Kenapa bukan malaikat? Yang senantiasa taat
beribadah kepadaNya setiap waktu. Kenapa bukan Jin atau Iblis atau Setan atau
makhluk makhluk sejenis api yang sebelum adanya manusia menjadi makhluk Tuhan
yang paling setia bahkan ketaatannya melebihi malaikat tersebut, hingga
akhirnya menjadi makhluk yang berbalik memurkaiNya dan sebagai konsekuensi atas
sikapnya yang demikian, mereka akan menjadi penghuni Neraka yang memang terbuat
dari “bahan baku” mereka. Kenapa harus manusia yang dijadikan manajer di bumi
ini? Makhluk “termuda” diantara kedua makhluk yang sudah kusebut di awal. Ah,
mungkin karena malaikat tidak memiliki hawa nafsu! Tetapi, kenapa jika pemimpin
di Bumi ini tidak memiliki hawa nafsu? Bukankah berarti tidak akan ada
keserakahan, ambisi untuk menjadi penguasa dan segalanya yang hanya memuaskan
sifat kebinatangan? Dengan begitu, keadaan di Dunia ini akan tenteram tenteram
saja bukan? Atau jika Iblis yang ditunjuk sebagai komandan? Mungkin dunia akan
kacau karena hanya mengikuti arahan nafsunya saja. Jika nafsu untuk berbuat
baik bukanlah suatu persoalan yang harus dikhawatirkan, tetapi apakah ada Iblis
yang memiliki nafsu yang baik? Jika pada akhir dunia ini mereka akan
ditempatkan di tempat yang mengerikan (Neraka) tentu jawabannya tidak.
Balik lagi pada topik awal, kenapa manusia dijadikan
manajer di Bumi ini? Pertanyaan yang serupa juga ditanyakan oleh Iblis ketika
Dzat Yang Maha Kuasa menunjuk manusia untuk menjadi “Khalifah”. Dengan keegoisan dan kepercayaan diri Iblis merasa yakin
bahwa dirinya lah yang layak untuk memainkan peran tersebut, namun keputusanNya
di luar dugaan Iblis dan sejak itu bersumpah akan berusaha mencari pengikut
(manusia) di dunia ini untuk menemaninya di rumah abadinya di neraka nanti.
Perkara alasan manusia yang menjadi manajer di bumi
ini, hanya diriNya lah yang mengetahui. Bahkan malaikat dan iblis yang notabene menjadi makhluk yang
lebih “senior”pun tidak diberitahu alasan tersebut. Apalagi kita?
Tetapi, menurut pemikiranku yang masih dangkal ini.
Lebih penting bagi kita untuk memikirkan “mau di pimpin dengan gaya apakah Bumi
yang kita tinggali ini? Dengan gaya malaikat? Atau Iblis?
Sepanjang pengematanku yang terbatas oleh ruang dan
waktu, bahwa manusia bisa memainkan peran sebagai malaikat ataupun iblis.
Kenapa bisa dibilang begitu?
Manusia yang ada saat ini jumlahnya tidak sedikit. 6
milliar totalnya. Apakah 6 milliar tersebut memiliki jiwa, pemikiran ataupun
sifat yang sama? Atau jangankan di dunia ini, kita ambil sampel di kelas, masih
terlalu besar? Coba tengok lingkungan sepermainan kita sehari-hari. Pasti
bervariasi. Singkatnya, manusia memiliki cara masing-masing untuk mengendalikan
Bumi ini.
Jika manusia layaknya seperti malaikat, apakah masuk
akal jika masih ada konflik di Timur Tengah? Atau kembali mundur ke masa lalu
dimana kita membuka dan membaca isi buku sejarah ketika masa SMA-SMP yang
mencatat adanya dua pertempuran yang dimana Bumi menjadi medan “atraksi”
tersebut. Apakah malaikat memiliki nafsu untuk mengejar kekuasaan? Itu kenapa
malaikat mau “bersujud” di hadapan Adam kala ditunjuk sebagai khalifah di dunia ini.
Skenario kedua, dari berbagai macam konflik yang
saya sebut di atas, sekilas memang sangat cocok jika di analogikan sebagai
perilaku iblis. Tetapi, apakah semua manusia ikut dalam konflik tersebut?
Apakah sebagian dari mereka yang ingin mengejar kejayaan, kekuasaan, dan harta
di dunia ini sehingga berebut melalui penghancuran secara fisik? Mungkin iya.
Tetapi juga mesti kita lihat bahwa ada beberapa (sebenarnya banyak. Hanya memang
wawasan penulis yang harus diperluas) sifat ke malaikat-an yang melekat dalam
diri manusia. Salah satu yang pasti walaupun tidak ada yang pasti kecuali
kematian adalah malaikat tanpa sayap yang telah melahirkan kita ke dalam dunia
ini. Mau seperti apapun keadaanya, pasti akan ada berbagai macam kebaikan baik
yang dapat dirasakan ataupun tidak oleh anak-anaknya. Pengorbanannya juga
besar, sehingga pantaslah jika memang tempat yang diagung-agungkan bagi
sebagian orang yang hidup di bumi ini terletak di bawah kakinya.
Terlepas dari kedua kondisi di atas. Arah perjalanan
bumi ini akan sangat tergantung dengan gaya apa yang akan diadopsi oleh
manusia. Apakah seperti malaikat, atau iblis? Apakah menuju kebaikan? Atau
kehancuran bumi? Tinggal bagaimana manusia bisa menyadari bahwa dirinya sedang
memanage sesuatu yang bahkan kedua makhluk ciptaanNya saja tidak diizinkan
untuk itu. Jika tidak mengetahui makna yang menjadi latar belakang kenapa
manusia yang menjadi manajer, akan sulit apa tujuan dari ini semua. Karena
nanti yang ditakutkan adalah, manusia hidup hanya untuk kemewahan, kejayaan,
kekuasaan duniawi yang sifatnya temporer. Jika memang benar demikian, maka
secara tidak langsung iblis lah yang menjadi manajer di bumi ini. Iblis yang
berbalut manusia.
Depok, 21 Maret 2016 00:20