Harus diakui, saat ini kita hidup dengan didominasi
oleh sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme identik dengan paham ekonomi
negara-negara barat seperti Amerika Utara, Eropa Barat dan dalang utamanya adalah
Amerikas Serikat. Di sisi lain, terdapat paham sosialisme yang sistemnya
bertolak belakang dengan kapitalisme. Sistem ekonomi sosialisme masih dianut
oleh negara seperti Korea Utara, Kuba, kemudian dimasa lalu ada Republik Rakyat
Cina dan Uni Soviet. Walaupun sekarang sistem ekonomi sosialisme sudah tidak berada
dalam posisi puncaknya (indikatornya adalah hancurnya Uni Soviet yang menganut
sosialisme), tetapi kita masih dengan mudah menemukan sistem ekonomi sosialis
sebagai salah satu referensi ilmu aliran ekonomi di buku-buku pelajaran
ekonomi. Tetapi, saya pribadi masih belum bisa menemukan pembahasan tentang
ilmu ekonomi Islam di buku-buku pelajaran ekonomi konvensional. Sistem ekonomi
kapitalis, sosialis, dan bahkan ekonomi tradisional lah yang memiliki ruang di
berbagai macam buku ekonomi di sekolah maupun universitas. Ini menjadi hal yang
ironis, mengingat Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia justru dalam literasi buku-buku ekonomi (konvensional) tidak mencakup nilai
sistem ekonomi Islam. Alhasil, sistem ekonomi Islam sulit berkembang di
Indonesia dan kita juga melihat betapa besar pengaruh kapitalisme di Indonesia
dan juga dunia.
Akibatnya, efek dari dominasi ekonomi kapitalis di
mayoritas negara di dunia ini adalah munculnya pandangan yang lebih
menitikberatkan aspek material daripada nilai dan norma. Nah, dari tujuan hidup
yang berorientasi kepada hal-hal yang bersifat materi, sehingga akan menggiring
perilaku ekonomi manusia yang
hedonistik, sekularistik, dan materialistik. Sehingga dalam pandangan
dan perilaku hidup yang seperti itulah membawa petaka dan bencana (baik alam
maupun sosial) seperti eksploitasi alam dan manusia, melebarnya kesejahteraan
antar golongan di masyarakat maupun antar negara dunia, hilangnya rasa
persaudaraan dan kebersamaan antar manusia dan sebagainya.
Masing-masing sistem ekonomi memiliki segala kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Kapitalisme menurut Collins Dictionary adalah sebuah sistem ekonomi yang memberikan
kebebasan atas hak milik individu (seperti alat produksi, distribusi dan
pertukaran) dan juga kebebasan untuk berinovasi. Untuk sosialisme, menganut
sistem yang bertolak belakang dengan kapitalisme karena tidak mengakui hak
kepemilikan pribadi (semua diakui sebagai milik negara) dan juga mengekang
kebebasan berinovasi.
Sedangkan dalam konsep dasar ekonomi Islam, segala sesuatu
yang ada di bumi ini pada dasarnya adalah milik Allah yang dititipkan kepada
manusia untuk diatur sedemikian rupa dengan menggunakan akal dan
kebijaksanaannya untuk mencapai kesejahteraan umat manusia. Jadi, kepemilikan
pribadi dalam ekonomi Islam (yang selanjutnya akan saya sebut dengan ekonomi
syariah) masih diakui tetapi dalam hak milik tersebut juga terdapat hak milik
orang lain (orang yang membutuhkan). Oleh karena itu, setiap tahun kita semua
membayar zakat maal yang memang terdapat hak-hak orang lain atas harta yang
kita miliki.
Baik, untuk lebih memudahkan kita dalam melakukan
perbandingan antara sistem sistem kapitalis, sosialis, dan syariah akan saya
sajikan tabel yang berisikan poin-poin utama yang menjadi ciri khas
masing-masing sistem ekonomi tersebut.
Ekonomi Kapitalis
|
Ekonomi Sosialis
|
Ekonomi Islam
|
|
Hak kepemilikan
|
Mengakui
kepemilikan prbadi.
|
Hak kepemilikan hanya ada pada negara/publik.
|
Hak milik pribadi dan publik sama-sama diakui.
|
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi
|
Kebebasan yang
tak terbatas dan tidak adanya campur tangan negara.
|
Tidak adanya
kebebasan individu atau sipil.
|
Memberikan
kebebasan individu namun terbatas dengan adanya sistem halal dan haram.
|
Tujuan profit atau kepuasan
|
Memaksimumkan
kepuasan/keuntungan setinggi mungkin dan lebih individualistis.
|
Membagi rata
kepada seluruh pihak yang terdapat dalam sistem sosialis.
|
Moderat dalam arti seimbang dalam mencapai titik
kepuasan atau profit.
|
Distribusi kekayaan
|
Persebaran
kekayaan hanya terdapat di tangan sedikit orang (yang memiliki modal)
|
Adanya
pemerataan kekayaan (kolektivisme).
|
Tidak mengakui distribusi kekayaan yang rata
(seperti sosialis), tetapi lebih tepatnya adalah adil.
|
Jika kita melihat poin-poin di atas, masing-masing
aliran memiliki jalan tersendiri untuk mencapai kesejahteraan dan menawarkan
solusi atas permasalahan ekonomi. Pertanyaannya, seberapa berhasilkah ketiga
sistem ekonomi tersebut untuk mencapai tujuan yang sama, mencapai kesejahteraan
umat manusia? Mari kita ulas satu persatu.
Kapitalisme menawarkan segala kebebasan bagi manusia
untuk berkreasi, sehingga seringkali muncul inovasi-inovasi yang membuat
perekonomian semakin canggih. Namun, bukankah semakin canggih kendaraan,
semakin cepat pula ia bisa melaju, lalu jika terjadi tabrakan akan menimbulkan
kecelakaan yang luar biasa. Hal ini sudah terjadi ketika krisis subprime mortgage tahun 2008 lalu,
dimana sebelum kejadian tersebut para manajer investasi di AS memiliki inovasi
yang pesat tentang derivatif, lalu kemudian membawa petaka ketika sistem
tersebut tidak berjalan dengan mulus. Selain itu di sisi lain kita melihat
terdapat sistem konglomerasi dan monopoli bagi pemilik modal. Sistem ini mampu
untuk mensejahterakan segelintir golongan, namun penciptaan kesejahteraan
tersebut juga dibangun di atas penderitaan orang atau negara lain. Berbanding
terbalik dengan pembahasan sebelumnya yang memberikan kebebasan, sosialisme
justru sebaliknya. Mengekang segala bentuk kebebasan untuk melakukan aktivitas
ekonomi. Semua sudah diatur oleh pemerintah, lalu apakah ini efektif? Mungkin
Zimbabwe bisa menjadi contoh atas kasus ini, dimana ketika di masa lampau
kebanyakan lahan pertanian dikelola oleh orang-orang berkulit putih, namun
sejak tahun 2000 pemerintah Zimbabwe memutuskan bahwa segala produksi diatur
oleh orang pribumi, negara itu terjerumus dengan hiperinflasi karena tidak
efisiennya sistem produksi barang-barang (khusunya pertanian dan peternakan).
Keseimbangan adalah ruh dari ekonomi Islam. Hal ini
tercermin dari bagaimana manusia menjalankan kehidupannya di dunia ini dengan
berbagai macam pasangan, seperti dunia dan akhirat, jasmani dan ruhani. Ekonomi
Islam tidak mengekang kebebasan seperti sistem komunis, juga tidak menzhalimi
masyarakat kecil yang dilakukan oleh sistem kapitalis.
Tentu untuk mencapai keseimbangan dalam sistem
perekonomian Islam dibutuhkan kesadaran moral dari umat manusia yang berasaskan
dari keimanan. Sehingga nanti akan muncul keadilan distribusi kekayaan,
meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Jika melihat kondisi
negara ini, pemerintah perlu menjadi inisiator melalui kebijakan yang
dikeluarkannya. Misalnya seperti kemudahan berinvestasi, memiliki kepastian
hukum, dan sistem check and balance
agar masing-masing pihak tidak melenceng dari perbuatan yang menyimpang dari
hukum. Sehingga, jika pemerintah mampu menjamin faktor-faktor di atas, maka
moral masyarakat akan kondusif.
Mengembangkan
Ekonomi Islam di Indonesia
Harus diakui, perkembangan ekonomi Islam di dunia
cukup pesat. Bahkan di negara-negara non muslim seperti Inggris, Prancis,
Amerika Serikat dan negara-negara lainnya. Khusus di Indonesia, berdirinya bank
Muamalat pada tahun 1992 menandai awal kiprah ekonomi Islam di Indonesia.
Dengan mayoritas penduduk beragama muslim, ini bisa
menjadi modal untuk berkembangnya sistem ekonomi Islam di Indonesia. Namun,
modal penduduk muslim bukanlah keuntungan yang massif. Lihat bagaimana negara
yang dimana umat muslim menjadi minoritas dapat mengembangkan ekonomi Islam di
negaranya. Perlu dibuat langkah-langkah yang sistematis untuk itu.
Saat ini sudah banyak bank-bank konvensional memiliki
bank syariah sebagai entitas perusahaan yang baru. Ini menjadi awal yang baik
untuk meningkatkan pemahaman literatur ekonomi Islam di Indonesia, karena
bank-bank syariah ini bisa menjadi sarana bagi masyarakat Indonesia untuk
mengerti sistem ekonomi Islam. Tidak hanya bank syariah, namun juga lembaga-lembaga
keuangan yang lain seperti adanya asuransi syariah, KPR syariah, efek syariah
(Jakarta Islamic Index) hingga sukuk.
Itu merupakan langkah awal untuk membangun eksistenis
ekonomi Islam di Indonesia, lalu ada yang berikutnya adalah dengan mencetak
tenaga ahli di bidang ekonomi Islam melalui lembaga pendidikan. Karena,
berkembang atau tidaknya ekonomi Islam di Indonesia tidak hanya bergantung
dengan target pasar yang tersedia melimpah di Indonesia, namun juga bagaimana
para pemain di sistem ekonomi Islam ini menciptakan berbagai macam inovasi yang
nantinya akan membuat sistem ini menjadi besar dan berpengaruh besar terhadap
perekonomian Indonesia secara menyeluruh.