Libur
semester 3 bulan lamanya seakan-akan terlalu singkat bagi saya dan mungkin juga
kawan-kawan saya, setidaknya untuk berkelana menyusuri keindahan sebuah kota
yang istimewa, yakni Jogjakarta. Menjadi sangat singkat pula karena ini bukanlah
sebuah perjalanan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari, ketika kami sering
berpapasan di kampus. Melainkan, sebuah wacana yang digulirkan kala liburan menjelang
3 minggu lagi. Sepintas, nampaknya libur masih panjang, namun banyak dari kami
yang harus mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan mahasiswa baru (ospek)
sehingga akhirnya kami menemukan kata mufakat untuk waktu liburan ini, yakni
selama 2 hari 1 malam. Bukan waktu yang lama memang, namun setidaknya lebih
baik hanya sesaat daripada tidak sama sekali bukan?
Awal
mula perjalanan kami bukanlah tanpa hambatan, jadwal pengisian Isian Rencana
Studi (IRS) yang ditunda hingga hari H keberangkatan kami (bahkan dengan jam
yang masih belum pasti) membuat kami semua sejak berkumpul dari siang hari
hingga perjalanan menuju ST. Pasar Senen masih dipusingkan dengan kelas (re: dosen)
yang akan kami pilih dan di saat yang bersamaan sambil harus meluangkan waktu untuk
selalu merefresh laman sistem
akademik (fenomena ini biasa disebut oleh Mahasiswa UI sebagai SIAK WAR). Hal
itu membuat kami nyaris tidak peduli akan kegiatan yang akan dilakukan selama
di Jogja. Padahal, waktu kami di sana jugalah tidak lama. Akhirnya, tiba dan
turunlah kami di Stasiun Manggarai, stasiun yang menjadi tempat transit sebelum
menuju ke Stasiun Pasar Senen (karena tidak bisa diakses langsung dari Stasiun
Universitas Indonesia).
Dan...
akhirnya selang belasan menit kami menginjakan kaki di Stasiun Manggarai, biro
akademik FEB UI pun membuka sesi pengisisan IRS.
“Udah
bisa ngisi woyy seriusan!!” Teriakku pada yang lain.
Spontan,
kami pun langsung terpaku kepada layar handphone kami masing-masing disertai
dengan catatan daftar kelas yang akan kami pilih.
Situasi
bertambah tegang ketika beberapa dari kami ada yang bermasalah saat login,
sinyal yang kurang kuat hingga kecepatan internet yang tidak terlalu mendukung,
sehingga membuat beberapa kawan saya dan juga saya sudah tidak urus dengan
catatan daftar kelas yang telah kami buat sebelumnya. Pada akhirnya, secara
bergantian kami mengomandoi pengisian IRS secara bersama-sama, dengan menyebut
mata kuliah disusul dengan nama kelas.
“Woii..
Mikroekonomi kelasnya yang mana?” tanyaku dengan nada yang agak tinggi.
“Kelas
E lik,” sahut Tecan.
Saat regol
Alhamdulillah...
rasa lega akhirnya membuncah saat saya dan kawan-kawan sudah menyimpan IRS yang
telah kami isi sebelumnya. Tapi, jam sudah hampir menunjukan pukul setengah 11.
Berarti hanya selang 30 menit jelang keberangkatan kereta Gaya Baru Malam dari
ST. Pasar Senen menuju ST. Lempuyangan. Kemudian bergegaslah kami untuk menaiki
kereta ke ST. Pasar Senen.
Perjalanan
Dimulai – Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat
Selama
sekitar 8 jam perjalanan di kereta, tidak begitu banyak aktifitas yang kami
lakukan. Paling-paling hanya membahas kegiatan besok hari, itupun hanya
membutuhkan waktu yang singkat, hanya 30 menitan. Kemudian disusul oleh main
kartu remi yang ternyata cukup efektif untuk membunuh lamanya perjalanan kami.
Namun
ketika mencapai kota Cirebon, datanglah petugas pemeriksa tiket kereta yang
kemudian melarang kami untuk bermain kartu, identik dengan perjudian alasannya.
Padahal kami tidak melakukannya, malah permainan ini menuntut kami untuk
berpikir bagaimana caranya bisa mendapatkan angka 24 dengan kartu yang ada.
Demi menjaga ketertiban, langsung saja kami rapikan kartu-kartu yang tadinya
berserakan di tengah kursi kami. Kami pun terlelap dalam sisa malam tersebut.
Saat Bermain
“24” dengan Kartu Remi di Perjalanan
Hari Pertama di Jogjakarta
Akhirnya
setelah menempuh perjalanan semalam penuh, kereta kami tiba di ST. Lempuyangan.
Langsung saja kami menuju rumah salah satu kawan kami, Akbar, yang letaknya di
Sleman. Hanya butuh 40 menit dari stasiun untuk tiba di rumahnya. Kami pun
langsung beristirahat sejenak karena trip pertama kami pun akan dimulai.
Sejak
awal, kami memang berniat untuk menyusuri objek wisata alam yang terdapat di
daerah ini. Karena keterbatasan waktu pula yang membuat kami tidak bisa
mengunjungi objek-objek bersejarah ataupun yang lainnya. Mungkin di waktu yang
lain dan juga di lain kesempatan.
Objek
wisata Kaliurang menjadi tempat pertama yang kami kunjungi. Karena letaknya
yang cukup dekat dari tempat kami menginap.
Tetapi,
dalam perjalanannya menuju sana tidaklah begitu mulus. Beberapa kali kami salah
mengambil jalan sehingga beberapa kali pula kami tersesat. Hingga setelah
selesai ibadah Jumat’an di salah satu mesjid, kami menanyakan kepada seorang
bapak-bapak tentang arah menuju tempat wisata Kaliurang. Akhirnya setelah
menempuh jarak yang cukup jauh, terlihatlah papan petunjuk arah menuju tempat
yang kami tuju.
Ketika
kami hendak memarkirkan mobil, keadaan tempat wisata cukup sepi dan juga agak
panas. Malah, lebih banyak jumlah monyet yang berada di kawasan tersebut di
bandingkan dengan jumlah manusianya. Beberapa dari monyet tersebut menghampiri
kami dan sangat tertarik dengan apa yang kami pegang di tangan kami. Hal itu
kemudian membuat kami meletakan barang bawaan di tas, bahkan termasuk juga
kamera yang biasa rekan kami bawa untuk mendokumentasikan sebuah momen.
Tiket
sudah di tangan, tanpa membuang waktu lagi kami langsung berjalan menyusuri Bukit
Plawangan. Dengan kondisi badan yang
tak begitu bugar membuat medan yang sebenarnya tidak begitu parah (karena
kontur tanah yang tidak begitu lembab) menjadi cukup berat untuk saya dan
beberapa kawan saya lalui. Namun, karena kami berjalan bersama-sama, berarti kami
juga menghadapi rintangan yang sama. Melihat kawan saya yang tidak kelelahan,
membuatku demikian juga. Rasa semangat dan keingin tahuan kami meredam rasa
lelah selama perjalanan ini. Secara keseluruhan butuh 45 menit untuk tiba di
puncak Bukit Plawangan. Rasa lelah kami selama perjalanan terbayar lunas dengan
hasil yang kami dapatkan yakni indahnya pemandangan Gunung Merapi.
Hasil
Perjalanan yang Terbayar Lunas
Di
sana juga terdapat pos 3 tingkat yang merupakan tempat strategis untuk melihat pemandangan
Gunung Merapi. Keadaan pos yang sepi membuat kami bisa leluasa untuk
mengabadikan momen ini.
Kami
tidak berlama-lama berada di puncak bukit. Karena setelah Kaliurang, kami akan
menuju ke arah selatan Jogjakarta, yakni Pantai Depok.
Berbeda
dengan perjalanan berangkat menuju bukit tadi, perjalanan pulang kali ini tidak
terlalu berat jika dibandingkan dengan perjalanan pulang. Mungkin karena memang
rasa lelah kami terbayarkan dengan apa yang kami dapat saat mencapai puncak
atau mungkin juga karena kami memiliki satu tujuan lagi di hari perdana ini.
Sehingga rasa semangat masih terus terjaga.
Awalnya
ketika mobil yang kami tumpangi masih berada di daerah desa Kaliurang, kami
merasa bahwa jadwal tempat wisata di hari pertama ini cukup riskan. Mengingat
letak antara Kaliurang dan Pantai Depok sangat jauh, dari ujung utara Jogja menuju
ujung selatannya. Namun, karena objek wisata alam lain yang lebih dekat dari
Kaliurang dan masuk dalam list kami
seperti Kalibiru dan Goa Pindul yang tutup di sore hari membuat Pantai Depok
menjadi pilihan terbaik walaupun harus menempuh perjalanan dari ujung ke ujung.
Mulai
masuk kawasan kampus Universitas Gajah Mada, Jalan Raya Kaliurang mulai padat.
Padahal kami belum sampai di pusat kota Jogja, yang artinya masih harus
menghadapi kemacetan lagi. Raut muka yang pesimis gagal mendapatkan momen sunset dari kawanku yang kulihat dari
spion tengah mulai memancar. Ditambah lagi, kami juga belum makan siang.
Seakan-akan lengkaplah situasi ini. Antunan lagu dari radio tidak membuat
suasana semakin baik.
Monumen
Tugu sudah nampak dari kabin mobil kami, masih cukup jauh dari jalan raya
menuju pantai. Berkali-kali saya membuka GPS dan berkali-kali pula menampilkan
jalanan yang bewarna merah menyala (tanda untuk jalan yang macet). Macet kali
ini bahkan lebih parah jika dibandingkan ketika saya berkunjung di Hari Raya
Idul Fitri lalu. Untung saja kami membawa makanan ringan dari rumah Akbar,
sehingga bisa sedikit meredakan rasa lapar.
Beruntung,
ketika kami sudah berada di Jalan Raya Parangtritis, keadaan cukup lowong.
Sehingga cukup mengejutukan ketika kami tiba di gerbang Pantai Depok, jam
tanganku masih menunjukan pukul 5 sore. Setidaknya kami masih punya harapan
untuk melihat matahari tenggelam dari selatan Jogjakarta.
Setibanya
di pantai, kami langsung menuju musholla untuk melakukan sholat Ashar.
Setelahnya kami langsung menuju pasar ikan untuk menyiapkan makan malam yang dimasak
oleh ibu-ibu yang menyediakan jasa memasak makanan laut.
Setelah
memarkirkan mobil di dekat toko yang memasak belanjaan makanan laut kami,
kamipun langsung bergegas untuk menuju pantai. Namun cukup disayangkan, bahwa
cuaca tidak begitu cerah sehingga proses matahari tenggelam tidak begitu jelas.
Saat di
Pantai Depok
Gagal
mendapatkan sunset tidaklah menjadi
persoalan yang dilebih-lebihkan oleh kami, kami tetap menikmati hembusan angin
pantai yang menjadi barang langka ketika kami disibukkan dengan aktifitas kami
di kampus.
Setelah
menikmati pesona Pantai Depok, kami mengakhirinya dengan menyantap hidangan hewan
laut yang menjadi kompensasi atas makan siang yang tertunda hingga larut malam.
Karena keasyikan makan, kami pun tidak mendokumentasikan hal ini. Cukup
disayangkan, tapi memang karena kami semua fokus makan, maka hal-hal di luar
ini menjadi tak terpikirkan.
Rupanya
3 kg makanan laut cukup untuk merapel makan siang yang tertunda beserta makan
malam ini. Sinar bulan menemani perjalanan pulang kami menuju kota. Sebelum
menuju rumah Akbar kami menyempatkan diri untuk nongkrong di Kopi Joss,
pinggiran jalan Malioboro. Tidak lama-lama kami di sini, karena gerimis
langsung menerjang dan memang hari sudah larut malam, sudah waktunya untuk
pulang. Mengakhiri perjalanan di hari perdana kami.
Hari Kedua di
Jogjakarta
Jika
di hari pertama kami melakukan perjalanan dari Utara ke Selatan, maka pada kali
ini kami akan melakukan pejalanan dari Barat ke tengah kota, atau tepatnya dari
Kalibiru dan ST. Lempuyangan.
Tidak
ingin mengulangi kesalahan seperti kemarin, kami pun berangkat lebih pagi.
Pukul 8 kami sudah mulai jalan dari rumah penginapan. Arus lalu lintas menuju
Wates terlihat cukup longgar. Di lingkar barat, mobil kami mampu menempuh
hingga kecepatan 100 km/jam. Hal yang sangat kontras dibandingkan kemarin.
Hanya
butuh sekitar 1 jam untuk tiba di Kabupaten Wates, namun perjalanan dari Wates
menuju Kalibiru lah yang memakan waktu lama. Akses yang berliku dan sempit
membuat mobil yang kami tumpangi harus ekstra hati-hati.
Sebelum
tiba di Kalibiru, kami menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di Waduk Sermo.
Sebenarnya tidak ada tempat semacam
rest area di daerah ini, mobil kami pun
diparkirkan di pinggir jalan (yang letaknya persis di pinggir waduk), mengikuti
beberapa mobil di depan kami. Tempat ini cukup terik ditambah dengan tidak
adanya pohon di pinggiran jalan membuat udara di sini sangat panas. Walaupun
begitu, pemandangan yang ada bisa dijadikan objek foto-foto ria sambil meregangkan
badan sebelum menuju tempat wisata utama.
Setelah melewati Waduk Sermo, jalanan makin lama
makin curam, sempit ditambah letaknya berada di antara tebing dan jurang
membuat perjalanan semakin seru. Saking sempitnya, jika bertemu mobil yang
berpapasan maka salah satu mobil harus minggir dan berhenti. Beruntung, jarang
sekali kami berpapasan dengan mobil lainnya.
Harus diakui jika memang berkendara di akses
Kalibiru dibutuhkan konsentrasi yang cukup. Karena mobil yang berada di depan
kami dalam satu momen membuat adrenalin kami meningkat.
Bagaimana tidak, kami
harus berhenti dalam posisi menanjak dengan kemiringan sekitar 45o karena mobil di depan kami tidak bisa
belok dalam satu kali putaran dan hal tersebut ditambah dengan adanya jurang
yang terletak persis di belakang kami. Sadar bahwa mobil di depan tidak bisa
belok, maka saya pun melepas rem perlahan-lahan untuk memberikan space kepada
mobil depan untuk mundur sedikit, kawanku baris belakang sudah mewanti-wanti
agar tidak terus-terusan mundur karena terdapat jurang.
“Likk likk belakang jurang woyy, jangan
mundur-mundur lagi!!” Dimas dan Tecan mengingatkanku sambil melihat kaca
belakang.
“Itu mobil depan mau mundur coyy. Gak ada ruang juga
ini buat dia,” sahutku
Dari kejauhan, nampak deretan mobil yang parkir di
pinggir jalan, pertanda kami sudah tiba di Kalibiru. Ramai sekali tempat ini,
maklum saja karena memang hari ini merupakan akhir pekan. Sehingga banyak
keluarga yang berlibur kesini. Suasana yang ramai membuat spot-spot foto
menjadi penuh antrian, bahkan harus menunggu sekitar 2 jam untuk mendapat
giliran foto di sana. Akhirnya, kami memutuskan untuk tidak ikut mengantri dan
mencari spot foto sendiri yang tidak perlu menunggu lama.
Saat di Kalibiru
Hanya sebentar kami menghabiskan waktu di Kalibiru,
karena kami ditunggu oleh jadwal keberangkatan kereta pulang di sore harinya.
Sebelum menuju stasiun, rasanya kurang afdol jika
tidak membawa buah tangan dari sini, sehingga mampirlah kami sejenak di
Maliboro, sekaligus menjadi penutup perjalanan singkat kami di kota yang
istimewa, Kota Jogjakarta.
Akhir dari Lawatan Singkat di Jogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar