17
– 20 September 2015
Akhirnya,
aku dan rekan-rekan seangkatanku telah menjalani seluruh rangkaian orientasi
fakultas ekonomi dan bisnis. Dimulai dari dua hari orientasi pengenalan kampus,
yang memiliki nilai-nilai inspirasi dari para pembicara yang merupakan “orang
yang sudah jadi” sekaligus menjadi senior-senior kita di FEB UI. Dilanjutkan
dengan paska OPK yang seluruh maba FEB UI mengenakan jakun dan name tag di
lingkungan kampus. Setelah itu ada ospek agama yang mengharuskan mahasiswa baru
menginap di kelas. Dan yang terakhir, kami menjalani kegiatan Sos Act di
Karawang.
Tentu
sudah menjadi bagian dari tujuan yang tercantum dalam tri dharma bahwa
mahasiswa harus mengabdi kepada masyarakat. Dengan kegiatan yang digelar 4 hari
3 malam, sedikit banyak kami sudah menjalani hal tersebut.
Banyak
sekali pengalaman-pengalaman yang kita peroleh ketika tiba di Karawang. Memang
awalnya terasa menjengkelkan ketika jam keberangkatan yang molor hingga dua jam
(jadwal berangkat jam 1 siang dan kita baru berangkat jam 3 sore). Di
perjalanan, kita tertahan oleh kepadatan kendaraan di jalan Lenteng Agung, baru
setelah memasuki kolong jembatan daerah Tanjung Barat, bus kita melaju dengan
cukup lancar.
Kita
baru tiba di tempat pemberhentian bus pukul setengah enam sore. Letak daerahnya
cukup jauh dari pintu tol Karawang Timur dan jalur pantura. Sepanjang jalan
memandang, akses menuju desa sebenarnya cukup sulit untuk kendaraan sebesar bus
dan kendaraan jenis roda empat atau lebih untuk berpapasan tanpa harus
mengurangi kecepatan. Namun, untungnya kondisi jalan yang sudah di cor membuat
perjalanan menuju desa Darangwolo cukup lancar.
Setelah
tiba di shipping point bus-bus
rombongan sos act, kami berjalan kaki dengan segala barang bawaan seperti setelan baju dan berbagai macam
makanan yang menjadi bekal di perjalanan. Tidak begitu dekat jarak antara shipping point bus dengan cluster yang
kita tinggali. Namun, jika merujuk kepada cluster 4 atau 5, saya pribadi merasa
bersyukur bisa menempati rumah penginapan yang strategis.
Saya,
ka Bal, Septa, Oka, Gilang, Akbar, dan Ervan mendapati sambutan yang hangat
dari si Aa (panggilan sehariannya) yang ditemani perempuan yang diketahui
sebagai istri Aa, sang pemilik rumah yang akan kami tinggali beberapa hari
kedepan. Lalu dengan sigapnya, Aa langsung menyajikan cemilan kecil kepada kami
semua. Selang beberapa saat, muncul pasangan yang perawakannya cukup tua, yang
ternyata merupakan orang tua dari Aa.
Kami
yang memang sudah kelelahan di perjalanan tadi langsung beristirahat di house
fam. Ervan langsung terbaring di kasur pojok. Keadaannya tidak terlalu bagus,
bahkan ketika kami masih di FE Ervan sudah terlihat pucat dan lemas. Mayoritas
kami juga masih malu-malu untuk melakukan sesuatu di rumah ini. Karena
bagaimanapun, kami berada di lingkungan baru yang orang-orangnya masih belum
kami kenal.
Namun,
dengan kedewasaannya, kak Bal memecah kebekuan situasi dengan berinisiatif
untuk mengobrol dengan ayah Aa.
Ternyata,
mayoritas anggota keluarga besar Aa bekerja di pabrik baja. Ayah Aa merupakan
seorang sekuriti di pabrik tersebut, sedangkan Aa bekerja sebagai pegawai
pabrik baja yang sama dengan ayahnya.
Waktu
pekerjaan mereka juga bergantian. Si Aa bekerja dua shift, yakni shift pagi dan
shift siang yang biasanya dimulai dari pukul 8 hingga 6 sore. Lalu ayahnya
bekerja di shift malam, yakni dari jam 11 malam hingga 6 pagi.
Selain
pekerjaan menjadi pegawai pabrik, keluarga Aa memiliki mata pencaharian lain.
Yakni di bidang pertanian. Ketika musim tanam dan panen tiba, istri dari ayah
Aa dan istri Aa sendiri langsung terjun ke sawah untuk mengurus padi. Begitu
pula ketika si Aa dan ayahnya memiliki jam kosong juga ikut membantu istrinya
di sawah.
Ketika
kami sedang asyik-asyikan mengobrol di balkon depan rumah Aa, datang seorang
pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih. Bapak ini juga merupakan
tetangga dari Aa. Letak rumahnya juga hanya selemparan batu dari balkon yang
kami singgahi. Beliau banyak bercerita mengenai kehidupan mahasiswanya di IKIP
(sekarang UNJ). Selain itu kami juga sering membahas kejadian-kejadian yang
berada di daerah ini, seperti keadaan pemilu di desa Darawolong, hasil panen
padi, hingga pengalaman beliau ketika menjadi kepala sekolah.
Jam
tanganku sudah menunjukan pukul sebelas malam, satu persatu tuan rumah sudah
mulai pamit ke tempatnya masing-masing. Kami segerombolan pun bergegas masuk ke
dalam rumah. Lalu, Akbar berinisiatif untuk mandi terlebih dahulu. Setelah
beberapa menit terlewati, Akbar balik ke
ruang kami tidur dengan keadaan yang masih belum menunjukan tanda-tanda orang
yang sudah mandi.
Keadaan
kamar mandi yang seperti itu menjadi alasan Akbar untuk hanya sekedar membasuh
mukanya saja. Lalu aku berusaha untuk mengetahui ada apa di kamar mandi
tersebut. Ternyata, posisi kamar mandi agak terbuka dan tidak memiliki pintu.
Orang yang berada di dapur bisa melihat siapa yang sedang di kamar mandi,
karena tembok kamar mandi yang hanya bisa menutupi sebagian wajah hingga ujung kaki.
Keadaan
yang seperti itu tidak menyurutkan niatku untuk mandi di malam pertama di desa
Darawolong. Karena bagaimanapun, suasana di dalam bus selama perjalanan menuju
desa tersebut cukup panas jika bus yang kami tumpangi tidak melaju kencang,
maklum kami hanya mengandalkan angina dari luar untuk menyegarkan udara di
dalam bus.
Setelah
semuanya sudah berurusan dengan hajatnya di kamar mandi, kami langsung bermain
kartu remi yang sebenarnya termasuk barang yang tidak diperbolehkan untuk
dibawa pada kegiatan sos act kali ini.
Tetapi
biarlah, toh dengan bermain kartu juga ada manfaatnya bukan? Bisa membuat
orang-orang semakin dekat karena bermain bersama.
Kami
tidak terlalu lama bermain kartu di malam ini. Terlebih karena kondisi fisik
kami yang membutuhkan istirahat yang cukup untuk meladeni berbagai kegiatan
esok hari.
Keesokan
harinya, agenda yang kami akan lakukan adalah melukis tas dengan anak-anak SD
kelas 6 di pagi hari dan dilanjutkan dengan membuat tong sampah.
Dengan
menggunakan pick-up Suzuki Carry, kami menuju lokasi yang sudah direncanakan
sebelumnya. Setibanya di sekolah tersebut, kami disambut dengan meriah oleh
para siswa-siswi yang telah menunggu di pekarangan sekolah.
Para
siswa-siswi sangat antusias sekali untuk mengikuti kegiatan melukis tas ini.
Beberapa murid laki-laki menunjukan kecintaannya atas hobinya dengan melukis
lambang tim sepakbola asal Bandung yakni Persib. Selain itu ada juga yang suka
dengan musik bergenre reggae. Sehingga mereka melukis bendera Jamaika. Kegiatan
kami di sini ditutup dengan foto bersama dengan seluruh anggota kelompok dan
kelas 6.
Setelah
itu kami menunju ke house fam masing-masing dengan menggunakan pick up. Setibanya
di house fam. Kami langsung mengambil jatah nanpan nasi yang menjadi menu makan
siang kami. Baru setelah itu, kami akan melanjutkan agenda kedua di hari
pertama sos act.
Berbeda
dengan kegiatan pertama tadi yang menggunakan pick up sebagai akomodasi untuk
menuju tempat tujuan. Kali ini kami langsung berjalan kaki menuju sekolah dasar
Darawolong.
Untungnya
letak SD kali ini tidak begitu jauh. Ketika sampai di sekolah yang dimaksud,
banyak sekali rekan-rekan maba FEB 2015 yang berada di lokasi, tidak seperti
sekolah sebelumnya yang hanya terdapat kelompok 5 dan 6 saja yang bertugas
disana.
Pada
sesi 2 kali ini kami memiliki agenda untuk membuat tempat pembuangan sampah.
Saya kira kami akan membuat tong sampah dari kayu, tetapi tebakanku salah.
Karena di dekat lokasi pembuatan tempat sampah terdapat gundukan pasir dan 2
sak semen.
Setibanya
di tkp, beberapa maba dan mentor membuat adukan semen, sedangkan sisanya
membantu bapak berusia paruh baya untuk menyusun batu-bata hingga menjadi
tempat sampah. Namun, sampai waktu kami sudah habis, ternyata tempat sampah
yang dibuat belum selesai. Padahal, mungkin jika dikerjakan oleh orang yang
sudah mengerti, mungkin hanya memerlukan waktu sehari saja.
Lalu
kami kembali ke housefam dengan kondisi yang agak kotor. Langsung saja kami bergantian
untuk mandi. Sehabis semua mandi, beberapa anggota kelompok cewek yang berada
di house fam lainnya juga ikut bergabung di house fam laki-laki.
Diawali
oleh makan malam bareng, lalu kami bermain kartu remi, namun jenis permainannya
berbeda dengan apa yang dilakukan di malam pertama.
Sangat
menyenangkan bermain kartu di malam kedua ini. Ketika masing-masing pemain
(kartu) meniru hal yang dilakukan oleh pemain yang menang. Selain itu juga
ketika ada pemain yang kalah (Lilian), dia harus melakukan sesuatu sebagai
bentuk hukuman bagi pemain yang kalah. Ketika itu Lilian harus mengambil foto
selfie dengan kelompok yang tinggal di sebelah house fam laki-laki.
Dilihat
dari hasil jepretan foto selfienya, nampak ekspresi para anggota kelompok
sebelah terperangah tanda kaget dengan
apa yang dilakukan oleh Lilian. Selang beberapa menit, tiba-tiba datang salah
satu anggota kelompok sebelah (Evan namanya). Dia langsung menggombali anggota
kelompok kita yang bernama Fira.
“Nama
kamu siapa?” tanya Ervan ke Fira.
“Nam
ague Fira.” Jawab Fira sedikit ogah-ogahan.
“Kamu
tahu nggak kenapa bulan hanya setengah?” Ervan memulai gombalannya.
“Nggak
tahu.” Jawab Fira dengan cueknya.
“Karena
yang sebelah lagi ada di mata kamu..” pungkas Evan.
“Cieee…”
kami spontan meneriaki Fira yang menjadi korban gombalan di malam ini.
Lanjut
kita bermain kartu lagi. Sedang enak-enaknya menikmati permainan berlangsung,
beberapa diantara kita melihat keluar pagar. Akupun juga ikut-ikutan melihat
yang ternyata disana ada seorang cewek (mungkin grup anggota sebelah) yang
berjalan pelan sambil menatap kearah kami. Kami yang hanya menatap, tiba-tiba
dikejutkan dengan suara lantang cewek tadi.
“Yang
namanya Balindo keluar kau!” kira-kira begitulah kalimatnya.
Sesaat,
kamipun tampak hening. Lalu kemudian disusul tawa yang memecah keheningan yang
meriung sebelumnya.
Ekspresi
ka Bal nampak datar sekali, seakan-akan seperti ketinggalan momentum kejadian.
Itulah malam yang benar-benar berkesan selama ini.
Kami
melanjutkan permainan kartu lagi. Permainan sebentar lagi berakhir, ada
beberapa rekanku yang sebentar lagi akan kalah dan brakk!! Lilian terlihat
tersungkur ke tanah disaat para pemain lain sudah berlarian ke pekarangan
rumah. Akhirnya, Lilian kembali kalah di penghujung permainan ini.
Beberapa
diantara kami merumuskan apa hukuman yang tepat untuknya. Daaan bang!! Ide usil
beberapa rekanku keluar di tengah malam yang dingin ini.
Hukuman
yang dijatuhkan kepada Lilian adalah mirip seperti apa yang dilakukan oleh
cewek kelompok sebelah tadi, yakni meneriaki mereka dari depan pagar rumah
kelompok mereka.
Ketika
Lilian bersiap untuk mengeksekusi hukuman tersebut. FO dari pengurus sos act
datang menghadap kami semua. Kami semua sudah dianggap melanggar jam malam
(maksimal jam 9) yang sudah diatur oleh mereka (PI). Yahh dengan keadaan
terpaksa karena juga terbelit rasa penasaran dengan kejadian yang akan terjadi
dengan aksi Lilian, kamipun bubar dengan tertib. Malam yang menyenangkan.
Di
hari terakhir sos act, agenda kami adalah kembali ke sekolah dasar yang pertama
untuk melakukan penyuluhan. Namun bedanya kami akan berinteraksi dengan
anak-anak kelas 1 dan 2. Setelah itu kami akan menanam brokoli di sawah.
Dengan
kendaaraan yang sama, kami pun menuju SD yang pertama kali kami kunjungi.
Beberapa anak-anak SD kelas 6 masih ingat kami, terutama Lilian yang memiliki
banyak “penggemar cilik” di sekolah ini.
Agenda
pertama ini cukup banyak. Diawali oleh pemberian materi mencuci tangan, lalu
ada permainan kartu (bukan remi yaa), dan diakhiri oleh menyanyi bersama.
Selepas itu kami langsung kembali ke house fam masing-masing untuk
mempersiapkan kegiatan terakhir.
Setelah
beristirahat dan makan siang, kami langsung menuju sawah dengan berjalan kaki.
Cuaca cukup terik sekali pada saat itu, ditambah tidak ada tempat berteduh di
sawah. Pada awalnya kami dan kelompok lain tidak mau untuk turun ke sawah yang
dipenuhi dengan lumpur. Namun beberapa orang mulai mencoba untuk nyebur ke
sawah dan hal itu diikuti oleh beberapa orang lainnya. Dan tak terasa, sebagian
besar anggota kelompok kami ikut nyemplung di sawah.
Cukup
dalam ketinggian dari lumpur itu hingga menyentuh tulang kering (beberapa
mencapai lutut). Harus diakui tidak mudah untuk berjalan di jalanan berlumpur,
kaki kami harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melangkah ke depan. Sepanjang
mata memandang, ada beberapa orang yang melakukan perang lumpur. Alhasil,
mereka keluar dengan keadaan yang sangat kotor.. Namun nampak sebanding dengan
keseruan yang mereka dapat.
Sudah
selesai menanam brokoli, kami langsung menuju house fam untuk membersihkan
badan yang kotor. Setelah itu, kami kembali makan bersama di malam harinya.
Teringat
dengan tugas wawancara kepada pemilik rumah inap, kami yang menempati rumah ini
langsung meminta Aa dan bapaknya untuk di wawancarai. Dari beberapa pertanyaan
yang menjadi daftar pertanyaan, harus diakui memang ada pertanyaan yang agak
“menohok” sang narasumber, karena berhubungan langsung dengan kondisi
keluarganya. Tetapi, di awal mereka sudah kami beritahu dan kami juga tidak
memaksa mereka untuk menjawab pertanyaan yang menurut mereka tidak perlu
dijawab.
Sudah
sesuai perkiraan, bahwa keluarga Aa ini merupakan orang asli desa Darangwolo.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya ada yang bekerja sebagai buruh di
pabrik dan lainnya di pertanian menjadi petani. Biasanya perbulan keluarga Aa
mendapatkan penghasilan sebesar 4-5 juta rupiah perbulannya. Tetapi, jika di
musim panen, maka mereka mendapatkan pendapatan ekstra sebesar 20 juta rupiah.
Biasanya musim panen ini terjadi selama dua kali dalam setahun. Memang
mayoritas orang Indonesia masih kesulitan menabung, karena memang kebutuhan
hidupnya yang besar dan terkadang pendapatan yang diperoleh keluarga Aa masih
belum bisa menutupi pengeluarannya, sehingga terpaksa harus mencari hutangan di
koperasi untuk mengimbangi jumlah pengeluaran keluarganya yang memiliki 6 orang
anggota.
Harapan
sang bapak kepada anaknya adalah supaya anaknya bisa mendapatkan ilmu yang
bermanfaat, karena bapaknya merasa tidak mampu untuk mewariskan harta benda
kepada anaknya.
Dengan
keadaan seperti ini, si Aa belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Keinginannya beras raskin diperbanyak dari yang sekarang. Lalu ketika musim
panen tiba, keluarga Aa menyisihkan setidaknya 6 kuintal beras untuk kebutuhan
keluarganya.
Usaha
bengkel adalah salah satu cara Aa untuk meningkatkan penghasilan keluarganya.
Si Aa beserta keluarganya juga memiliki hubungan yang baik dengan para
tetangga. Mahasiswa jaman sekarang menurut keluarga Aa sopan dan ramah. Aa juga
menaruh harapan kepada mahasiswa jika perekonomian Indonesia lebih baik lagi
kedepannya.
Setelah
menyelesaikan rangkaian wawancara, kami langsung menuju dalam rumah yang sedang
permainan kartu seperti kemarin. Namun permainan ini tidak berlangsung lama,
karena ada permainan truth or truth yang
menjadi penutup malam di Darawolong.
Semua
orang mendapati giliran untuk menjawab pertanyaan dari masing-masing orang. Namun,
yang paling banyak adalah jawaban dari kedua mentor kami yang mereview satu
persatu para mentee menteenya.
Oleh
ka Bal, aku disebut sebagai orang yang procras. Ya, agak sulit untuk
menghilangkan kebiasaan jelek ini. Kalau tidak termotivasi, gangguan ini siap
menghantui saya di setiap waktu. Dan tentu saya juga kaget ketika ka Bal
memiliki ekspektasi yang besar terhadapku, padahal aku sendiri merasa tidak
begitu bertalenta spesial untuk diharapkan sesuatu yang tinggi. Itu dari ka
Bal, jika dari ka Tika, di awal ka Tika sudah mengakui jika dia kurang bisa
memahami sifat-sifat menteenya. Kurang waktu bersama, itulah yang menjadi salah
satu faktor ka Tika kurang bisa memberikan penjelasan panjang lebar terhadap
satu persatu dari anggota kelompok kami.
Sehabis
segmen truth or truth, aku lupa apa
yang kami lakukan. Yang kuingat adalah ketika kami bermain kartu remi (lagi)
lalu beberapa staf FO datang kerumah untuk kembali membubarkan kami yang sedang
berkumpul. Memang jam sudah menunjukan pukul setengah 12, untungnya mereka
tidak marah-marah ketika kami melanggar aturannya lagi.
Malam
terakhir ini agak berbeda dengan malam pertama dan kedua. Dimana pada kedua
malam pertama kami cekikikan, tertawa riang. Namun, kontras sekali dengan apa
yang terjadi di malam ketiga. Dimana ketika ruang tamu rumah inap kami hanya
tersisa anggota laki-laki. Ka Bal memulai cerita yang sama sekali aku tidak
sadar sebelumnya. Banyak sekali hal-hal yang kemudian terlontar dari mulut ka
Bal sepanjang tengah malam itu. Tentu saya pun ‘ngeh’ karena apa yang ka Bal
rasakan juga kurasakan sebelumnya. Hal yang membedakan adalah ka Bal sudah
mengungkapkan apa yang seharusnya diungkapkan, tetapi saya belum melakukannya. Entah
karena saya hanya tidak ingin ‘merusak’ apa yang sudah terjalin, atau karena
ada sesuatu yang belum aku miliki (re: nyali). Karena aku yakin, ini bukan trade off yang setiap senin pagi aku
dengarkan di kelas. Konsep trade off
bukankah kita mendapatkan satu hal yang baik lalu sesuatu yang kita tinggalkan
juga nyaris setara dengan sesuatu yang kita dapatkan?
Well,
malam terakhir ini memang tidak seriang malam-malam sebelumnya. Namun, di malam
yang sendu ini aku sadar jika memang jika kita menginginkan sesuatu, maka kita
harus berani mengatakannya. Walaupun pahit yang dirasa.
06 Car di SDN Darawolong 3 |