“Bangsa yang
besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri”,
salah satu kutipan terkenal dari founding
father kita, yaitu Bung Karno. Bangsa kita memiliki sejarah panjang dari
zaman pra sejarah, kerajaan, penjajahan, proklamasi, orde lama, orde baru,
hingga reformasi saat ini. Dari perjalanan panjang tadi, ada satu hal yang
penting. Yakni dengan lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 yang
dicetuskan oleh Ir. Soekarno pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945.
Kenapa penting? Karena Pancasila merupakan nilai
luhur bangsa dalam hal ini mencakup nilai adat istiadat, kebudayaan, dan juga nilai-nilai
religius yang sudah ada sejak zaman kerajaan.
Menurut buku yang dikarang oleh Prof. Dr. Kaelan.,
Pancasila memiliki 4
landasan. Yakni:
1. Landasan
Historis: Landasan ini dimulai sejak zaman kerajaan. Dimulai dari kerajaan
Kutai, masa kerajaan Sriwijaya ditandai dengan adanya cita-cita tentang
kesejahteraan bersama yang berbunyi “marvuat
vanua criwijaya dhayatra subhiska” yang artinya suatu cita-cita negara yang
adil dan makmur. Ini mirip dengan sila kelima Pancasila. Lalu di kerajaan
Majapahit juga muncul kitab Sutasoma yang dikarang Mpu Tantular, di dalam buku
itu terdapat kalimat “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna yang sama dengan
sila ketiga Pancasila.
2. Landasan
Kultural: Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada kultur yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu
sendiri.
3. Landasan
Yuridis: Dalam Undang-Undang N0. 2 Tahun 1989 pasal 39 telah menetapkan bahwa
isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat
Pendidikan Pancasila.
4. Landasan
Filosofis: Pada kenyataanya, baik secara filosofis dan objektif bahwa bangsa
Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegaraa mendasarka pada nilai-nilai
yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara filosofis merupakan
filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.
Pancasila, selain mencakup nilai istiadat dan
religius juga menjadi pedoman (pandangan hidup) negara dan Pancasila merupakan
norma yang diwujudkan dalam tindakan (penagaamalannya). Jadi, setiap sendi
kehidupan kita dan juga bangsa Indonesia sudah terangkum dalam Pancasila.
Pancasila ini lah yang menjadi jati diri bangsa Indonesia.
Namun, ada beberapa momen yang terjadi pada bangsa
ini melenceng dari hakekat Pancasila. Misalnya dalam ranah politik. Dalam pembahasan
Pancasila dalam etika politik, ada tiga hal yang harus dijalani. Yaitu:
1. Azaz
legalitas (dijalankan sesuai hukum yang berlaku)
2. Disahkan
dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3. Dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi
moral)
Ketika masa kampanye Presiden tahun 2014, muncul
adanya black campaign melalui
penerbitan suatu majalah yang isinya memojokan salah satu calon presiden. Hal
ini tentunya mencederai makna demokrasi karena black campaign merupakan usaha illegal dalam demokrasi.
Selain itu, setelah pemilu presiden 2014 telah usai
atau lebih tepatnya di hari pelantikan anggota DPR RI periode 2014-2019 kembali
kejadian memalukan (dan juga melenceng dari etika politik Pancasila). Faktor
utamanya adalah perebutan AKD (alat kelengkapan dewan) yang semuanya di duduki
oleh orang-orang dari KMP (Koalisi Merah Putih), namun hal itu tidak bisa
diterima oleh kubu seberang yakni KIH (Koalisi Indonesia Hebat). Cukup lama
hujan interupsi pada rapat paripurna dan juga banyak dari anggota fraksi yang
maju ke meja pimpinan sidang dan terus berteriak kepada pimpinan sidang. Tentu
hal ini menjadi contoh buruk bagi masyarakat luas dan hal ini sangat melenceng
dari asas demokrasi yang mengedepankan musyawarah mufakat dalam pengambilan
keputusan. Dari kejadian itu nampaknya para anggota DPR masih belum mengamalkan
nilai demokrasi seutuhnya.
Juga masih ada konflik pengesahan APBD DKI Jakarta
tahun 2015 antara Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dengan Haji Lulung yang
berasal dari DPRD DKI. Masalah persengketaan APBD ini sudah berlarut-larut.
Bahkan sampai dimediasi oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, namun tidak
ada hasil konkret dari mediasi tersebut. Malah dalam mediasi itu sempat
diberitakan bahwa ada oknum anggota DPRD yang mengeluarkan kata-kata kotor. Hal
ini sangat berseberangan dengan etika politik Pancasila, lebih tepatnya pada
poin berdemokrasi dan juga moral. Karena kedua elit politik ibu kota ini tidak
bisa mencari mufakat dalam persengketaan APBD DKI 2015 dan keluarnya kata-kata
kotor juga tidak sesuai moral berpolitik Pancasila.
Baik, itu tadi sedikit pembahasan dari ranah
politik. Selain itu Indonesia juga pernah mengalami perang antar etnis.
Misalnya konflik Sampit. Hal ini menandakan bahwa makna sila ketiga Pancasila,
yakni persatuan Indonesia masih belum meresap di akal pikiran para oknum yang
berseteru.
Itu tadi merupakan gambaran-gambaran mengenai momen
kejadian yang masih tidak sesuai dengan Pancasila. Saya menghubungkannya dengan
Pancasila bukan tanpa alasan. Karena Pancasila lahir dari budaya bangsa Indonesia
yang sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan. Sehingga, ajaran Pancasila juga
bukan hanya ajaran kemarin sore. Jadi sebenarnya untuk menjadikan bangsa kita menjadi lebih baik itu sudah ada,
yakni Pancasila. Namun sayangnya dari contoh yang saya utarakan tadi masih
banyak yang menyimpang dari ajaran-ajaran Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Dari contoh di atas ada kasus yang melibatkan elit
politik di negara ini. Hal ini sangat ironis sekali karena dengan model
pembangunan bangsa Indonesia yang top
down, peran elit politik disini benar-benar vital untuk memajukan bangsa
Indonesia, karena dari elit ini lah yang harus melakukan aksi agar Indonesia
bisa maju nantinya, namun apa yang
ditunjukan elit politik pada pembahasan
tadi memberikan contoh yang buruk kepada masyarakat luas. Bagaimana Indonesia
bisa lebih baik jika kelakuan elitnya saja masih melenceng dari nilai
Pancasila? Sudah saatnya pendidikan Pancasila masih harus diberikan kepada
elit-elit bangsa ini (tidak hanya sampai di tingkat perguruan tinggi menurut UU
No. 2 Tahun 1989) karena tingkah lakunya yang masih menyimpang dari Pancasila.
Karena dengan kembali diajarkannya Pendidikan Pancasila kembali akan membuat
(setidaknya memperbesar peluang) para elit bangsa mengamalkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga lapisan masyarakat umum
yang juga mengikutinya (karena kebiasaan masyarakat kita yang mengikuti tren).
Kesimpulan
Pendidikan Pancasila masih diperlukan bagi para elit
bangsa terlepas dari bagaimana cara penyampaian materinya. Karena tidak sedikit
para elit bangsa yang kelakuannya masih menyimpang dari ajaran Pancasila
seperti ketika sidang paripurna berlangsung ricuh, masalah pembahasan APBD DKI,
sampai korupsi. Dengan pola pembangunan Indonesia yang top-down peran elit bangsa sangatlah vital dalam membuat Indonesia
menjadi negara maju. Selain itu, sudah hal lumrah bahwa pemimpin menjadi
panutan bagi anggota (dalam hal ini warga negara Indonesia). Jika pemimpinnya
baik dan juga bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
maka sudah sepatutnya masyarakat Indonesia juga mengikuti perilaku pemimpinnya
yang baik dan amanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar