1.
Pendahuluan
Selama kami semua berkuliah di
Universitas Indonesia, mengambil mata kuliah wajib universitas adalah sesuatu
yang mutlak harus dilakukan. Di semester pertama ini, mata kuliah MPKT A
menjadi salah satu mata kuliah wajib universitas yang kami pilih di semester
satu ini.
Mata kuliah MPKT A sendiri memiliki
lima buku ajar yang digunakan untuk kegiatan perkuliahan. Misalnya dari buku
ajar 1 yang berwarna kuning membahas tentang kekuatan dan keutamaan Karakter,
Filsafat, Logika dan Etika. Lalu ada materi tentang Manusia sebagai Individu,
Kelompok dan Masyarakat yang tersurat dalam buku ajar 2 yang memiliki warna
dominan abu-abu. Buku ajar 3 memuat tentang Bangsa, Negara dan Pancasila. Dan
kedua buku lainnya yang berciri khas warna hijau (baik tua maupun muda) memiliki
topik utama yaitu Bahasa Indonesia.
Pada makalah ini, saya akan mencoba
untuk mereview kembali apa yang sudah kami pelajari di kelas dengan buku ajar 1
sebagai pedoman utama, yakni Kekuatan dan Keutamaan Karakter Filsafat, Logika
dan Etika.
Untuk pembahasan buku ajar 1 ini
saya akan menuliskan sedikit pengertian masing-masing sub bahasan, kemudian
setelah itu saya akan menghubungkan sub bahasan tersebut dengan berbagai film
yang sudah kami tonton sebelumnya.
2. Isi
Pada bab pertama
di buku ajar 1 dibahas mengenai kekuatan dan keutamaan karakter. Di bab ini,
kami kemudian diinstruksikan untuk mencari tokoh pahlawan yang dianggap
memiliki jiwa kepemimpinan dan karakter yang kuat. Waktu itu saya memilih Bung
Karno sebagai seorang figur yang memiliki sifat tersebut. Ada beberapa alasan
mengapa kami memilih Bung Karno, yakni karena Bung Karno sebagai salah satu
tokoh utama dalam perjuangan Indonesia lepas dari cengkeraman penjajah memiliki
beberapa aksi heroik yang disajikan di literature sejarah kemerdekaan
Indonesia. Salah satu contoh ketika Bung Karno beberapa kali diasingkan di
tempat terpencil, namun hal tersebut tidak menyurutkan tekad beliau untuk
memerdekakan Indonesia. Berarti dalam
diri Bung Karno terdapat karakter yang kuat dan sikap ksatriaan yang merupakan
salah dua sifat-sifat yang merupakan cerminan sebagai kekuatan dan keutamaan karakter.
Selain memiliki
karakter yang kuat dan sikap kesatriaan, Bung Karno juga di kenal sebagai orang
yang memiliki pengetahuan yang tinggi dan kebijaksanaan seperti tercantum dalam
kriteria karakter yang kuat. Hal itu tercermin ketika Bung Karno seringkali
pergi ke perpustakaan untuk membaca buku-buku sembari melanjutkan perjuangannya
dalam memerdekakan bangsa ini.
Lalu kita
beralih ke bab dua yang membahas tentang dasar-dasar filsafat. Terdapat tiga
poin utama dalam pembahasan filsafat, yakni etika, epistemologi dan logika.
Film The Social Network menjadi suatu
objek yang digunakan untuk mengaitkan materi di bab ini. Film ini menceritakan
perjalanan Mark Zuckeberg ketika mendirikan situs jejaring sosial yang kita
kenal dengan nama Facebook.
Jika merujuk
pada alur film tersebut, tersirat bahwa kesuksesan Mark saat ini juga diawali
dengan perjuangan yang berliku-liku. Misalnya ketika Mark dituduh oleh rekan
kerjanya bahwa Mark telah melanggar peraturan kampus dan juga mencuri idenya
sehingga Mark menghabiskan banyak waktu dan biaya dalam proses pengadilan.
Namun, Mark juga bisa kita sebut berpikir filsafati, karena dia telah melihat
peluang kecil yang membuat dia terpikir untuk membuat jejaring sosial yang dapat
menghubungkan teman-teman di kampusnya. Disisi lain, ada satu point dari sifat
filsafati yang dilanggar oleh Mark. Yakni etika, yak karena dalam film tersebut
ditayangkan bagaimana Mark menganggu privasi dari teman wanita di kampusnya dengan
memajang foto serta disertai dengan artikel yang memojokan mereka.
Kemudian di bab
ketiga buku ajar 1 dibahas mengenai logika dengan film 3 idiots. Dari
pengertian logika yang saya pahami dari buku, logika bisa diartikan sebagai
cabang filsafat yang mengkaji prinsip, metode yang benar dan lurus. Nah, dalam
film 3 idiots terdapat suatu momen dimana Ranco memiliki pandangan yang sesuai
dengan apa yang terjadi di dunia ini, yakni “jadikanlah hobimu menjadi pekerjaanmu,
maka bekerja seperti bermain”. Kenapa saya bisa bilang pernyataan itu sesuai
dengan kaidah yang berlaku di kehidupan kita? Karena apapun aktifitas yang kita
lakukan jika kita tidak terbebani maka kita tidak akan mengeluh jika menghadapi
kesulitan atau cobaan. Nah, dalam film
itu juga dicuplikan beberapa teman sekampus Ranco yang bunuh diri akibat
mengalami stress.
Belum lagi
ketika rekan Ranco, yakni Farhan yang memiliki hobi sebagai fotografer tetapi
sempat ditolak oleh ayahnya. Namun, berkat penjelasan dari Farhan yang merasa
bahwa fotografer adalah profesi yang memberikan kepuasan batin bagi dirinya,
maka ayahnya pun setuju dengan keinginan anaknya tersebut.
Lalu, ada etika
yang merupakan penutup dari buku yang berwarna kuning yang menjadi warna
dominan di covernya. Dalam bagian ini terdapat dua film yang menjadi penunjang
kami untuk mengelaborasi materi ini, yakni Ma Malind Su Hilang dan Alangkah
Lucunya Negeri Ini.
Pengertian
singkat dari etika dalah merupakan perilaku tentang baik dan buruk dan mengatur
secara filosofis bagaimana cara kita bertindak. Ketika saya melihat kedua film
tersebut, secara garis besar bahwa perilaku orang-orang pendatang di pulau
Papua melanggar etika yang kita sudah pahami bersama dalam kehidupan
bermasyarakat. Misalnya dalam film Ma Malind Su Hilang terdapat perusahaan
(Medco) yang dengan semena-mena merusak hutan yang menjadi penyangga hidup dari
warga lokal. Ya, rakyat lokal Papua masih cukup bergantung terhadap hasil
alamnya, mulai dari memenuhi kebutuhan makanan pokok seperti sagu, hingga untuk
menghilangkan dahaga, mereka tinggal menyibak air di sungai atau danau tanpa
harus diolah terlebih dahulu. Akibat dari ekspansi bisnis Medco serta disertai
tindakan yang tidak bersahabat dengan lingkungan, maka warga lokal benar-benar
kebingungan untuk menghadapi situasi ini. Jika hal itu bisa ditukar dengan
terjaminnya warga lokal untuk bekerja di posisi yang baik mungkin masih bisa
diterima, tetapi pada kenyataanya warga lokal hanya menjadi pekerja kasar di
perusahaan tersebut. Sudah tidak bisa dipungkiri jika apa yang dilakukan Medco
melanggar etika.
Di film yang
kedua, yang berjudul Alangkah Lucunya Negeri Ini juga dikaitkan dengan etika. Film
ini juga mengandung unsur dilema bagi para tokoh-tokoh yang ada di dalam film tersebut.
Mulai dari tokoh
utamanya, yaitu Muluk yang merupakan sarjana manajemen yang masih berstatus sebagai
pengangguran. Lalu tiba-tiba dia memiliki ide untuk mengajak bos dari para
maling untuk bekerja sama. Tujuan dari Muluk sebenarnya sangat mulia, yakni
untuk merubah anak-anak jalanan yang saat ini menjadi maling di pasar, sekolah
maupun transportasi umum menjadi pedagang asongan. Namun, si Muluk butuh
bantuan dari teman-temannya untuk mencapai misi tersebut. Yang pertama ada
Samsul, dia merupakan sarjana pendidikan yang kesehariannya bermain gaple di
poskamling. Disini dia akan mengajarkan anak-anak jalanan itu tentang
pendidikan. Lalu yang kedua ada Pipit. Dia menjadi pengajar spiritual,
sebelumnya Pipit seringkali mengikuti kuis berhadiah di televisi.
Awalnya memang
tidak mudah bagi mereka bertiga untuk mendidik anak-anak yang sebelumnya tidak
pernah menempuh pendidikan (baik umum maupun spiritual) dan juga sudah terbiasa
hidup “semau gue”. Namun, berkat keuletan dan ketahanan hati dari mereka,
akhirnya anak-anak jalanan didikan mereka sudah berkembang menjadi anak-anak
yang lebih baik daripada sebelumnya.
Namun, dilemma ini
muncul ketika orang tua Muluk, Pipit, beserta calon mertua Muluk datang ke
tempat Muluk dan teman-teman ‘bekerja’. Akhirnya terungkap lah oleh mereka jika
Muluk, Pipit dan Samsul mendapatkan uang dari uang yang haram (karena merupakan
hasil uang curian). Sehingga hal itu membuat Muluk, Pipit dan Samsul
kebingungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan ini. Karena, jika mereka
keluar dari pekerjaan itu maka mereka akan kembali menjadi pengangguran.
Namun, jangan
lupa bahwa kedatangan mereka ke markas para maling itu bisa diibaratkan sebagai
kedatangan ‘malaikat’ penyelamat yang bisa merubah nasib mereka kelak. Dalam
sesi akhir film tersebut, beberapa anak berganti profesi yang tadinya merupakan
maling di tempat umum menjadi pedagang asongan. Ketika mereka menjajakan dagangan mereka di jalanan
ibukota, anak-anak pedagang asongan ini malah dikejar-kejar oleh satpol PP
dengan dalih mereka mengganggu ketertiban umum. Di sini juga kita bisa
menemukan situasi yang dilematis, kenapa? Karena jika mereka sebagai pedagang
asongan saja ditangkap, yang notabene tidak mengambil hak orang lain. Apalagi
mereka hidup sebagai maling di tempat-tempat umum? Kesannya mereka itu seperti
hidup segan mati tak mau. Padahal di cuplikan terakhir ditampilkan salah satu
pasal yang intinya jika setiap warga negara dilindungi oleh negara.
3.
Penutup
Apa yang saya
pelajari tentang materi di buku satu ini, seperti Kekuatan dan Keutamaan
Karakter, Filsafat, Logika dan Etika membuka wawasan tambahan dalam cara pandang
saya mengenal kehidupan ini. Misalnya dalam topik yang pertama, yakni karakter.
Banyak dari tokoh-tokoh sukses di negara maupun dunia ini yang memiliki
karakter yang kuat dan menjadi ciri khas sehingga membuat tokoh-tokoh tersebut
sukses hingga menjadi salah satu inspirasi bagi kita semua. Lalu yang kedua ada
berpikir secara filsafati, yang menunjukan jika apa yang kita lakukan ini harus
sesuai dengan keinginan hati kita yang paling dalam seperti yang dicontohkan
dalam film 3 Idiots. Kemudian, Mark Zuckerberg juga mencontohkan cara berpikir
logika yang menghantarkannya sebagai anak muda yang sudah menjadi milliarder. Serta
yang terakhir terdapat etika. Dalam film yang berlatar di Papua mengingatkan
kita jika memang harus ada sesuatu yang dipilih. Misalnya ketika kita ingin
mengejar keuntungan secara materi, maka alam lah yang menjadi korban dari usaha
kita untuk mendapatkan keuntungan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar