PMI Manufaktur diukur dalam skala indeks poin 100 dengan nilai tengah 50. Jika indeks berada diatas 50 maka menandakan bisnis manufaktur sedang berekspansi, nah jika indeks PMI di bawah 50 mengisyaratkan bahwa bisnis manufaktur sedang mengalami kontraksi.  Di situs internationalinvest.about.com : What is the Purchasing Managers Index (PMI) disebutkan bahwa Indeks PMI Manufaktur dianggap pelaku pasar di sektor ini sebagaileading indicator bagi keadaan perekonomian secara keseluruhan sehingga bisa diperoleh gambaran mengenai hasil penjualan, upah tenaga kerja, persediaan barang dan tingkat harga.

Chart 3.3

Selain indeks PMI Manufaktur yang mengalami kelesuan, data produksi industri Yunani di atas juga tidak memperlihatkan data yang bagus. Paska krisis, persentase produksi industri Yunani bahkan mentok di kisaran 5%.
Chart 3.4
Kepercayaan, sentimen dan juga isu merupakan hal-hal (di luar teori ekonomi pada umumnya) yang memiliki pengaruh penting dalam mekanisme ekonomi global saat ini. Terlihat kepercayaan bisnis di Yunani merosot tajam ketika krisis terjadi dan sampai saat ini masih belum bisa pulih ke level sebelum krisis. Sehingga akibatnya akan mengurangi minat investor untuk menanamkan modalnya di Yunani.

Melihat neraca perdagangan Yunani yang selalu (ya! selalu) defisit yang digambarkan di chart 1.2 menunjukan bahwa tidaklah mengherankan, karena praktis tidak ada komoditas ekspor andalan Yunani. 

Chart 3.5
Dari defisitnya neraca perdagangan Yunani, maka akan membawa pengaruh yang kuat terhadap transaksi berjalan Yunani yang bahkan pernah mencapai minus 10 persen dari GDP pada tahun 2009. Lalu rasionya semakin membaik hingga sempat positif di dua bulan terakhir (walaupun tidak sampai 1 persen) yang mungkin disebabkan karena mulai memasuki liburan musim panas (sekarang bulan Juli), sehingga para turis banyak berdatangan. Pariwisata merupakan sektor yang sangat vital bagi Yunani, karena banyak peninggalan peradaban kuno dan juga hamparan pantai di negara ini. Perlu diketahui bahwa sektor pariwisata dan para turis berkontribusi sebesar 28,3 milliar euro pada tahun 2013 atau 16.3% dari GDP.
Chart 3.6
Kredit yang Terkontraksi dan Velocity Uang yang Sepi

Sudah dijabarkan tadi bagaimana kondisi ekonomi makro Yunani yang masih terjerembab akibat krisis 2008. Lalu juga sempat dibahas mengenai melemahnya bisnis sektor rill yang ditandai dengan kapasitas produksi perusahaan maupun juga indeks PMI manufaktur.

Beberapa kondisi di atas memiliki kaitan yang erat dengan perputaran uang yang semakin menyusut dan juga kredit yang mengkerut. Misal, untuk pertumbuhan kredit di negara Yunani di bawah ini.

Chart 4.1


Chart 4.2
Sampai tahun 2008, kredit masih bisa berekspansi. Lalu, kredit tiba-tiba mulai berkontraksi hingga mencapai sekitar minus 7 persen. Menandakan bahwa suramnya harapan ekonomi Yunani di masa depan, karena pelaku-pelaku ekonomi di sana tidak berani berspekulasi untung mengambil kredit yang tersedia, berhati-hati dalam menentukan langkah.

Chart 4.3
Padahal, bank sentral Yunani (yang diikuti oleh bank umum lainnya) mematok suku bunga yang sangat rendah sekali. Sampai nol koma sekian persen. Bahkan dalam dua bulan terakhir (Juni dan Juli, ada di chart 2.3) tingkat bunga antar bank malah negatif. Jadi, uang yang anda tabung di sana bukannya bertambah karena bunga tabungan, tetapi malah berkurang! Entahlah apa maksudnya, apakah tidak mampu membayar bunga nasabah? atau memang memancing masyarakat untuk membelanjakan uangnya?

Chart 4.4
Tetapi yang jelas, jumlah uang yang beredar di masyarakat Yunani searah dengan kontraksi kredit yang cukup rendah jika dibandingkan dengan periode sebelum krisis.

Chart 4.5
Diawali dengan menurunnya tingkat kredit yang mengakibatkan seretnya perputaran uang di masyarakat Yunani sehingga bank sentral pun mematok suku bunga kepala nol yang bertujuan untuk menyemarakkan kegiatan ekonomi, tetapi tujuan bank sentral nampaknya masih belum berhasil untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dengan kredit murah. Itu terlihat dari tingkat inflasi Yunani yang setahun terakhir berada di angka minus alias mengalami deflasi. Dan juga terlihat dari pengeluaran konsumer yang merosot yang ditampilkan oleh chart 2.5 ini.
Chart 4.5

Penyebab terjadinya deflasi, yakni:

1. Menurunnya peredaran uang di masyarakat
2. Meningkatnya persediaan barang
3. Menurunnya permintaan akan barang
4. Menungkatnya permintaan akan uang

Dari keempat faktor yang sudah disebutkan di atas, Yunani mengalami faktor yang pertama, ketiga dan yang terakhir. Kenapa faktor nomor dua tidak diikutsertakan? karena jika balik lagi ke chart 1.3 bahwa produksi industri (berupa barang) tidak mengalami kenaikan. Hanya ada fluktuasi yang cukup dalam pada chart tersebut.

Deflasi juga mengundang masalah, sama seperti inflasi. Hanya saja cara penangannya yang terbalik jika dibandingkan dengan inflasi. Yang paling umum dilakukan adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga mendekati nol (tetapi tidak menjamin akan berhasil). Dalam situasi ini, dimana masyarakat umumnya menahan diri untuk membeli barang karena menunggu barang turun atau bisa juga tidak memiliki uang karena sudah dipakai untuk hal yang lebih pokok. Hal ini akan menjadi sesuatu yang buruk bagi perusahaan, karena dipastikan tingkat penjualan akan menurun yang ujung-ujungnya pendapatan perusahaan juga akan berkurang. Jika hal ini terus terjadi bahkan semakin parah. Maka, gelombang PHK karyawan merupakan sesuatu hal yang  tidak bisa dihindari lagi.

Dampak Deflasi, Pengangguran

Sudah disampaikan sedikit banyak di paragraf sebelumnya akibat dari deflasi, salah satunya adalah pengangguran.
Chart 5.1
Dimulai dari tahun 2008, gelombang pengangguran di Yunani bertambah cukup signifikan, dengan pertumbuhan ekonomi yang juga angin-anginan, maka akan sulit untuk menghindari situasi ini.

Chart 5.2
Pengangguran yang terus meningkat justru tidak diimbangi dengan tersediannya lowongan kerja yang memadai (terlihat dari chart 3.2). Jumlah lowongan kerja juga ikut menurun. Wajar jika memang kondisinya deflasi, yang sudah disebutkan sebelumnya jika penjualan barang berkurang sehingga membuat pendapatan menjadi menyusut. Sehingga perusahaan berusaha melakukan efisiensi (baca: PHK) agar perusahaan bisa terus eksis.

Yunani "Ditendang" dari Zona Euro?

Menurut duta besar Jerman untuk Indonesia, Georg Witschel, mengatakan bahwa Jerman menginginkan Yunani untuk tetap berada di zona Eropa dan berharap pemerintah Yunani melakukan reformasi.
"Strategi kami yang jelas adalah kami ingin menjaga Yunani tetap ada di zona Euro. Kami ingin Yunani meneruskan reformasi yang telah dimulai," tutur Witschel di kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (12/1). sumber:merdeka.com

Namun, disisi lain warga Yunani yang mayoritasnya memilih untuk menolak utang baru lebih condong untuk keluar dari zona Eropa dan memilih untuk menggunakan mata uang yang baru, yakni Drachma.
"Kami perlu mendeklarasikan tidak membutuhkan utang, kembali ke drachma, dan pemerintah bisa menyesuaikan nilai tukarnya," kata Najia, 47 tahun, yang bekerja sebagai pegawai pemerintah. sumber:detikfinance.com
Ekonomi Yunani memang kecil besarannya terhadap zona Eropa, yang hanya sekitar 2%. Tetapi jika Yunani benar keluar dari zona Eropa, maka bisa dipertanyakan dimana kesolidan Uni Eropa terhadap negara anggotanya yang terkena masalah? Bukan tidak mungkin dengan keluarnya Yunani akan disusul oleh negara lainnya seperti Italia, Portugal dan Spanyol yang juga sedang mengalami resesi paska krisis Eropa. Dengan wacana keluarnya Yunani saja sudah membuat nilai mata uang Euro melemah, bagaimana jika hal itu benar-benar menjadi kenyataan?

Ingat juga, dari pernyataan dubes Jerman untuk Indonesia yang menginginkan Yunani untuk tetap di zona Euro dan juga mengharapkan perbaikan di negara itu karena Jerman merupakan negara terbesar dalam pemberian utang kepada Yunani. Hal yang menjadi perhatian adalah jika utang Yunani kepada Jerman tidak bisa dilunasi dan hal itu dapat memengaruhi kondisi perekonomian Jerman yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di zona Eropa atau berada di  peringkat empat di dunia dengan PDB terbesar.

Sedangkan Indonesia memiliki hubungan erat dengan Jerman terkait dengan perdagangan luar negeri. Menurut data dari BPS, nilai ekspor Indonesia kepada Jerman tahun 2014 nilainya mencapai 5,74 milliar euro. Sedangkan nilai transaksi dengan Yunani sangat kecil, hanya mencapai 200 juta us dollar. Sehingga dengan bangkrutnya Yunani memiliki pengaruh yang sedikit sekali terhadap perdagangan luar negeri Indonesia.

Credit Data & Graphic: id.tradingeconomics

Tidak ada komentar:

Posting Komentar