Negara yang dilintasi oleh garis ekuator, diapit
oleh dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) dan dua benua (benua
Asia dan benua Australia), belum lagi panjang dari barat ke timur yang sekitar 4.500
km dan 2.000 km untuk jarak dari utara ke selatan dan juga garis pantai
terpanjang di dunia (95.181 km) tak heran membuat Indonesia menjadi negara yang
sangat kaya akan biodiversitas lautnya, seperti ikan, terumbu karang, hingga
tiram.
Tiram merupakan penghasil mutiara, salah satu
perhiasan yang nilainya sangat tinggi bahkan sejak zaman mulainya peradaban
manusia yang direpresentasikan pada masa Mesopotamia, Babylonia, Kerajaan
Mesir, hingga China 3000 tahun sebelum masehi. Kemudian mutiara menjadi simbol ‘kelas
elit’ di masa kerajaan Romawi, karena hanya orang-orang yang memiliki
kualifikasi tertentu saja (orang kaya dan penguasa) yang boleh memakai
perhiasan mutiara.
Jadi, tentu selayaknya kita bangga karena Indonesia
menjadi negara yang menjadi pembuat mutiara laut selatan terbesar di dunia.
Karena barang ini merupakan sesuatu yang sangat berharga. Tetapi, apakah kita
semua sudah tahu dan paham seberapa berharganya mutiara ini? Dan seberapa vital
dampak dari Indonesia sebagai pemain utama di pasar mutiara internasional?
Dalam tulisan ini saya akan berusaha untuk mengulik jawaban dari kedua
pertanyaan tersebut.
Apa itu Mutiara?
Mutiara adalah sebuah bahan yang membentuk
lapisan-lapisan dalam cangkang tiram. Kemudian, bahan itu akan membentuk
mutiara induk. Jika ada bahan dari mutiara induk yang terlepas, maka bahan itu
disebut mutiara. Cakupan warna mutira cukup luas, mulai dari hitam, putih
hingga emas. Jika dilihat dari bentuknya, maka yang paling sering dijumpai
adalah yang berebentuk bulat, simetris (bentuk buah pir) dan baraque (bentuk
bangunan mutiara abstrak, terdapat tonjolan di sana0sini dan tidak simetris.
Biasanya ditemukan di mutiara alami). Umumnya berat mutiara diukur dengan
carat, grain dan momme. Selain itu, untuk mengukur dengan berat biasanya
dilakukan untuk pembelian dengan jumlah yang banyak, sehingga mayoritas mutiara
budidaya diukur dengan ukuran milimeter selain karena faktor kualitas lainnya.
1 carat = 4 grain = 200 miligram = 1/5 gram
1 grain = ¼ carat = 50miligram = 1/20 gram
1 momme = 18.75 carat = 3.750 miligram = 3.75 gram
Mutiara. Sumber: news.kkp.go.id
Nah, secara umum mutiara terdiri dari dua bagian.
Yang pertama adalah “aragonite” yang merupakan beberapa lapisan mineral yang
mengandung kalsium karbonat dan bagian lain adalah zat perekat “chonchiolin”
yang menahan aragonite di dalam mutiara. Karena aragonite merupakan zat yang
setengah tembus cahaya, maka zat inilah yang menyebabkan mutiara tampak
bersinar.
Kedua zat yang terkandung di dalam mutiara
Kita sudah tahu bagian-bagian di dalam mutiara
secara sederhana, lalu bagaimana dengan proses pembuatan mutiara itu sendiri?
Proses Pembentukan Mutiara
Pada tahap awal, terjadi proses biomineralisasi yang
berarti masuknya zat asing seperti sebutir pasir, benda asing ini akan
merangsang sekresi getah nakreas. Kemudian getah ini akan membentuk lapisan
nakreas yang akan membungkus butiran pasir sehingga butiran pasir ini akan
tergulung oleh jaringan mantel dan berbentuk bulat. Hingga beberapa waktu,
terbentuk butiran pasir yang terbentuk oleh lapisan nakreas yang kemudian
disebut mutiara.
Nahh, itu sekilas mengenai apa itu mutiara. Tadi
sudah sempat disinggung di awal jika Indonesia mejadi produsen mutiara terbesar
di dunia. Lalu seperti apa sih model tiram yang menjadikan Indonesia di posisi
yang cukup terpandang di dunia internasional?
Ternyata, tiram tersebut adalah tiram jenis Pinctada Maxima yang merupakan satu-satunya
jenis tiram yang meghasilkan mutiara laut selatan yang juga dikenal sebagai
mutiara yang memiliki kelas tinggi. Selain Pinctada
Maxima, Indonesia juga memiliki jenis-jenis tiram mutiara lainnya, seperti Pinctada Margaritifera, Pinctada Fucata,
Pinctada Chemnitzi dan Pteria Penguin. Namun dari banyaknya jenis tiram
yang dimiliki Indonesia, tiram Pinctada
Maxima merupakan jenis tiram yang paling terkenal dan berharga dibandingkan
dengan jenis yang lainnya. Perairan Indonesia merupakan tempat yang sangat
cocok untuk membudidayakan tiram jenis itu, mengapa? Ini dia faktor-faktornya:
1.
Sirkulasi air di
lautan Indonesia sangat baik, sehingga pertumbuhan plankton dan zooplankton
sebagai makanan kerang tersedia cukup melimpah.
2.
Arus air dan
angin yang tenang dan terhindar dari gelombang dan angin musim.
3.
Bebas dari
pencemaran atau polusi.
4.
Dasar perairan
yang terletak di pulau-pulau kecil serta memiliki karang dan berpasir cocok
untuk dijadikan tempat budidaya tiram.
5.
Suhu yang baik
untuk tiram berkisar antara 25-30 derajat celcius dan suhu air 27-31 derajat
celcius alias sangat cocok jika dengan keadaan suhu di Indonesia. Apabila
terjadi perubahan suhu yang signifikan, maka akan mengakibatkan kematian tiram
karena suhu air dan udara akan memengaruhi pola metabolisme.
Ternyata untuk membudidayakan mutiara jenis Pinctada Maxima juga butuh
kondisi-kondisi tertentu yaa.. Sehingga hanya negara-negara tertentu saja yang
mampu memproduksi mutiara laut selatan. Selain Indonesia, ada negara-negara
lain yang juga berperan sebagai produsen mutiara laut selatan, yaitu:
1.
Australia’
2.
Filipina
3.
Thailand
4.
Myanmar
dan
5.
Vietnam
Dari list negara di atas juga menunjukan jika Pinctada Maxima merupakan aset yang
berharga bagi negara-negara ekuator di kawasan Asia Tenggara dan Australia,
karena jenis tiram yang menghasilkan mutiara kelas asat hanya cocok dengan
iklim negara-negara tersebut.
Mungkin ada yang masih belum mengerti kenapa mutiara
laut selatan ditempatkan sangat istimewa di dunia permutiaraan internasional? Untuk
lebih jelasnya, mungkin infografis di bawah ini dapat menjelaskan fenomena
tersebut.
Indonesian South Sea Pearls
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, jika
mutiara laut selatan dihasilkan dari tiram Pinctada
Maxima yang mayoritasnya diproduksi oleh Indonesia. Tiram ini biasanya
hanya menghasilkan 1 butir mutiara dalam waktu yang cukup lama (sekitar 4-6
tahun) sehingga hal ini membuat harganya di pasaran menjadi tinggi, yakni
sekitar USD 25- USD 100. Selain itu, kualitas yang terkandung di dalamnya juga
sudah diakui dunia internasional sebagai mutiara dengan kualitas yang tinggi
dan hal ini menyebabkan mutiara laut selatan menjadi populer di dunia
internasional.
Jika kita bandingkan dengan mutiara dari negara
luar, seperti Chinese Fresh Water Pearls,
kualitasnya masih belum bisa menandingi Indonesian
South Sea Pearls. Mengapa demikian? Melalui infografis di bawah ini coba
saya uraikan hal tersebut sekaligus mengenalkan sekilas apa itu mutiara air
tawar China.
Chinese Fresh Water Pearls
Tidak seperti Indonesian
South Sea Pearls yang tiramnya hanya mampu memproduksi 1 butir mutiara,
mutiara air tawar China dalam sekali budidaya bisa menghasilkan 40 butir
mutiara! Sehingga tidak heran jika hukum penawaran berlaku, dimana semakin
banyak barang maka akan semakin murah harganya. Mutiara laut selatan Indonesia
bisa menjadi mahal karena untuk sekali berproduksi hanya menghasilkan sedikit
mutiara.
Selain dari jumlah dan waktu produksi mutiaranya,
kualitas yang lebih rendah dari Indonesian
South Sea Pearls membuat harga mutiara air tawar China berada di bawah
harga dari mutiara yang dihasilkan oleh Pinctada
Maxima.
Menelisik Lebih
dalam Indonesian South Sea Pearls
Mutiara laut selatan memang merupakan jenis mutiara
yang memiliki kualitas terbaik, hal ini bukan asal memberi label kepadanya,
melainkan juga melalui serangkaian tahap dan uji kriteria hingga akhirnya bisa
menjadi mutiara yang paling berharga di muka bumi ini.
Mutu dari South Sea Pearls
Mutiara yang juga dijuluki sebagai The Queen of Pearls ini umumnya memiliki
kilauan yang relatif lebih kuat pancarannya jika dibandingkan dengan mutiara
jenis lain, karena memiliki lapisan nacre yang tebal. Permukaan mutiara laut
selatan juga relatif bersih dari noda, lubang atau benjolan. Bentuknya
bermacam-macam, mulai dari bulat, tidak simetrin, circle. Dan biasanya bentuk
bulat menjadi harga yang paling mahal diantara bentuk-bentuk mutiara lainnya. Jika dilihat dari warna, Australian South Sea Pearls memiliki corak umum bewarna putih.
Sedangkan mutiara laut selatan dari Indonesia dan kawasan ASEAN lainnya
cenderung bewarna keemasan, walaupun juga ada yang bewarna putih. Yang
terakhir, ukuran mutiara laut selatan memiliki ukuran yang relatif lebih besar,
berkisar antara 8-22 mm dengan ukuran rata-rata 15 mm. Walaupun tidak jarang
ditemukan pula jika terdapat mutiara yang berukuran lebih kecil dari 8 mm.
Perkembangan
Bisnis Mutiara di Indonesia
Komoditas mutiara memiliki karakteristik yang
berbeda jika dibandingkan dengan komoditas kelautan lainnya. Karena mutiara
merupakan komoditas yang unik dan eksklusif, yang berarti antara satu mutiara
dengan mutiara yang lain memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing dan
juga suatu jenis mutiara tidak dapat berkembang secara optimal jika tidak pada
habitat aslinya.
Mutiara pada dasarnya bisa didapatkan secara
alamiah. Namun, berkat kemajuan teknologi saat ini, budidaya mutiara sudah bisa
dilakukan. Sehingga meningkatkan nilai produksi serta nilai komersial, selain
itu budidaya mutiara itu sendiri dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan
meningkatkan devisa negara akibat hasil dari ekspor mutiara. Bagi lingkungan,
budidaya ini juga positif karena ekosistem laut yang semakin dijaga demi
kelancaran budidaya mutiara itu sendiri.
Jenis tiram Pinctada
Maxima Silver dan Pinctada Maxima
Gold merupakan produk andalan Indonesia. Jenis tiram ini banyak
dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
Indonesia, seperti sudah disebut di awal, jika memiliki
berbagai keuntungan untuk membudidayakan mutiara laut selatan. Sehingga
produksi mutiara sepanjang tahun masih bisa berjalan sesuai dengan permintaan
mutiara itu sendiri, tidak perlu mengkhwatirkan resiko dari bencana alam.
Secara umum, dalam budidaya mutiara laut selatan
Indonesia cukup terkonsentrasi di wilayah timur Indonesia. Berikut daftar
wilayah penghasil Indonesian South Sea
Pearls:
1.
Papua Barat
2.
Nusa Tenggara
Barat
3.
Bali
4.
Nusa Tenggara
Timur
5.
Maluku Selatan
dan Maluku Utara
6.
Sulawesi (Manado
/ Bitung / Sulawesi Tengah / Kendari)
Dalam data ekspor mutiara, Jepang menduduki
peringkat pertama sebagai destinasi ekspor mutiara laut selatan Indonesia. Hal
ini wajar, mengingat saat ini pusat perdagangan mutiara skala internasional
masih berada di Jepang dan hampir 80 persen jenis mutiara laut (South Sea Pearls, Black Pearls dan Akoya
Pearls) akan singgah di Jepang sebelum di distribusikan ke negara-negara
lain. Tetapi, untuk nilai ekspor mutiara ke Jepang sangat fluktuatif. Pada
tahun 2005, nilai eskpor mencapai 88 ribu USD. Kemudian setahun berikutnya
malah tidak ada satu sen pun dollar yang didapat hasil dari ekspor (BPS, 2007).
Permasalahan
Aktual
Ada beberapa masalah yang menyangkut sumber daya
yang sangat berharga bagi Indonesia ini. Masalah yang dimaksud dijabarkan pada
infografis di bawah ini.
Permasalahan aktual ISSP
Pendapatan warga lokal yang kebanyakan masih berada
di kelas menengah ke bawah membuat mereka tidak tertarik kepada mutiara laut
selatan Indonesia yang dikenal memiliki harga yang cukup mahal. Maka untuk
tetap memenuhi keingiannya memiliki mutiara, mereka lebih memilih mutiara
dengan harga yang lebih murah dimana mutiara itu adalah mutiara air tawar China.
Indonesia bukanlah satu-satunya produsen mutiara
laut selatan, sehingga harus bersaing untuk memperebutkan market share dari mutiara laut selatan di kancah dunia. Persaingan
bisa termasuk dari segi harga, kualitas, hingga pelayanan bagi para konsumen
yang membeli langusng di sentra-sentra budidaya mutiara laut selatan.
Sebagai komoditas ekspor (Indonesian South Sea Pearls) yang memegang nilai prestise tinggi,
maka membuat negara-negara lain tergiur untuk melabeli mutiara dari Indonesia
dengan nama atau produksi lokal negara tersebut. Hal ini diakui oleh Joseph
Taylor yang merupakan pelaku di industri mutiara laut selatan saat di wawancara
oleh CNN Indonesia. Tentu ini merupakan sebuah kerugian bagi Indonesia karena
produk kita diakui secara sepihak oleh negara luar. Sehingga hal ini akan
berdampak kepada hilangnya pendapatan potensial yang seharusnya dimiliki oleh
perusahaan budidaya mutiara Indonesia dan jika keadaan lebih buruk lagi, maka
pendapatan mereka akan semakin berkurang karena adanya pengurangan ekspor
mutiara ke luar negeri akibat adanya pengakuan kepemilikan secara sepihak oleh
negara lain.
Selain masalah lisensi, ternyata masalah ekspor yang ilegal menjadi hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam kutipan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti di laman Suara Merdeka di awal tahun, ekspor mutiara yang tercatat hanya 28 juta dolar AS, padahal potensi yang seharusnya di dapat oleh Indonesia bisa mencapai 200 juta - 300 juta dolar AS, karena Indonesia memproduksi 60%-80% South Sea Pearls di dunia. Jika dibandingkan dengan Australia yang hanya meproduksi 13% mutiara laut selatan, maka nilai ekspor Indonesia benar-benar jauh tertinggal, Australia mampu mendapatkan sekitar 122 juta USD.
Selain masalah lisensi, ternyata masalah ekspor yang ilegal menjadi hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam kutipan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti di laman Suara Merdeka di awal tahun, ekspor mutiara yang tercatat hanya 28 juta dolar AS, padahal potensi yang seharusnya di dapat oleh Indonesia bisa mencapai 200 juta - 300 juta dolar AS, karena Indonesia memproduksi 60%-80% South Sea Pearls di dunia. Jika dibandingkan dengan Australia yang hanya meproduksi 13% mutiara laut selatan, maka nilai ekspor Indonesia benar-benar jauh tertinggal, Australia mampu mendapatkan sekitar 122 juta USD.
Upaya untuk
Mengatasi Masalah
Dalam usaha untuk mengatasi masalah yang pertama,
yakni masalah kecenderungan warga lokal yang memilih mutiara dari China.
Pemerintah tidak mungkin untuk memaksa rakyatnya guna membeli mutiara laut
selatan Indonesia, karena tidak terjangkau. Solusi jangka pendeknya adalah
pemerintah bekerja sama dengan para pelaku di pasar mutiara untuk memanfaatkan
potensi pasar yang terdapat di luar negeri. Sembari menunggu pendapatan warga
lokal semakin baik hingga pada akhirnya mampu untuk membeli mutiara Indonesia.
Kemudian untuk masalah yang kedua, pemerintah
sebaiknya memberikan semacam lisensi atau sertifikasi sebagai bukti bahwa
mutiara yang di ekspor adalah mutiara asli Indonesia. Karena Joseph Taylor
menyatakan pada kesempatan yang sama, bahwa eksportir tidak memiliki
sertifikasi mengenai mutiara yang di ekspor ini. Sehingga sangat rawan dengan
pengakuan sepihak oleh negara lain. Dan pemecahan masalah nomor tiga,
pemerintah bisa memberikan berbagai macam insentif seperti bea keluar yang
digratiskan atau dengan memberdayakan industri mutiara laut selatan Indonesia
dengan berbagai macam pelatihan ataupun juga peningkatan kapasitas produksi
sehingga industri mutiara dapat menghasilkan mutiara lebih banyak dan juga
berkualitas. Sehingga efek multipliernya adalah pendapatan perusahaan bisa
meningkat seiring dengan pemberdayaan yang pemerintah lakukan kepada industri
mutiara nusantara.
Untuk menghadapi masalah pendapatan ekspor yang belum mencapai potensi maksimalnya, pemerintah dalam hal ini Kementrian KKP tidak bisa sendirian, perlu koordinasi dengan lembaga lain seperti PemDa di daerah tempat budidaya South Sea Pearls. Karena, dengan adanya kerjasama yang intensif antara Kementrian KKP dan PemDa maka diharapkan tidak ada lagi kasus kecolongan jumlah produksi mutiara yang kemudian di ekspor. Lalu kerjasama bisa dilakukan dengan Bea Cukai dan Pelabuhan yang menjadi pintu keluar mutiara yang akan di eskpor. Kemudian, untuk memberikan efek jera terhadap eksportir yang nakal, Kementrian KKP menggandeng kepolisian guna menyelidiki dan memberikan hukuman kepada mereka.
Upaya Guna Mengatasi Masalah. Grafis: Penulis
Untuk menghadapi masalah pendapatan ekspor yang belum mencapai potensi maksimalnya, pemerintah dalam hal ini Kementrian KKP tidak bisa sendirian, perlu koordinasi dengan lembaga lain seperti PemDa di daerah tempat budidaya South Sea Pearls. Karena, dengan adanya kerjasama yang intensif antara Kementrian KKP dan PemDa maka diharapkan tidak ada lagi kasus kecolongan jumlah produksi mutiara yang kemudian di ekspor. Lalu kerjasama bisa dilakukan dengan Bea Cukai dan Pelabuhan yang menjadi pintu keluar mutiara yang akan di eskpor. Kemudian, untuk memberikan efek jera terhadap eksportir yang nakal, Kementrian KKP menggandeng kepolisian guna menyelidiki dan memberikan hukuman kepada mereka.
Penutup
Mutiara laut selatan adalah salah satu aset yang
bernilai sangat tinggi yang dimiliki oleh Indonesia. Sudah sepatutnya jika
pemerintah meningkatkan perhatian kepada industri di bidang ini. Salah satu bukti nyatanya adalah Pemerintah (dalam hal ini direpresntasikan oleh Menteri KKP) mengadakan Indonesian Pearl Festival yang ke 6 kalinya. Tujuannya agar
Indonesian South Sea Pearls makin
dikenal di dunia internasional hingga menjadikan Indonesia sebagai negara yang
dikenal sebagai pemain utama pada bisnis mutiara laut selatan dan pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan devisa negara dari ekspor mutiara laut selatan. Singkatnya, peluang Indonesia untuk menjadi raja mutiara laut selatan bisa semakin diperkukuh!
DAFTAR REFERENSI
- http://www.lesterandbrown.com/cms/project/10-interesting-facts-about-pearls/
- Data dinas perindustrian dan perdagangan NTB
- Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan NTB
- Buku Profil Dinas Kelautan dan Perikanan
- Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab.
Lombok Barat
- Indonesian South Sea Pearls by Ministry of Trade of RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar