Rabu, 14 Oktober 2015

Memupuk Karakter Profetik dalam Bidang Ekonomi




Harus diakui, saat ini kita hidup dengan didominasi oleh sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme identik dengan paham ekonomi negara-negara barat seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan dalang utamanya adalah Amerikas Serikat. Di sisi lain, terdapat paham sosialisme yang sistemnya bertolak belakang dengan kapitalisme. Sistem ekonomi sosialisme masih dianut oleh negara seperti Korea Utara, Kuba, kemudian dimasa lalu ada Republik Rakyat Cina dan Uni Soviet. Walaupun sekarang sistem ekonomi sosialisme sudah tidak berada dalam posisi puncaknya (indikatornya adalah hancurnya Uni Soviet yang menganut sosialisme), tetapi kita masih dengan mudah menemukan sistem ekonomi sosialis sebagai salah satu referensi ilmu aliran ekonomi di buku-buku pelajaran ekonomi. Tetapi, saya pribadi masih belum bisa menemukan pembahasan tentang ilmu ekonomi Islam di buku-buku pelajaran ekonomi konvensional. Sistem ekonomi kapitalis, sosialis, dan bahkan ekonomi tradisional lah yang memiliki ruang di berbagai macam buku ekonomi di sekolah maupun universitas. Ini menjadi hal yang ironis, mengingat Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia justru dalam literasi buku-buku ekonomi (konvensional) tidak mencakup nilai sistem ekonomi Islam. Alhasil, sistem ekonomi Islam sulit berkembang di Indonesia dan kita juga melihat betapa besar pengaruh kapitalisme di Indonesia dan juga dunia.


Akibatnya, efek dari dominasi ekonomi kapitalis di mayoritas negara di dunia ini adalah munculnya pandangan yang lebih menitikberatkan aspek material daripada nilai dan norma. Nah, dari tujuan hidup yang berorientasi kepada hal-hal yang bersifat materi, sehingga akan menggiring perilaku ekonomi manusia yang  hedonistik, sekularistik, dan materialistik. Sehingga dalam pandangan dan perilaku hidup yang seperti itulah membawa petaka dan bencana (baik alam maupun sosial) seperti eksploitasi alam dan manusia, melebarnya kesejahteraan antar golongan di masyarakat maupun antar negara dunia, hilangnya rasa persaudaraan dan kebersamaan antar manusia dan sebagainya.

Masing-masing sistem ekonomi memiliki segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kapitalisme menurut Collins Dictionary adalah sebuah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan atas hak milik individu (seperti alat produksi, distribusi dan pertukaran) dan juga kebebasan untuk berinovasi. Untuk sosialisme, menganut sistem yang bertolak belakang dengan kapitalisme karena tidak mengakui hak kepemilikan pribadi (semua diakui sebagai milik negara) dan juga mengekang kebebasan berinovasi.

Sedangkan dalam konsep dasar ekonomi Islam, segala sesuatu yang ada di bumi ini pada dasarnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada manusia untuk diatur sedemikian rupa dengan menggunakan akal dan kebijaksanaannya untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Jadi, kepemilikan pribadi dalam ekonomi Islam (yang selanjutnya akan saya sebut dengan ekonomi syariah) masih diakui tetapi dalam hak milik tersebut juga terdapat hak milik orang lain (orang yang membutuhkan). Oleh karena itu, setiap tahun kita semua membayar zakat maal yang memang terdapat hak-hak orang lain atas harta yang kita miliki.

Baik, untuk lebih memudahkan kita dalam melakukan perbandingan antara sistem sistem kapitalis, sosialis, dan syariah akan saya sajikan tabel yang berisikan poin-poin utama yang menjadi ciri khas masing-masing sistem ekonomi tersebut. 





Ekonomi Kapitalis
Ekonomi Sosialis
Ekonomi Islam
Hak kepemilikan
Mengakui kepemilikan prbadi.
Hak kepemilikan hanya ada pada negara/publik.
Hak milik pribadi dan publik sama-sama diakui.
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi
Kebebasan yang tak terbatas dan tidak adanya campur tangan negara.
Tidak adanya kebebasan individu atau sipil.
Memberikan kebebasan individu namun terbatas dengan adanya sistem halal dan haram.
Tujuan profit atau kepuasan
Memaksimumkan kepuasan/keuntungan setinggi mungkin dan lebih individualistis.
Membagi rata kepada seluruh pihak yang terdapat dalam sistem sosialis.
Moderat dalam arti seimbang dalam mencapai titik kepuasan atau profit.
Distribusi kekayaan
Persebaran kekayaan hanya terdapat di tangan sedikit orang (yang memiliki modal)
Adanya pemerataan kekayaan (kolektivisme).
Tidak mengakui distribusi kekayaan yang rata (seperti sosialis), tetapi lebih tepatnya adalah adil.




Jika kita melihat poin-poin di atas, masing-masing aliran memiliki jalan tersendiri untuk mencapai kesejahteraan dan menawarkan solusi atas permasalahan ekonomi. Pertanyaannya, seberapa berhasilkah ketiga sistem ekonomi tersebut untuk mencapai tujuan yang sama, mencapai kesejahteraan umat manusia? Mari kita ulas satu persatu.

Kapitalisme menawarkan segala kebebasan bagi manusia untuk berkreasi, sehingga seringkali muncul inovasi-inovasi yang membuat perekonomian semakin canggih. Namun, bukankah semakin canggih kendaraan, semakin cepat pula ia bisa melaju, lalu jika terjadi tabrakan akan menimbulkan kecelakaan yang luar biasa. Hal ini sudah terjadi ketika krisis subprime mortgage tahun 2008 lalu, dimana sebelum kejadian tersebut para manajer investasi di AS memiliki inovasi yang pesat tentang derivatif, lalu kemudian membawa petaka ketika sistem tersebut tidak berjalan dengan mulus. Selain itu di sisi lain kita melihat terdapat sistem konglomerasi dan monopoli bagi pemilik modal. Sistem ini mampu untuk mensejahterakan segelintir golongan, namun penciptaan kesejahteraan tersebut juga dibangun di atas penderitaan orang atau negara lain. Berbanding terbalik dengan pembahasan sebelumnya yang memberikan kebebasan, sosialisme justru sebaliknya. Mengekang segala bentuk kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi. Semua sudah diatur oleh pemerintah, lalu apakah ini efektif? Mungkin Zimbabwe bisa menjadi contoh atas kasus ini, dimana ketika di masa lampau kebanyakan lahan pertanian dikelola oleh orang-orang berkulit putih, namun sejak tahun 2000 pemerintah Zimbabwe memutuskan bahwa segala produksi diatur oleh orang pribumi, negara itu terjerumus dengan hiperinflasi karena tidak efisiennya sistem produksi barang-barang (khusunya pertanian dan peternakan).

Keseimbangan adalah ruh dari ekonomi Islam. Hal ini tercermin dari bagaimana manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini dengan berbagai macam pasangan, seperti dunia dan akhirat, jasmani dan ruhani. Ekonomi Islam tidak mengekang kebebasan seperti sistem komunis, juga tidak menzhalimi masyarakat kecil yang dilakukan oleh sistem kapitalis.

Tentu untuk mencapai keseimbangan dalam sistem perekonomian Islam dibutuhkan kesadaran moral dari umat manusia yang berasaskan dari keimanan. Sehingga nanti akan muncul keadilan distribusi kekayaan, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Jika melihat kondisi negara ini, pemerintah perlu menjadi inisiator melalui kebijakan yang dikeluarkannya. Misalnya seperti kemudahan berinvestasi, memiliki kepastian hukum, dan sistem check and balance agar masing-masing pihak tidak melenceng dari perbuatan yang menyimpang dari hukum. Sehingga, jika pemerintah mampu menjamin faktor-faktor di atas, maka moral masyarakat akan kondusif.   


      Mengembangkan Ekonomi Islam di Indonesia

Harus diakui, perkembangan ekonomi Islam di dunia cukup pesat. Bahkan di negara-negara non muslim seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Khusus di Indonesia, berdirinya bank Muamalat pada tahun 1992 menandai awal kiprah ekonomi Islam di Indonesia.

Dengan mayoritas penduduk beragama muslim, ini bisa menjadi modal untuk berkembangnya sistem ekonomi Islam di Indonesia. Namun, modal penduduk muslim bukanlah keuntungan yang massif. Lihat bagaimana negara yang dimana umat muslim menjadi minoritas dapat mengembangkan ekonomi Islam di negaranya. Perlu dibuat langkah-langkah yang sistematis untuk itu.

Saat ini sudah banyak bank-bank konvensional memiliki bank syariah sebagai entitas perusahaan yang baru. Ini menjadi awal yang baik untuk meningkatkan pemahaman literatur ekonomi Islam di Indonesia, karena bank-bank syariah ini bisa menjadi sarana bagi masyarakat Indonesia untuk mengerti sistem ekonomi Islam. Tidak hanya bank syariah, namun juga lembaga-lembaga keuangan yang lain seperti adanya asuransi syariah, KPR syariah, efek syariah (Jakarta Islamic Index) hingga sukuk.

Itu merupakan langkah awal untuk membangun eksistenis ekonomi Islam di Indonesia, lalu ada yang berikutnya adalah dengan mencetak tenaga ahli di bidang ekonomi Islam melalui lembaga pendidikan. Karena, berkembang atau tidaknya ekonomi Islam di Indonesia tidak hanya bergantung dengan target pasar yang tersedia melimpah di Indonesia, namun juga bagaimana para pemain di sistem ekonomi Islam ini menciptakan berbagai macam inovasi yang nantinya akan membuat sistem ini menjadi besar dan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia secara menyeluruh.

Kesimpulan yang bisa saya tarik untuk mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia adalah yang pertama dengan memperbanyak aktivitas ekonomi yang berlandaskan syariah Islam dan yang kedua adalah dengan mencetak sumber daya manusia yang berkompeten di bidang ekonomi Islam


1 komentar: